"Baiklah. Apa kau bisa menunjukan tempat dimana aku bisa meminjam telepon? Aku harus memberitahu keadaanku sekarang. Aku yakin ayahku saat ini sedang mencari ku. Aku tidak ingin membuatnya merasa khawatir," Bujuk Cherly, mengabaikan perihal pulau bayangan yang baru saja di katakan oleh lelaki itu.
Kedua alis Cherly terangkat naik menunggu jawaban pria itu yang hanya terdiam menatap lantai.
"Tolonglah.. Aku berjanji jika kau membawaku kesana, aku akan mengabulkan apapun yang kau inginkan," Bujuk Cherly sekali lagi ketika menyadari raut tidak setuju di wajah lelaki itu. Sungguh, dia tidak ingin peduli atas konsekuensi yang akan ia dapat dari perkataannya itu. Ia hanya ingin pulang saat ini.
Namun, pria itu hanya menunjukan seringainya. Sehingga membuat Cherly kembali merinding.
"Apapun yang aku inginkan?," Tanya pria itu seraya berjalan pelan mendekati Cherly.
"Y- ya. Please." Lirihnya dengan tenggorokan yang mencekat. Meskipun dirinya telah merasa ketegangan yang meliputi nya. Sebisa mungkin ia memasang wajah tenangnya dan menciptakan jarak yang jauh dari lelaki itu.
"Sayangnya benda itu tidak ada di sini. Jadi, apa lagi yang engkau ingin aku lakukan selain mendapatkan benda seperti itu?"
Cherly tak bisa berkutik. Dirinya bingung sekaligus panik menghadapi pria aneh di depannya ini. Apa yang harus ia lakukan untuk bisa keluar dari situasi ini?
"Itu hanya akan menjadi sia-sia. Tidak semudah itu kau bisa terhubung dengan duniamu," Ungkapnya dengan tatapan datar.
Kini ia menghentikan langkahnya sembari bersedekap menatap Cherly penasaran.
"Ingat, bagaimana kau bisa sampai di sini?"
Cherly seperti dibuat terkejut. Ia menjadi teringat awal penyebab bagaimana ia bisa sampai di sini. Ya, sepertinya dia melupakan hal tersebut karena kehadiran pria itu. Tangannya langsung terangkat menyentuh kalung yang ternyata masih melingkari lehernya itu.
Jika kalung itu adalah penyebab dirinya bisa berada disini, maka satu-satunya cara untuk bisa kembali adalah melepaskan kalung itu dari lehernya. Pikirnya bersemangat.
Kini pandanganya berfokus pada usaha untuk menemukan penggait dari kalung itu. Talinya memang pendek sehingga ia agak kesusahan menemukanya.
"Kau tidak bisa melakukan itu," Peringati lelaki itu penuh penekanan.
Tentu Cherly mengabaikan perkataanya dan terus berusaha menemukan penggait dari kalung yang sebelumnya pernah ia lihat itu. Tidak mungkin penggaitnya hilang begitu saja.
Merasa kesal dan frustasi tak kunjung juga menemukanya ia langsung menarik-nariknya dengan kasar. Berharap kalung mengerikan tersebut segera terlepas dari lehernya.
Namun, detik itu juga Cherly tersentak dari tindakannya ketika ia merasa sengatan panas dari kalung itu, dan sensasi panas tersebut dengan cepat merambati seluruh tubuhnya lalu mulai menusuk-nusuk setiap inci dari bagian tubuhnya.
Ia bergerak mundur sembari menahan sakit dengan mata yang membelak ketakutan. Sensasi tersebut secara bersamaan menggulir kesana kemari seakan bekerja keras membakar tiap sel-sel di dalam tubuhnya. Cherly tidak tahan lagi dan ia memekik kesakitan. Ia berpegangan di dinding belakangnya. Namun ia malah tergilincir dan terduduk di lantai. Kini ia hanya bisa meraung kesakitan dengan air matanya yang berlinang. Berharap rasa sakit yang di berikan oleh kalung tersebut berhenti menyiksanya.
Namun, seakan tidak berhenti kini perkataan maupun penggerakan dari pria itu malah menjadi sebuah dentingan keras yang memeka telinganya.
Meskipun ia sudah menutup telinganya dengan kedua tangannya dentingan tersebut tidak juga menghilang. Dan itu membuat kepala Cherly serasa ingin meledak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shadow Island (Hiatus)
FantasyCherly Agleria tak pernah menyangka bahwa sebuah kalung berbentuk unik yang tidak sengaja ia temukan di toilet sekolah, akan mengantarkannya pada situasi yang amat sulit. Secara tak terduga ia terjebak dalam sebuah pulau misterius yang membuatnya ma...