Part-9

82 44 95
                                        

Cherly mendapati pria itu sedang membelah buah melon menjadi beberapa bagian di atas meja. Ekspresinya terlihat tenang, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

Gadis itu langsung mendekat. Perasaannya begitu campur aduk melihat sikap santai lelaki itu setelah menghadapi ular besar itu.

"Beritahu aku, bagaimana caranya aku bisa kembali"

Dia begitu merasa yakin bahwa pria itulah yang bisa menunjukan bagaimana caranya ia bisa kembali, mengingat lelaki asing itu begitu mengetahui segala yang berkaitan dengan keanehan yang terjadi padanya.

"Tentu saja itu tidak mudah," Ucapnya setelah menatap Cheryl sebentar, seakan ingin memastikan keantusiasan dari gadis itu.

"Kau harus menempuh jarak yang bermil-mil dari sini. Setelah itu, setiap tempat yang akan kau datangi, kau harus membayarnya dengan darahmu," Jelasnya seraya mengambil buah melon lainya dari dalam keranjang.

"Darah? Kau bercanda bukan?" Ia melototi lelaki itu menyuruhnya untuk mengatakan hal yang lebih baik selain menakuti-nakutinya.

"Ya, aku bercanda. Begitu banyak yang menginginkan kematianmu di sini selain ular itu."

Cherly tergerak, ia merasa begitu tegang. Tentu saja ada rasa takut yang terselip di hatinya melihat keseriusan di wajah lelaki itu. Dan ia menjadi gelisah memikirkan nasibnya yang tak bertentu arah.

"Tapi, akan ku pastikan itu tidak terjadi lagi padamu"

Pandangan gadis itu langsung terarah padanya. Ia mulai mendapati sedikit ketenangan dari ucapan pria itu. Meski ada keganjalan yang masih bermunculan di pikirannya yang belum juga bisa ia sampaikan.

"Seperti keinginanmu, kita akan melakukan perjalanan ke Arc setelah gerbang portal di sekitar tempat ini terbuka"

Tangannya mendorong kasar piring berisi dua potongan buah melon ke arah Cherly tanpa sama sekali mempersilahkannya atau menyuruhnya duduk terlebih dahulu.

Tidak memiliki pilihan, akhirnya Cherly bergerak duduk di kursi bulat berbahan kayu itu, seraya sesekali menatapinya dan juga buah melon berpotongan besar itu secara bergantian. Ia jadi ingin mendengar hal lebih banyak mengenai tempat ini dari lelaki itu.

Namun, belum juga ia mengajukan pertanyaannya, lelaki itu sudah kembali mengangkat bicara.

"Jika kau ingin kembali dalam keadaan selamat, kau harus mendengar semua perkataan ku. Melakukan apa yang aku perintahkan, dan tidak melakukan tindakan bodoh yang bisa merugikanku. Aku juga tidak ingin mendengar bantahan ataupun keluhan yang keluar dari mulutmu selama perjalanan itu" Cerocosnya dengan aksen dingin yang menusuk.

Entah, belum juga Cherly tertarik untuk menyentuh sepotong dari melon itu, ia menjadi begitu tergoda untuk melemparkannya ke wajah lelaki itu.

Ya. Jika saja ia tidak bisa menahan dirinya.

Hatinya mendadak panas mendengar perkataan yang terkesan egois itu. Ia merasa ditekan seperti seorang tahanan. Yang di mana ia harus menuruti perkataan si penyiksa untuk bisa bertahan hidup. Cherly juga tau dirinya. Ia tidak semudah itu akan membuat seseorang seperti lelaki itu menjadi kerepotan karena kehadirannya yang seperti itu.

"Apa kau sudah selesai bicara? Aku juga ingin menegaskan kepadamu. Aku tidak ingin menjadi binatang piaraan mu. Jika kau merasa tidak sanggup untuk membawaku, kau bisa memberikanku petunjuknya dan biarkan aku mencari jalan pulang dengan petunjuk itu," Ungkapnya penuh penegasan.

Dapur itu menjadi hening, dan pengerakan lelaki itu juga menjadi terhenti.

Melihatnya yang menjadi terdiam, Cherly tidak ingin berlama-lama lagi berhadapan dengannya. Maka ia segera bangkit dan hendak meninggalkan lelaki itu. Namun, langkahnya menjadi terhenti ketika mendengar penuturan lain darinya.

Shadow Island (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang