"Jangan dilepas. Aku mau berdiri," Albus memohon James untuk tetap memegang kursi rodanya. Di dalam lubang perapian, Lily telah siap lebih dulu. Harry pun segera memerintah istrinya ikut bersama Lily. Namun James meminta jika Albus saja untuk ikut masuk lebih dulu.
Harry segera memindahkan guci berisi tanaman untuk dijauhkan dari bibir perapian. Membiarkan ruang cukup untuk Albus bisa berdiri. "Bisa?" tanyanya. Meski khawatir, Harry coba membebaskan Albus agar mampu berdiri dengan dua kakinya.
Berhari-hari Albus mencoba kekuatan kakinya. Berjalan di pinggiran rumah dengan bermodal dinding. Jika lelah ia akan duduk di manapun kakinya berhenti. Untung jika dekat dengan kursi, Albus lebih banyak ditemukan terduduk di lantai hingga membuat keluarganya terkadang panik.
"Pakai kursi roda saja, Al. Diagon Alley banyak orang." Saran James di belakang tubuh Albus. Mendengar itu Albus sedikit goyah untuk berusaha terus berdiri. Ia melihat ke arah James.
"Sorry. Bu-bukan begitu. Maksudku-" James takut Albus tersinggung. "Kau bisa tertabrak penyihir-penyihir di sana. Kau bisa terluka. Kalau kau di kursi roda, kami bisa-"
"OK. Kau benar. Aku-duduk saja. Mohon bantuannya."
Harry dan Ginny saling berhadapan. Tidak ada perselisihan lanjutan. Hubungan kedua putra mereka sudah berubah. Meskipun Ginny tahu jika James kini merasa tidak enak kepada Albus atas perkataannya itu.
"Ini semua demi kebaikanmu, Albus. Kamu tenang saja."
Begitulah pesan Harry. Diagon Alley akan jadi tempat menyenangkan maupun penuh tantangan bagi keluarga kecil Potter. Khususnya dengan adanya Albus. Ini kali pertamanya Albus akan mendatangi tempat keramaian semacam Diagon Alley. Akan banyak sorot mata yang hadir. Sejak malam sebelumnya, baik Harry dan Ginny terus meyakinkan Albus atas keinginannya pergi ke Diagon Alley. Albus ingin membeli sesuatu untuk hadiah natal Scorpius. Saat ia berkunjung kemarin, hanya tulisan selamat natal saja yang ia berikan untuk Scorpius. Bukan sesuatu yang lebih berharga seperti mainan atau pakaian.
Kebetulan pula jika makanan burung hantu di rumah sedang menipis. Dan di salah satu toko di Diagon Alley menjual makanan burung yang beragam dengan harga yang lebih murah.
Sesampainya di sana, sekali lagi Harry mengingatkan jika mereka tidak bisa berlama-lama. Pukul 11 siang nanti mereka harus segera datang ke acara keluarga di Shell Cottage.
"Kita cari makanan buat Nial dan Rowman dulu, ya!" pinta Lily. Ia berpendapat jika lebih baik membeli makanan untuk burung hantu keluarga mereka dan milik James terlebih dulu. Lokasinya lebih dekat dengan posisi mereka saat ini.
Selain Lily, James turut setuju. Dirinya ikut mendukung adiknya dengan alasan Rowman, burung hantunya, butuh makanan burung baru yang bisa membuat bulunya lebih sehat. Namun, di dalam hatinya, ia hanya tidak ingin Albus terlalu lama diajak berkama-lama di jalanan Diagon Alley. Lebih cepat mereka berbelanja, lebih sedikit Albus menjadi bahan tontonan para penyihir di sana.
Bagaimana tidak, sejak Potter sekeluarga menginjakkan kaki mereka di Diagon Alley, semua mata penyihir tidak luput untuk memandang Albus. Tidak hanya dijadikan tontonan, sebagian besar mereka ikut berbisik dan membicarakan Albus sepanjang perjalanan. Beberapa penyihir yang mengenal Harry maupun Ginny sempat sesekali berbincang. Berbasa-basi lalu menyapa ketiga anak itu. Dan yang menjadi bintangnya tentu saja Albus.
Mereka akan mengucapkan kata-kata kepedulian mereka. Menyalami Albus, mengatakan semoga lekas sembuh, lalu pergi dengan saling berbisik. Memandang iba. Di sanalah rasa ketidaksukaan James muncul. Ia melakukan hal yang sama beberapa tahun ini. Tapi akhirnya ia mulai sadar. Tidak ada yang baik untuk diri Albus. Mereka seolah memandang Albus lemah dan James tidak mau itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ephemeral
FanfictionMasa depan Albus Potter hancur. Ia disebut gila setelah mampu bertahan dari siksa mantera yang bisa membunuhnya di usia muda. Semua orang memandang hidupnya tak berguna. Kecuali Scorpius Malfoy, datang sebagai sahabat meski katanya... mereka tak lay...