Emily menyesap wine. Pikirannya saat ini sangat kacau. Bagaimana bisa Bryan adik tiri Alex? Bryan menyukainya dan dia tampak sangat kecewa pada Emily. Dia melihat Emily yang mengenakan lingeria dan hal itu bagi Emily sangat memalukan. Dia menyesali kenapa Alex tidak mengunci pintu kamarnya. Dan kenapa pria itu tidak mengantisipasi kalau-kalau adik tirinya itu datang. Ya, sekarang Emily ingat kalau dia pernah berpapasan dengan Bryan saat dia keluar dari apartemen Alex.
"Jangan terlalu banyak minum. Aku tidak mau kalau kamu tidak bergerak sama sekali nanti." Alex menyesap rokoknya dalam sembari menatap Emily.
"Kamu masih sempat memikirkan malam pertama kita? Adikmu itu sedang patah hati." Emily membayangkan raut wajah Bryan. "Dia begitu marah." Emily kembali menyesap wine.
"Untuk apa aku peduli padanya?" Alex berkata dengan acuh tak acuh.
"Issshh! Mau bagaimana pun dia adikmu. Aku tidak percaya aku bisa mematahkan hati pria setampan Bryan. Aneh juga, kenapa dia menyukaiku?" Emily berpikir keras mengingat keistimewaannya sampai-sampai pria seperti Bryan menyukainya dan rela bekerja sebagai office boy yang hanya khusus membuatkannya kopi.
"Dia hanya adik tiriku."
"Meskipun adik tirimu, tapi kalian tetap sedarah. Ada darah ayah kalian di tubuhmu dan juga di tubuh Bryan."
"Lalu kamu mau aku bagaimana?"
"Jelaskan pada Bryan alasan kita menikah. Mungkin dengan seperti itu, Bryan bisa maklum dan rasa sedihnya berkurang sedikit."
"Maksudmu, agar kamu dan Bryan bisa menjalin hubungan begitu?"
Emily terbahak. "Thalia menyukai Bryan. Aku tidak mungkin menyukai pria yang sama dengan sahabatku."
Alex mematikan rokoknya yang masih setengah. Dia menyesap wine. Ponselnya berdering.
Sayang, apa kamu dan Emily sudah melakukannya? Aku tidak ingin ada perasaan apa pun di antara kalian. Aku menunggumu di sini. Ibumu merindukanmu. Katanya.
Alex mematikan ponselnya agar tidak ada yang mengganggu antara dirinya dan Emily. Bukankah malam ini adalah malam yang mesti dihabiskannya bersama Emily. Dia tidak ingin diganggu siapa pun bahkan meskipun itu Amanda atau ibunya sekalipun.
Entah dari kapan, tapi dia mulai suka memperhatikan Emily. Memperhatikan wanita itu bercerita mengenai apa pun.
Emily menoleh pada Alex yang saat itu sedang menatapnya. Emily tiba-tiba merasa kikuk dengan tatapan Alex. Jangan menyukainya. Jangan menyukainya. Emily membuang wajah.
Kenapa Alex terlihat begitu memikat akhir-akhir ini?
Alex menyesap wine, tapi tatapannya tetap fokus pada Emily dari balik gelas winenya.
Emily ingin sekali mengatakan agar Alex tidak terus-terusan menatapnya seperti itu. Tatapan Alex agak menakutkan. Dia tidak pernah melihat Alex menatapnya seperti ini. Alex biasanya menatapnya dengan dingin dan terkadang sikapnya pun dingin.
"Aku tahu rasanya patah hati." Emily memulai pembicaraan agar dia tidak terfokus untuk menghindari tatapan Alex. Dia mencoba bersikap biasa saja.
"Lalu?"
"Aku pernah menyukai seorang pria saat sekolah. Aku selalu berusaha berangkat lebih pagi agar saat pagi hari aku bisa melihat dia dan memasuki kelasnya. Sayangnya, dia ternyata menjadi kekasih salah satu siswi populer di sekolah. Gadis itu memiliki segalanya. Kekasih yang tampan, kecerdasan dan kepopuleran. Pantas saja banyak yang tergila-gila padanya. Namun, selang setahun berlalu, ternyata dia pengidap bipolar. Aku tahu setelah kejadian yang mengerikan menghebohkan sekolah." Emily bergidik ngeri membayangkan kejadian mengerikan saat sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boss My Husband
Romansa"Aku bukan tipe orang yang suka berbasa-basi. Aku ingin menawarkan kontrak kerja sama sebagai pasangan suami-istri." Pupilku melebar. Apa tadi katanya? Apa aku tidak salah dengar? Aku merapatkan kedua tanganku karena mendadak aku merasa sangat din...