15. Menyerah

385 45 2
                                    

Hi, muncul siang-siang. Mau gangguin yang lagi PAS. Hehehe semangat, ya. Moga nilainya bagus.

Yuk, kita lanjut.

Happy reading!

==========

Sesuatu yang tidak nyaman terasa mengganggu di perut Ginny. Kencang seperti kram. Rasanya hingga tembus ke bagian pinggangnya. Menjalar hingga ke ulu hati. Sejenak ia perhatikan pria yang kini tertidur di sisinya. Kehidupan mereka sedang ada pada masa-masa diuji. Terlalu banyak masalah hingga perkara untuk terlelap saja mereka sulit.

Apalagi untuk hari ini. Pikiran Ginny dan Harry kembali dibebani dengan kabar yang datang pagi tadi tentang kondisi Albus di sekolah. Harry bahkan tak bisa bekerja dan memutuskan pulang lebih cepat. Memilih menyendiri di ruang kerjanya hingga larut menunggu kantuk tiba. Meski nyatanya itu sulit.

Maka dari itulah Ginny berusaha untuk tidak mengganggu tidur Harry. Masih sama seperti malam-malam biasanya. Rasa sakit itu tetap ia rasakan seorang diri. Bukan waktunya untuk menambah beban, batin Ginny. Kehamilan keempatnya ini jauh lebih sulit dari tiga sebelumnya.

Enam hari sudah putranya berusaha keras di Hogwart dengan keterbatasannya. Sampai Professor McGonagall memberi kabar tentang perkembangan Albus. Banyak hal terjadi mulai Albus tidak mengikuti kelas, terluka tanpa tahu sebabnya, mendapat perlakuan tidak baik karena siswa lain merasa dirugikan atas Albus. Dan masalah lain yang membuat Harry sempat naik darah.

"Gin-"

Ginny menahan suara desahan napasnya yang memburu akibat rasa sakit itu. Harry terbangun. "Ada apa?" tanya Harry. Matanya terbuka. Tanpa kacamata membuatnya pusing. Apalagi kamar mereka sedang gelap.

"Tidak apa-apa, Harry. Hanya-" Ginny terdiam seketika saat pijatan pelan Harry ia rasakan di pinggulnya. Harry tahu tentang penderitaannya. Pijatan yang sama dengan yang sering Harry lakukan setiap ia mengeluh sakit ketika hamil dulu.

"Kita periksa. Besok aku antar ke St. Mungo." Harry memperbaiki posisi berbaringnya agar lebih leluasa memijat. "Aku beberapa kali melihatmu kesakitan, Gin. Aku takut terjadi apa-apa." Keluhnya.

"Jangan," Ginny tak mau, "akan jadi berita besar kalau penyihir-penyihir di luar sana melihat kita berdua masuk ke ward kandungan." Kata-kata Ginny langsung menyadarkan Harry.

Akhirnya Harry memikirkan itu. Mereka masih merahasiakannya pada publik. Hanya keluarga dan beberapa sahabat yang mengetahuinya. "Aku tak peduli. Kalau kau keberatan, kita bisa coba di rumah sakit London." Kata Harry meski tangannya tak berhenti memijat. "Aku tak peduli semua orang akan tahu tentang kehamilanmu. Kita tidak bisa menyembunyikan ini selamanya, Gin." Tambahnya.

"Tapi Albus-"

"Albus akan senang dengan berita ini jika ia tahu. Dan semoga kondisinya akan semakin baik."

Harry rengkuh tubuh Ginny. Membisikkan kata-kata penenang sebisanya. Mengecup dahi wanita itu beberapa kali. Mengusapnya menyalurkan rasa hangat. "Masih ada waktu. Kamu tenanglah. Aku akan terus memantau Albus untukmu. Untuk kita." Kata Harry begitu yakin.

***

Hasil tes Albus untuk kelas manteranya sangat buruk. Apalagi untuk praktik. Albus beberapa kali gagal dalam mencoba mantera-mantera sederhana yang diajarkan. Belum lagi untuk tes tertulis. Hancur dengan nilai sangat amat rendah.

"Mungkin kalau para profesor di sini tidak kenal Ayahmu, perkamenmu itu bisa jadi tidak ada angka yang tertulis sama sekali, Potter Squib."

Sekumpulan siswa Slytherin lain yang kebetulan lewat di samping Albus mengoloknya. "Ternyata kata adikku benar. Kau tak sehebat yang pernah dilakukan ayahmu. Menaikkan sapu saja tidak bisa apalagi merapal mantera. Itu masuk akal sekali." Oloknya.

EphemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang