5.
Seorang pria berjubah mendekatinya. Datang dari balik pohon dengan tatapan tajam. Senyuman di wajahnya memang ada, hanya saja itu dingin sekali. Raut mukanya tidak menunjukkan bahwa ia memiliki pribadi yang bersahabat. Auranya bahkan tidak baik. Albus lihat di sekelilingnya sepi. Mereka semua sedang berkumpul pada sudut lain. Begitu juga ayahnya. Sedangkan ia hanya sendiri untuk melepas bosan dengan melihat kaktus-kaktus kecil yang di tanam di sana. Menarik bagi Albus, tapi ia tak yakin pria itu juga tertarik dengan kaktus kecil itu seperti dirinya.
Sampai pria itu semakin dekat. Mengeluarkan sebuah tongkat lantas berkata, "kau anak si Potter, huh? Nikmati apa yang telah diperbuat ayahmu pada kelompok kami-Crucio!"
**
"No.. pergi! Pergi! Daddy-Da-no!"
"Albus, Albus! Bangun, nak!"
"Jangan-"
"Hey, it's OK. Tenangkan dirimu. Bangun, sayang! Albus, ini Mummy, sayang!"
Dan sesaat kemudian, teriakan ketakutan itu pun berganti dengan suara sesak yang dengan perlahan menyadarkan Albus dari mimpinya. Matanya terbuka lantas baru ia sadari itu semua hanya mimpi. Ketakutan yang selama bertahun-tahun ia rasakan sendiri. Hingga puncaknya, pagi ini ia kembali merasakan ketakutan itu lagi. Begitu jelas dan sakit yang sama kembali terasa. Dada Albus sontak nyeri. Seperti mantera itu kembali ia terima.
Albus tidak bisa berkata banyak saat rasa sakit itu mulai menguasai area dada dan ulu hatinya. Nyeri hingga udara tak mampu untuk sekali saja ia hirup. Dengan segera Harry memanggil bantuan medis sihir dengan mengacungkan tongkatnya pada salah satu lubang sihir berukuran kecil di belakang ranjang Albus.
Tidak lama kemudian, dua orang healer pria datang dan dengan cepat memberikan tambahan mantera pada sekujur badan Albus.
"Tolong genggam masing-masing telapak tangannya,sir. Anda juga, Mam, bantu putra anda mengatur napasnya pelan-pelan." Pinta sang healer jaga. Ia dan rekannya masih saling membantu memadukan beberapa mantera medis.
Hanya sekitar sepuluh menit hingga Albus tenang, pertolongan mantera itu selesai. Albus kembali di rebahkan dengan nyaman pada posisi sandaran kepala sedikit dinaikan. "Hanya syok," ujar Antonio, healer berambut coklat itu.
"Usahakan agar segera mengatur napas ketika mengalami hal seperti ini lagi. Dan beristirahat sejenak sekitar dua puluh menit sebelum kembali beraktifitas." Lanjutnya.
"Oh, Merlin. Terima kasih atas bantuannya." Kata Harry merasakan kelegaan sebab Albus tak mengalami masalah serius. Tidak lama kemudian, ujung kemeja Harry terasa di tarik pelan. Albus memanggilnya.
Tidak ada kata-kata yang bisa diucapkan oleh Albus. Matanya menyipit dan menggerakkan kepalanya pelan berusaha mengingatkan sesuatu. Harry paham apa maksudnya. Ada penolakan dari Harry, sebenarnya ia sendiri tidak mau mengungkit masalah itu. Tapi keinginan Albus sudah sangat besar.
"Dan.. em sorry-bagaimana dengan kepulangan Albus hari ini?" tanya Harry sembari melihat ke arah Ginny yang memberinya anggukan pelan. Albus berganti memberi isyarat permohonan pada ibunya kali ini.
Antonio sesekali mengecek papan data yang ada di tangan sang asisten. Meminta untuk memeriksa sesuatu dengan seksama. Beberapa kali ia mengangguk sebelum menjawab, "dari data kesehatan terakhirnya, Madam Judy sudah memberi ijin untuk kepulangan hari ini. Tapi, kami mohon maaf, sir. Mungkin setelah ini perlu dilakukan pengecekan ulang tentang kondisi Albus dari hasil pemeriksaan kami ini. Mungkin akan ada pengarahan tambahan dan keputusannya akan disampaikan langsung oleh Madam Judy. Begitu, sir. Ada yang bisa kami bantu lagi-"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ephemeral
FanfictionMasa depan Albus Potter hancur. Ia disebut gila setelah mampu bertahan dari siksa mantera yang bisa membunuhnya di usia muda. Semua orang memandang hidupnya tak berguna. Kecuali Scorpius Malfoy, datang sebagai sahabat meski katanya... mereka tak lay...