CEO Sombong VS Sekretaris Patah Hati

9.7K 745 99
                                    

Emily melangkahkan kakinya dengan cepat saat dia mendengar suara-suara yang membuat jantungnya hendak lepas. Dan saat pintu kamar rumahnya terbuka, jantung Emily lepas. Jatuh begitu saja seperti seekor cicak yang jatuh tepat di belakangnya.

John sedang bersama seorang wanita di dalam rumah Emily. Dan mereka bercinta di ranjang yang selalu dipakai Emily tidur. Emily mendadak merasa otaknya lumpuh. Kakinya lemas. Dia sama sekali tidak bisa berpikir.

"Apa yang kalian lakukan di kamarku?!" Dengan mata merah dia berjalan seperti seekor heyna yang tidak sabar.

"Emily, aku bisa menjelaskannya." John berusaha membela diri saat semuanya sudah tertangkap basah. Apa yang perlu dijelaskan kalau dia dan wanita yang tidak asing di mata Emily itu sedang berada di atas ranjang tanpa busana.

"Emily, dengarkan aku!" John dengan wajah paniknya masih berusaha memberi pembelaan pada dirinya sendiri.

Emily menatap wanita yang tidak asing itu sedang mengenakan baju dengan cepat dan gemetar. "Hei, kamu cepat pergi sebelum aku membunuhmu!"

Dia adalah Marina pegawai baru di perusahaan tempat Emily dan John bekerja.

Marina bergegas meninggalkan rumah mungil peninggalan orang tua Emily dengan berlari. Dia terlalu takut pada Emily. Wanita itu seperti mau menerkamnya.

Emily mengepalkan kedua tangannya.

"Ini... tidak seperti yang kamu lihat, Sayang."

"Jadi, ini yang kamu lakukan saat aku meninggalkan rumahku?"

John berlutut di depan Emily. Meraih kedua tangan Emily berharap agar Emily dapat memaafkannya. "Emily, maafkan aku. Maafkan aku, Emily."

Emily bukan tipe wanita yang mudah memaafkan pria yang sudah menyakitinya dan tetap bersama John bukanlah pilihan yang tepat untuk Emily. Pria itu bahkan menumpang di rumahnya. Makan makanan yang dibeli Emily dan hidup nyaman di rumah Emily dengan alasan ingin berhemat agar dia bisa membuat pesta pernikahan yang mewah untuk Emily.

"Bawa barang-barangmu dan pergi dari rumahku!" Kata Emily marah.

"Emily..."

"Cepat pergilah! Aku tidak mau hidup denganmu lagi pria berengsek!"

"Emily...." John mulai menangis.

Mendengar tangisan pura-pura John membuat emosi Emily tak terkendali. Bagaimana mungkin pria itu berpura-pura menangis sambil telanjang. Memangnya saat dia bersenang-senang dengan Marina apakah dia tidak pernah memikirkan Emily.

Emily memukul wajah John hingga pria itu tersungkur. "Cepat pergi sebelum emosiku semakin menjadi-jadi." Kata Emily dengan nada paling mengerikan yang pernah didengar di telinga John.

***

Esoknya, Emily datang ke kantor dengan mata sembab

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Esoknya, Emily datang ke kantor dengan mata sembab. John tentu saja tidak layak ditangisi tapi perasaan hatinya yang masih sakit membuat Emily tak kuasa menahan air mata. Selama ini dia memelihara seorang bajingan di rumahnya selama setahun lebih. Perlakuan Emily pada John sangatlah patut diapresiasi. Mereka tinggal bersama di rumah Emily. Rumah peninggalan orang tuanya.

Emily berpapasan dengan Chief executive officer sekaligus pemilik tunggal perusahaan yang bergerak dibidang keuangan, properti, multimedia dan penerbitan. Alex Winn Richardson. Pria itu memandang sekretarisnya dengan pandangan yang selalu diberikannya pada siapa pun. Pandangan sinis.

"Pagi, Pak." Sapa Emily dengan wajah menunduk sedikit.

Alex sama sekali tidak membalas sapaan Emily. Pria itu bahkan enggan menatap Emily.

"Kalau aku kaya raya aku tidak akan mau bekerja di sini lagi. Melihatku sebagai manusia saja tidak pernah. Apa sih yang dibanggakannya? Semua yang dimilikinya kan hanya beruntung saja lahir di keluarga kaya." Omelnya.

"Langit London sangat cerah. Tidak baik mengomel begitu." Thalia—teman Emily sejak mereka sama-sama kuliah di salah satu universitas terbaik di London muncul secara tib-tiba hingga Emily terkejut.

"Ya ampun, semalaman pasti kamu menangis ya." Thalia ikut sedih dengan kisah cinta mengenaskan Emily.

"Thalia..." Emily memeluk Thalia dan dia menangis dalam pelukan sahabatnya itu.

"Ini memang berat, Emily. Aku yakin kamu bisa melewatinya. John memang pria tidak tahu diri. Aku yakin dia akan menyesal melakukan ini padamu, Emily."

Alex yang melihat adegan berpelukan Emily dan Thalia menggeleng sembari menyunggingkan senyum tipis.

Alex masih dua puluh enam tahun saat dia harus menjadi CEO di perusahaan keluarga. Adiknya Bryan yang berbeda tiga tahun dengannya menyukai kebebasan dan sangat sulit diatur sehingga ayah Alex lebih mempercayakan perusahaan keluarga pada Alex dibandingkan dengan Bryan. Pria itu sudah memimpin Richardson Coorperation selama lima tahun dan selama memimpin perusahaannya nilai saham mereka cenderung naik. Meskipun tampak menyebalkan dengan keangkuhan dan kesombongannya, tapi Alex selalu berhasil memimpin perusahaannya.

Ketampanannya mampu menyihir siapa saja yang melihatnya. Hidung mancung itu seakan menegaskan betapa sempurnanya dia sebagai seorang pria. Rahangnya yang tegas dan matanya yang berwarna biru tajam melengkapi dirinya sebagai putra dari Adam Richardson yang pernah masuk sebagai salah satu pebisnis paling berpengaruh di dunia.

Meskipun Emily adalah sekretarisnya tapi ruangan mereka berbeda. Alex tidak mau berbagi ruangan dengan Emily. Meskipun ruangan mereka hanya berjarak beberapa langkah tapi ini cukup membuat Emily kelelahan saat dia harus bolak-balik untuk urusan pekerjaan.

Alex memasuki ruangan Emily hingga Emily terkejut karena pria itu tampak marah padanya.

"Bodoh! Apa-apaan ini?!" Dia melemparkan berkas berisi surat perjanjian perusahaan dengan salah satu perusahaan investasi.

"Ke-kenapa, Pak?"

"Kamu salah menuliskan nama perusahaan investasi itu. Ulangi dan baca ulang sampai sepuluh kali setelah benar baru kamu berikan kepada saya." Alex membenarkan jas abu-abunya.

Emily membaca berkas itu dan menyesali ketelodorannya. "Maaf, Pak. Akan saya perbaiki."

"Kalau kamu salah lagi, silakan keluar dari kantor saya."

Emily menelan ludah. Dia menatap mata biru pria itu.

"Oh ya, saya tidak suka melihat wajah pucatmu itu. Wajah itu seperti hantu yang berkeliaran di kantor saya. Jangan jadikan kisah cintamu sebagai alasan kamu bermalas-malasan dalam bekerja." Alex mendekati Emily. Dia mendekatkan wajahnya di telinga Emily . "Saya tidak bisa menoleransi kebodohanmu dalam urusan percintaan." katanya pedas.

Tangan Emily terkepal. Dia ingin sekali menonjok pria di depannya itu. Tapi... dia akan mendapat masalah besar. Bisa-bisa dia dikeluarkan dan dipenjara karena melakukan tindakan kriminal.

Emily hanya bisa menelan dengan pahit kata-kata Alex.

***
Baru chapter awal nih, semoga suka ya ^^ Jangan lupa vote dan komentarnya biar cepet di-update ☺️

My Boss My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang