Biar puas. Langsung update maraton aja. Bagaimana? Setuju?
Happy reading!
======
Dari the Burrow, Albus pergi bersama Neville, sang ayah baptis yang kini juga menjadi profesornya, serta Madam Pomfrey yang khusus diminta datang. Yang ternyata.. mendapat mandat khusus dari Harry agar memantau kesehatan Albus selama perjalanan ke Hogwarts.
"Daddy?" ungkap Albus terkejut.
Neville mengangguk. Sementara Madam Pomfrey sedang melakukan pemeriksaan mantera dengan tongkatnya pada tangan Albus. "Kami tidak bisa berbuat apa-apa kalau tidak ada persetujuan dari orangtuamu, Albus." Tutur Neville.
Tujuh hari yang diberikan adalah kesempatan berharga. Kalau memang itu yang terjadi, Albus akan menerimanya. "Tapi, Dad sama sekali tidak mengantarku berangkat. Aku pikir, Daddy... kecewa padaku." Sorot mata Albus terus memandang ke arah luar jendela.
"Beliau menyayangimu, Mr. Potter." Madam Pomfrey menambahi, "Beliau hanya terlalu kaku mengakuinya."
Mereka hanya terus berusaha meyakinkan Albus. Ini perjalanan pertamanya untuk pergi jauh dari rumah. Lepas dari segala macam perkara medis dan ramuan yang selama ini terus bersamanya. Oleh sebab itulah, suasana yang kondusif dan psikis Albus pelan-pelan akan dijaga.
"Aku mengenal Harry sejak kami masih kecil. Begitu juga dengan Ginny. Aku yakin mereka adalah orangtua yang baik. Mereka akan melakukan apa saja pada orang-orang yang membutuhkan bantuan. Apalagi untuk anaknya sendiri. Mereka akan melakukan apapun agar anak-anaknya bahagia. Agar kamu bahagia. Sekalipun harus menekan ego mereka."
Albus hanya harus membuktikan, jika pilihannya untuk tetap pergi ke Hogwarts memang yang paling tepat. Hanya seminggu, pikirnya. Albus pasti bisa. Meski harus ia turuti beberapa peraturan bahkan sebelum ia resmi masuk ke kastil.
Saat berangkat, Albus harus didampingi oleh salah seorang Profesor dan salah satu ahli medis. Kompartemen yang ia tempati harus terpisah dari gerbong lain. Setiap satu jam, ia juga akan diperiksa kesehatannya.
"Aku ingin ke toilet." Tiba-tiba Albus bersuara.
Atas alasan keamanan, Albus akhirnya diantar oleh Neville menuju toilet kereta. Letaknya agak jauh sehingga memang sudah sangat tepat jika Neville ikut mengantar. Saat Albus selesai di dalam toilet, tidak sengaja seseorang tengah berdiri di depan pintu.
"Sorry," pekik Albus. Tongkatnya hampir sekali menekan kaki anak di hadapannya.
"Aku tak apa-apa. Maaf, ya. Aku mengejar Trolly Witch." Kata seorang gadis dengan jaket merahnya, "Kau melihatnya?" tanyanya lagi.
Bukannya menjawab, Albus hanya terpaku menatap wajah manis gadis itu. Rambutnya coklat sepundak dengan hidung dan mata kecil. "Kau lihat dia di mana?" tanya gadis itu lagi.
"Em," Albus tersentak, "aku tak tahu. Maaf."
Setelah mengucap terima kasih, gadis berjaket merah tadi pamit untuk pergi. Namun kontak mata Albus serasa enggan untuk lepas. Sampai suara Neville muncul.
"Albus. Ayo, kembali." panggilnya tanpa ada respon.
"Al-" Neville memanggil sekali lagi.
"Ya," jawab Albus. Mereka pun akhirnya kembali ke kompartemen.
Madam Pomfrey yang seorang diri mencecar pertanyaan kepada Albus karena tak kunjung kembali. "Baru jalan-jalan, ya? Bagaimana.. Hogwarts Express bagus, kan?" tanya Madam Pomfrey sambil tersenyum manis di wajah keriputnya.
"Benar," pikiran Albus kembali membayangkan apa yang ia lihat. Gadis itu. "Cantik sekali." Jawabnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Ephemeral
FanfictionMasa depan Albus Potter hancur. Ia disebut gila setelah mampu bertahan dari siksa mantera yang bisa membunuhnya di usia muda. Semua orang memandang hidupnya tak berguna. Kecuali Scorpius Malfoy, datang sebagai sahabat meski katanya... mereka tak lay...