21. Lepaskan

833 70 18
                                    

21.

Dalam pelukannya, Bruno terus menggerakkan kepalanya pelan. Seolah menenangkan Albus yang baru saja menerima ramuan rutinnya. Tidak ada perlawanan maupun teriakan. Albus yang kini benar-benar tidak mampu apa-apa. Hanya berbaring dan pasrah akan apapun.

Hari-harinya cukup duduk bersandar tenang di sofa, kursi roda, ataupun ranjang. Menerima tolong ketika ada yang mendekatinya. Salah satunya Lily. Dengan kemampuan legillimennya, Lily sedikit banyak berperan dalam menjadi perantara Albus jika ingin meminta sesuatu.

Kemampuan yang dimiliki Lily adalah tipe pembaca pikiran yang cukup unik. Tanpa dipelajari seperti mereka yang menguasainya dengan mantera. Lily masuk dalam kemampuan alami. Meski dirinya masih memerlukan perantara ketika ingin membaca pikiran seseorang. Ia tidak mampu secara berjarak. Lily akan menyentuh tubuh objeknya dan akan spontan mendengar apa yang ada dalam pikiran objek tersebut.

"Kau yakin?" tanya Lily saat datang untuk ke delapan kalinya sejak pagi.

"Aku tidak apa-apa. Lanjutkan saja berkemasmu." Ujar Albus dalam hati.

Esok Lily akan masuk di tahun pertamanya. James pun demikian akan kembali. Ginny dan Harry ikut berlalu lalang membantu keperluan Lily yang belum rampung.

Hanya dengan Brunolah ia kini tidak sendiri. Hampir satu tahun setelah tragedi ia sesak napas di kamar mandi, membuat kondisi tubuh Albus semakin lama semakin turun. Badannya kurus dan kulitnya memucat. Bahkan satu-persatu kemampuan fisiknya sempurna mati. Berkat perawatan yang luar biasa baiknya, nyawa Albus masih bisa tertolong. Ginny yang paling keras mengusahkan segala pengobatan yang bisa Albus terima. Mantera, ramuan, hingga terapi fisik Ginny pilihkan untuk Albus lakukan. Meski lelah, Albus sangat sulit untuk menolak. Karena setiap Ginny menangis di hadapannya, Albus tidak mampu berbuat lebih. Ia menuruti semua kemauan Ibunya.

Ginny melakukan itu semua sebab hati kecilnya terus mengatakan.. Ia tidak rela melihat putranya mati.

"Kalau lelah, kita masuk ke kamar, ya?"

Ginny membantu melipat selimut yang Albus pakai. Bruno cepat-cepat turun. Dari pangkuan Albus dan memilih duduk di bawah. Tepat di sisi tuannya.

Hanya gelengan kepala singkat Albus ungkapkan. Ginny berusaha melihat pergerakan bibir Albus.

"Aku masih mau lihat Lily." Itu yang dimengerti Ginny.

"Tapi sudah semakin sore, Al. Sebentar lagi kita mandi, ya. Mummy mau menata seragam Lily dulu."

Albus mengangguk lemas. Kembali memperhatikan kesibukan orangtua dan adiknya. Sementara James, muncul dari arah halaman belakang dengan membawa ponselnya.

James mengambil posisi duduk di sebelah Albus. Teriakan Ginny dan perintah Harry yang memintanya mengemasih koper hanya disambut helaan napas dan gerutuan kecil.

Sejenak kemudian, James menghadap Albus. Menaikkan kakinya lebih nyaman dengan sang adik.

Albus hanya membalas dengan tatapan penuh tanya.

"Berat sekali rasanya pergi September ini. Aku ingin di rumah saja, Al."

Albus menatapnya sedih. Ia tahu, kakaknya baru saj mendapat sapu terbang baru dari ayahnya. Ini adalah kesempatan James memakainya nanti saat jam pelajaran sapu terbang.

"Entahlah. Aku merasa ingin terus di sini. Malas berangkat."

James menyalakan layar ponselnya. Sudah semakin sore tapi satupun barangnya belum ia persiapkan. "Sebentar," James membuka menu kamera di ponselnya. Menyalakan kamera depan dan mengarahkan ke dirinya dan juga Albus.

EphemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang