24. Penasaran

107 9 0
                                    

3 hari berlalu. Setelah beberapa hari berada di dalam rumah sakit, itu membuat hubungan Audy, Davi, Dirga, juga Amora, semakin dekat.

Sekarang Audy Sudah bisa berbaur dengan teman-teman yang lainnya di sekolah.

Kring... Kring... Kring...

Bel masuk, telah berbunyi. Menandakan semua siswa dan siswi sudah berada di depan kelas mereka masing-masing.

Tapi ini berbeda dengan Audy, Davi, Dirga, juga Amora. Keempat remaja ini malah bersantai dengan nongkrong di rofftop.

"Kita bakal mulai kapan?" tanya Audy.

"Sekarang, Dy." jawab Amora.

"Lo serius Mor?" pasti Dirga.

Perlahan Amora menghembuskan nafas beratnya, kemudian melepaskan kacamata yang masih setia berada di matanya tersebut.

"Waktu gue nggak dikit. Bulan depan gue harus pindah. Ke LA."

"What!" kaget semuanya.

"Lo mau ninggalin kita Mor?" uajr Audy.

"Gue harus nemenin nyokap gue. Dia sekarang di rawat di rumah sakit jiwa yang di sana. Itu semua, gara-gara bokap Elena."

Mendengar penjelasan dari Amora, mereka hanya diam, dan tak mau lagi bertanya lebih. Mereka tahu, Amora sangat terpukul, hanya saja, ia berusaha untuk tetap kuat, dan terlihat baik-baik saja.

"Hm. Ya sudah. Ayo, sekarang kita cari keberadaan bokap Elena." ujar Davi.

"Ayo."

Setelah sepakat, semuanya turun dari rofftop dan langsung ke halaman belakang sekolah. Karena pagar sudah di tutup, terpaksa mereka akan melakukan kenakalan sedikit dengan menaiki pagar belakang sekolah.

"Ayo, giliran Lo, Ga."

Davi mengerutkan keningnya menatap Dirga yang menatap pagar itu dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Woy! Ga!"

"Eh, kenapa?"

"Giliran Lo, bego."

Dirga hanya mengangguk, kemudian ia menaiki tangga sederhana, terbuat dari kayu, yang telah di sediakan oleh Davi dari awal.

🌼🌼🌼

Di sebelah cafe kopi yang sangat ramai, keempat remaja itu duduk sambil bersenda gurau bersama. Beberapa menit kemudian, 2 buah cappuccino dan 2 buah matcha telah berada di meja mereka.


"Lo suka cappuccino juga, Dy?" tanya Dirga.

"Hmmm... Bangettt!" jawabnya sembari menikmati cappuccino miliknya itu.

Sembari tersenyum tipis, Dirga menatap Audy terus menerus, membuat Davi menepuk pundak Dirga sedikit keras dan membuat sang empu terkejut.

"Jangan natap adek gue, gitu."

"Ih. Garang amat sih, bos."

"Bodo."

Tak ambil pusing, mereka kembali menikmati minuman mereka masing-masing,  yang telah datang sedari tadi.

Beberapa menit menikmati minuman, Audy kini fokus pada kerumunan orang-orang yang berada di depan cafe. Ia melihat ada sosok yang tak familiar buatnya.

"Lo kenapa, Dy?" tanya Amora, sembari melihat ke arah pandang Audy.

"Itu bukannya Albar, yah?"

"Albar? Lo kenal Albar?" tanya balik Dirga.

Audy sontak terdiam. Ia tak tahu harus menjawab apa. Pasalnya, ia memang mengenali pria itu.

"Ah, e-enggak. Cuman tahu dari anak kelas, aja."

Mereka mengerutkan kening masing-masing, saat melihat gerak gerik Audy yang gugup seperti itu.

"Eh, itu loh, bantuin... Albar di pukul!"

Sontak dengan refleks Audy berlari keluar cafe dan diikuti oleh Dirga, Davi, juga Amora. Audy dengan berani, membela kerumunan orang-orang dan menarik Albar dari kerumunan tersebut.


"Al. Lo nggak kenapa-kenapa kan? Mana? Mana yang luka?"

Semua orang di sana terheran-heran dengan sikap Audy, terutama Albar.

"Lo... Siapa?"

Deg!

Dengan cepat Audy melepaskan genggaman tangannya, dari Albar.

"So-sorry... Tadi gue tau nama Lo, dari Amora. Iya ... Amora. Gue... Nggak tega, liat Lo di kroyok."

Berbeda dengan Audy yang merasa baik-baik saja dengan kebohongannya itu, Amora kini membelalakkan matanya menatap tak percaya kepada temannya itu.

"Siapa yang di kroyok?"

"Lah, tadi mereka mukulin Lo, kan?"

"Hey. Tadi itu gue syuting. Noh, liat. Gara-gara elu, semuanya berantakan."

Perlahan keempat remaja itu menatap sekitar, dan benar saja, mereka kini menjadi pusat perhatian orang-orang yang ada di sana.

"Eh, so-sorry, Al. G-gue nggak bermaksud-"

"Ini siapa?"

Belum sempat Audy meminta maaf, Albar langsung menanyakan siapa sebenarnya Audy kepada Dirga.

"Audy." jawab singkat Dirga.

"Maaf. Gue nggak kenal Lo. Tapi... Dari sikap Lo tadi... Mengingatkan gue sama seseorang."

"Tasya?" tanya Dirga.

"Hm. Tasya. Lo, persis Tasya."

"Iya Al. Gue awalnya mikir gitu juga."

"Ah, Tasya Mulu, gue bukan Tasya, Gyus..."

"Siapa bilang Lo Tasya?" tanya balik Dirga dan Albar, membuat Audy diam.

"Ck. Ini apa-apaan coba. Udah... Ayok Dy. Kita nggak punya banyak waktu, udah mau siang," ujar Amora.

Audy hanya mengangguk dan kemudian mengikuti Amora dari belakang untuk kembali ke cafe dan membayar minuman mereka.

"Sorry bro. Adik gue emang gitu," ucap Davi, sembari menepuk pundak Albar.

"Adik Lo?"

"Hm."

"Gue baru tau."

"Hm. Ya udah. Gue sama Dirga ada urusan penting. Kita cabut duluan yah, yok Ga."

"Iya."

Albar hanya menatap kepergian Davi dan Dirga dengan wajah yang sulit di artikan.

"Gue bakal cari tau tentang Lo, Audy." batin Albar.

Selasa, 21 Desember 2021
Sannah Aurora
24

Secret Mask (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang