4. Pertemuan

595 70 8
                                    

4.

Kalau tidak salah melihatnya, Scorpius Malfoy, tahu jika anak yang lewat tadi adalah putra dari Harry Potter. Pahlawan sihir Inggris yang sering ia baca di perpustakaan rumahnya. Ia benar-benar yakin setelah iring-iringan brangkar pasien dengan anak laki-laki yang terbaring di sana itu- didorong menjauh dan menghilang di tikungan lorong menuju di jalur-lintas-lantai St. Mungo. Satu-satunya jalur spesial yang akan menghubungkan ke lantai 4, tempat ruangan-ruangan kelas unggul. Ia sendiri baru keluar dari sana. Sekilas memang tidak aneh bagi Scorpius. Namun seingatnya, sosok Albus Severus yang kerap digosipkan gila itu berbeda dengan yang ia temui tadi.

"Dia tampak sehat, meski pucat. Kasihan, kenapa dia dibilang gila?" Ungkapnya prihatin.

Dari pertemuan singkat itu, akhirnya suatu ide yang tidak pernah terpikirkan oleh Scorpius tiba-tiba saja terlintas di kepalanya. Ia penasaran dengan bagaimana banyak penyihir di luar sana menyebut anak itu gila. Dari beberapa artikel dan pembahasan tentang Albus Severus di banyak surat kabar sihir, Scorpius dapat menarik kesimpulan sederhana jika Albus sebenarnya tidak gila.

"Merlin, Scorpius. Ternyata kamu di sini?"

Seorang pria dewasa dengan rambut pirang yang sama terdengar khawatir memanggil dari arah yang berlawanan. Di tangannya sebuah kantong kertas berlogo salah satu kedai di area kafetaria St. Mungo ia jinjing tinggi agar Scorpius dapat melihatnya dengan jelas. Pesanan makanannya sudah dibelikan.

"Daddy sudah bilang, kan, kalau tunggu di kamar Mum. Biar Dad yang carikan makan malam untuk kita. Ada banyak penyihir di sini. Lalu Mummy sekarang bagaimana? Sendirian?"

Draco Malfoy, kerap kali dibuat sebal dengan kelakuan putra sematawayangnya. Scorpius kerap kali bertindak di luar pengawasannya. Dunia sihir bagi Draco-dan keluarga Malfoy tidak sebersahabat ketika pada masanya. Sekarang, meski dunia sihir Inggris jauh lebih damai, namun tidak dengan Malfoy dan semua keturunannya. Semua penyihir akan memandang sebelah mata keluarga mantan Pelahap Maut itu. Tidak ada kesan baik meski kini-Draco berusaha keras untuk memperbaiki masa lalu kelamnya. Bersama Scorpius, dunia yang baru itu adalah dunianya kini. Putranya berhak hidup dengan kedamaian tanpa ada pembenci seperi hidupnya.

Draco merendahkan posisi badannya agar sejajar dengan tinggi Scorpius. Putranya tampak menyesal dengan perbuatannya meninggalkan sang ibu sendiri di ruang rawat. Draco pun merasa dirinya sudah bersikap berlebihan pada Scorpius.

Dengan pelan ia belai rambut putra kebanggaannya itu lantas berkata, "maafkan Daddy, Scorp. Kamu harus paham bagaimana posisi Dad sekarang. Mummy sakit dan semua penyihir memandang kita-"

"Aku tak peduli itu." Scorpius menangkup kedua sisi wajah Draco dengan pandangan penuh harap. Ia ingin mengungkapkan rasa kesendiriannya selama ini.

"Scorpius-"

"Daddy sudah berubah. Daddy orang baik. Mummy orang baik. Aku juga tidak nakal. Aku-aku hanya," pandangan Scorpius beralih ke arah jalur-lintas-lantai. Iring-iringan pengantar Albus sudah menghilang di sana. Ia terlambat untuk ikut. Rencananya untuk mencari ruang rawat Albus akan sedikit sulit nanti. Tapi setidaknya, ia akan cukup dimudahkan sebab ibunya juga sedang di rawat pada area lantai empat.

Scorpius merasakan jika Albus sedang merasakan kondisi yang sama. Tanpa teman, dan ia harus bisa menjadikannya teman.

"Aku hanya ingin punya teman. Aku tidak mau sendirian, Daddy."

"Oh, kemarilah, Scorp."

***

Jendela kamar rawat Albus diketuk-ketuk oleh paruh seekor burung hantu berwarna abu-abu. Namanya Rowman. Burung hantu milik James. Tugas pertamanya tersampaikan dengan baik malam ini. Ia datang dengan surat terikat di kakinya.

EphemeralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang