(47) - Pelajaran Hidup

104 14 0
                                    

Chris memberikan buket bunga mawar merah sebagai tanda cinta dan keromantisannya pada Thalia. Selama ini dia memang mudah menyukai wanita mana pun termasuk Emily tapi itu hanya rasa suka biasa. Tidak spesial. Tidak seperti rasa sukanya pada Thalia. Rasa suka spesial yang mengarah pada cinta. Dan dia ingin berkomitmen pada wanita yang mengenakan atasan putih dan rok panjang selutut berwarna abu tua itu.

Thalia tersenyum pada Chris. "Untukku?" tanyanya dengan hati yang berbunga.

"Iyalah. Kamu pikir aku beli mawar merah untuk ibumu." Chris membalas dengan wajah serius hingga senyum Thalia bertambah lebar.

"Kamu bilang pada ibumu kalau kamu keluar denganku malam ini kan?"

Thalia mengangguk.

"Ekheeemmm...." Dehaman panjang dari Ibu Thalia membuat Chris merapatkan jaketnya.

"Selamat malam, Madam." Sapa Chris tersenyum ramah dan lebar seperti saat dia menyapa wanita-wanita Perancis yang datang.

"Malam, anak muda." Wajah Ibu Thalia tampak jutek. Tapi, begitulah ibunya. Dan Thalia menyayangi ibunya yang protektif.

"Jam sepuluh malam sudah harus pulang."

"Siaaap, Madam." Chris mengangkat tangannya di sudut alis.

Thalia tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa. Dan senyum malu-malu menghiasi wajah Ibu Thalia.

"Percayakan putrimu padaku. Aku adalah satu-satunya pria yang datang ke rumah dan mengajak putrimu berkencan selama..." Chris melirik Thalia.

"Dua puluh tujuh tahun."

"Ya, selama dua puluh tujuh tahun. Hanya aku, Madam." Chris menurunkan tangannya.

"Aku hargai keberanianmu menemuiku. Dan aku hargai usahamu meyakinkan putriku kalau kamu mencintainya. Dan jagalah kepercayaan putriku karena kalau sampai kamu menyakitinya, aku akan membunuhmu, Chris." Wanita berkacamata dengan tangkai warna emas itu menatap tajam Chris dari balik kacamatanya.

"Aku tidak akan tega menyakiti wanita sepolos Thalia, Madam."

"Aku pegang ucapanmu."

"Mom," Bisik Thalia. "Jangan terlalu keras pada Chris." Pinta Thalia.

"Iya, Sayang, iya." Dia menatap Chris. "Satu lagi, potong rambutmu yang panjangnya sama seperti Thalia. Aku tidak suka pria dengan rambut gondrong."

Chris menelan ludah. Memanjangkan rambutnya membutuhkan waktu lama tapi memotongnya hanya butuh beberapa detik saja sudah bisa terpotong. Tapi, bukankah demi sebuah restu apa pun akan dilakukannya mengingat semakin hari dia semakin mencintai Thalia.

"Baiklah, kalau itu keinginan calon mertua kesayanganku."

***

Malam ini Alex mengajak Emily datang ke rumah orang tuanya. Alex ingin memperkenalkan Emily pada Peter dan Eva sebagai istri sekaligus sekretarisnya atau sekretaris sekaligus istrinya.

"Aku tidak yakin mereka menyukaiku." Ujar Emily ragu saat mereka masih di dalam mobil.

"Siapa yang tidak menyukai wanita secantik dan sebaik dirimu, Emily. Kalau kamu tidak baik, kamu mungkin akan memintaku memecat Marina dan John tepat saat aku bilang aku mencintaimu."

Emily menatap suaminya. "Ya, tentu saja aku ingin menyiksa mereka dulu sebelum kamu memecatnya."

Alex tertawa.

"Ayolah, Sayang. Eva tidak menyeramkan dan ayahku pria yang baik."

"Oke, mari kita lihat bagaimana mereka dan bagaimana reaksi mereka mengetahui soal pernikahan kita."

"Mereka sudah tahu."

Mata Emily membelalak. "Oh ya?"

Alex mengangguk. "Aku sudah memberitahunya."

"Lalu, apa reaksi mereka? Mereka marah padamu?"

Alex menggeleng. "Aku ceritakan semuanya."

Dahi Emily mengernyit. "Maksudmu?"

"Aku cerita tentang perjalanan pernikahan kita. Aku tidak ingin membohongi ayahku lagi."

Kedua daun bibir Emily terbuka. "Itu artinya, mereka pasti menyangka aku menikah denganmu karena uang."

"Terdesak karena kebodohanmu."

"Kamu bilang begitu pada ayahmu?"

Alex mengangguk santai.

Emily memegangi kepalanya. "Mati aku!"

Alex menggeleng melihat sikap konyol Emily. "Sudah aku bilang ayahku pria yang baik. Ayolah, cepat keluar dari mobil." Alex mulai tidak sabar.

Emily menatap kesal suaminya. "Kamu benar-benar telah mencoreng namaku di depan orang tuamu."

Alex menatap kesal istrinya yang membuat tensinya mendadak naik. "Kamu mau keluar atau aku akan menggendongmu?"

"Kamu bos dan suami yang sangat menyebalkan. Tanpa memberitahuku terlebih dahulu, kamu menceritakan aibku pada mertuaku. Sialan!" Emily memandang lama-lama suaminya yang balik memandangnya dan masih mencoba bersabar dengan sikap istrinya yang menurutnya, kekanak-kanakan.

"Tapi, sebagaimana menyebalkannya dirimu, aku tetap mencintaimu." Jeda sejenak. Mereka saling menatap satu sama lain.

"Tapi, ingat, jangan pernah cerita tentang aibku lagi pada mertuaku." Sewotnya.

"Soal itu aku tidak janji." Alex tersenyum misterius.

"Kamu memang benar-benar menyebalkan."

Emily keluar dan membanting pintu mobil. Tersenyum di depan mertuanya saat sedang kesal adalah tantangan baru bagi Emily setelah dengan cukup mudah menaklukkan Alex.

Eva seperti layaknya ibu mertua yang baru pertama kali melihat menantunya. Dia tersenyum dan dalam hati memuji kecantikan Emily. Eva dan William menyambut hangat Emily. Tidak ada Bryan di sana. Dan semuanya berjalan baik. Jauh dari apa yang Emily pikirkan tentang keluarga Alex. Dia hanya berlebihan dalam memikirkan banyak hal.

*** 

My Boss My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang