6.
Suara deru mesin mobil semakin jelas dari arah ruang tamu rumah keluarga Potter. Sore ini Albus ditemani Lily mulai belajar membaca. Buku-buku bergambar milik Albus semasa kecil dulu dijadikan Lily sebagai media mengajar sang kakak membaca. Sudah hampir tiga hari sudah Lily membantu Albus untuk melatih kemampuan membaca kakaknya. Salah satu penyemangat Albus untuk semua itu adalah surat-surat dari Scorpius.
"Dad sepertinya sudah pulang." Lily melihat ke arah jendela untuk memastikan kebenaran dugaannya.
"Yeah, sayang sekali kita tidak bisa membalas surat ini sekarang," cepat-cepat Lily memasukkan lipatan perkamen di tangannya ke dalam saku blaser-rajut-buatan-Molly yang kini dikenakan Albus, "Scorpius pasti sudah paham kalau kita selalu membalas suratnya tiap malam, bukan." Ungkap Lily sembari tidak lupa merapikan alat tulis di atas meja.
"Hm, mungkin kapan-kapan saja kita membalasnya lebih awal. Terkadang aku kasihan dia harus menunggu surat dari kita hingga larut malam. Semuanya karena aku tidak sepintar kamu, Lils-"
Raut wajah Albus berubah sendu. Ia kecewa dengan dirinya sendiri yang harus diam-diam menulis balasan surat untuk Scorpius setiap malam. Usaha Lily akan dimulai ketika malam hari. Lily akan menyelinap ke kamar Albus di antara jam sepuluh hingga sebelas malam-di saat semua orang dipastikan telah tertidur. Sebab, di jam-jam itulah, Auriga, burung milik Scorpius akan datang ke kamar Albus untuk menunggu surat balasan siap di sampaikan. Albus tidak mempunyai burung hantu sendiri. Alhasil melalui diskusi surat, Scorpius menyetujui jika Auriga yang ditugaskannya untuk menjemput surat balasan itu.
Setiap malam, Lily dan Albus akan membaca surat kiriman Scorpius bersama. Kemudian dengan bantuan Lily, Albus akan dibimbing menulis balasannya dengan tangannya sendiri. Albus belum bisa untuk membaca dan menulis secepat Lily. Sehingga ketika membalas surat Scorpius akan mengandalkan Lily sebagai guru. Biasanya Lily akan coba menuliskannya terlebih dulu di kertas kemudian Albus akan menyalinnya untuk lebih cepat. Mereka harus cepat sebelum ayah atau ibunya mengetahui kebiasaan mereka setiap malam.
Tidak ada yang tahu tentang hubungan perteman Albus dengan Scorpius Malfoy.
"Kamu bicara apa, Al. Hey, dengarkan aku. Kamu sudah berusaha sebaik mungkin. Belajar membaca dan menulis tidak bisa langsung cepat. Butuh waktu. Dan satu lagi.. aku hanya membantu. Semua ini kamu yang mengerjakan. Bukan begitu?" kata Lily dengan senyuman mengembang. Lily jauh terlihat cantik dan mirip Ginny, begitu pendapat Albus.
Di hadapan adiknya Albus mengangguk paham. Ia sudah berusaha keras untuk semua itu. "Lebih cepat kau mengajariku, lebih cepat pula aku bisa membalas surat-surat dari Scorpius dengan usahaku sendiri. Benar-benar sendirian." Tekat Albus.
"I'm home! Hai-"
"Selamat datang, Daddy."
Lily terlebih dulu memeluk ayahnya yang baru masuk. Hari ini Harry berangkat ke tempat bekerjanya dengan mobil, tidak dengan perapian di rumah seperti biasa. Mobilnya diparkirkan di area parkir dekat stasiun bawah tanah. Tujuannya bukan untuk naik kereta, melainkan masuk ke salah satu gedung untuk melewati jalur toilet menuju Kementerian. Sebenarnya Harry memiliki akses khusus dari Kementerian untuk pimpinan departemen seperti dirinya. Tanpa mengantre seperti melewati jalur toilet berjorok-jorok ria bersama para pegawai Kementerian dari segala departemen. Namun itu terlalu jauh karena harus menaiki kereta menuju stasiun lain. Harry pun tidak masalah melewati jalur mana saja. Toh ia memang jarang berangkat dengan cara itu.
Jika sudah memilih cara itu, Harry akan punya tujuan lain selain berangkat bekerja. Kali ini tujuan lainnya adalah untuk membeli sesuatu.
"Kamu membantu Albus belajar membaca lagi, sayang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ephemeral
FanfictionMasa depan Albus Potter hancur. Ia disebut gila setelah mampu bertahan dari siksa mantera yang bisa membunuhnya di usia muda. Semua orang memandang hidupnya tak berguna. Kecuali Scorpius Malfoy, datang sebagai sahabat meski katanya... mereka tak lay...