Pernikahan Rahasia

2.8K 457 37
                                    

Thalia tampak kecewa karena pria itu sama sekali tak mengingatnya tapi dia malah mengingat Emily. Dia menyusul Emily keluar dari ruangan Alex.

Bryan menoleh pada kakaknya yang menatapnya. "Kenapa dia berpura-pura tidak mengenalku." Katanya agak sedih. "Kamu ingat kan saat aku bilang aku melihat wanita asing itu dua kali sehari?"

"Aku bertemu dengan wanita yang sama hari ini dua kali." Bryan melepaskan jaket cokelatnya dan duduk di sofa. Dia menggigit gigitan terakhir pisangnya lalu meletakkan kulit pisang di atas meja.

"Kamu makan pisang di sepanjang jalan?" Alex bertanya dengan nada datar.

"Aku suka buah tropis ini." Bryan kembali tersenyum. "Wanita ini lucu sekali."

"Ingat kan?" Bryan mendekati kakaknya.

"Dia sekretaris di sini."

"Sekretarismu?" Mata Bryan berbinar.

Alex mengangguk kecil.

"Wah, kenapa aku tidak bekerja di sini saja ya dari pada bolak-balik seperti pengangguran."

Bukankah dia memang pengangguran dan menyukai kebebasan?

"Kakakku yang tampan, bolehkah adikmu ini bekerja di sini?" Pinta Bryan dengan mata cokelat penuh harapanya yang menatap Alex lembut.

"Bukannya kamu tidak berminat kerja. Kamu yang bilang sendiri kalau kamu ingin hidup bebas tanpa beban pekerjaan."

"Ayolah, Alex. Aku mohon. Aku senang melihat wanita itu. Siapa namanya?"

Alex menggigit lidahnya dengan bibir tetap terkatup. Dia khawatir kalau menerima Bryan bekerja di kantornya, anak itu hanya akan membuat masalah. Tapi, bagaimana kalau Bryan malah jatuh cinta pada Emily. Mengingat sikap Bryan yang tertarik pada Emily terlihat jelas di matanya.

"Tidak ada lowongan yang kosong."

"Astaga, aku juga ahli waris perusahaan ini, Alex. Sekali ini saja, aku ingin berbakti kepada Daddy, Mom dan kepada kakakku juga tentunya."

"Kamu di dropout dari kampus dan kerjaan kamu hanya mondar-mandir tanpa kejelasan apa-apa. Lalu tiba-tiba kamu ingin bekerja? Tentu posisi yang cocok untuk kamu adalah office boy. Terserah mau atau tidak."

Kedua daun bibir Bryan terbuka lebar. Office boy?

Apakah kakaknya gila? Bagaimana dengan reputasinya sebagai adik dari pemilik sekaligus CEO perusahaan?

"Kamu benar-benar kakak yang kejam, Lex." Bryan memberengut. Dia mengambil jaket cokelatnya dan pergi dari ruangan Alex.

"Dasar pemalas. Dia sama saja seperti ibunya. Hanya bisa belanja, berpesta dan sangat suka menghabiskan uang."

Orang tua Alex, William Richardson dan Keira Richardson meninggal saat usia Alex menginjak tiga tahun. Tak butuh waktu lama untuk William kembali menemukan pengganti istrinya-Eva Byness. Eva Byness sangat memanjakan Bryan hingga anak itu tumbuh menjadi anak yang pemalas dan sangat suka mengandalkan kekayaan dan pengaruh ayahnya.

***

Diam-diam Bryan memperhatikan Emily dari jauh saat wanita itu sedang berjalan ke arah kantin untuk membuat kopi. Bryan menghampiri Emily. Emily terkejut dan memekik saat menemukan pria itu berada di sampingnya.

"Aku bukan kriminal jangan berteriak begitu." Kata Bryan sambil menyenggol lengan Emily.

Emily merasa kalau Bryan seperti seorang penguntit. Pria ini lebih menyeramkan dari pada kecoa yang selalu muncul tiba-tiba di kamar mandi.

"Jangan ikuti aku!" Kata Emily merasa tidak nyaman dengan kehadiran Bryan.

"Memangnya kenapa?"

"Aku tidak mengenalmu."

"Kenapa kamu berpura-pura seolah-olah kita tidak pernah bertemu. Kita bertemu dua kali dan sekarang adalah ketiga kalinya kita bertemu. Akui saja kalau semesta ingin aku membantumu."

Dahi Emily mengerut tebal.

"Siapa ini? Pacar baru?" John muncul dengan wajah sombong seakan dia merasa sangat tampan.

"Bukan urusanmu, keparat."

Bryan terpesona dengan sikap Emily. Nada suara dan ekspresi wajah Emily menandakan kalau dia memiliki hubungan yang tidak baik dengan pria di hadapan mereka itu.

"Cepat sekali ya kamu cari penggantiku. Padahal, kamu sendiri yang bilang tidak akan bisa melupakanku jika kita berpisah." John mengejek dengan ekspresi wajah yang minta ditonjok.

Emily memang pernah mengatakan hal itu tapi itu dulu saat perselingkuhan John belum diketahuinya. Dan mengingat kebodohannya mengatakan hal demikian membuatnya merasa jijik dan ingin muntah.

"Menjijikan sekali! Uueeeeekkhhh!" Emily merasa mual. Dia melesat pergi meninggalkan Bryan dan John.

Bryan melipat kedua tangannya di atas perut memperhatikan John dan bersiap membalas sikap John nanti. Entah kapan. Yang jelas sekarang dia tahu siapa pria yang sudah membuat Emily menangis hingga rumah wanita itu disita. Si pria berengsek itu ada di depannya. Bekerja di perusahaan keluarganya dan dengan enteng merendahkannya dengan tatapan matanya.

"Apa pekerjaanmu?" Tanya John pada Bryan.

"Kamu penasaran dengan pekerjaanku?"

"Kalau dilihat-lihat dari penampilanmu mungkin kamu masih berstatus mahasiswa? Emily mungkin sedang putus asa dengan memacarimu. Aku sudah bilang padanya, dia tidak akan mendapatkan pria di atasku dari hal apa pun. Dan perkataanku pasti terbukti." Katanya dengan percaya diri.

Bryan menatap sengit punggung John. "Lihat saja nanti, kamu akan aku siksa, John. Kamu bukan hanya menyakiti seorang wanita hingga membuat wanita itu, Emily kehilangan rumahnya. Kamu bukan pria, John. Seorang pria tidak akan memanfaatkan harta kekasihnya meskipun pria itu sangat miskin. John, target yang paling empuk untuk dibuat menderita. Oke, aku akan bekerja di sini. Meskipun sebagai office boy. Tak apa. Asal aku bisa mengenal lebih dekat Emily." Bryan tersenyum senang.

***

"Kamu benar-benar tidak pernah bertemu dengannya, Emily?" Thalia menanyai Emily saat Emily membawakan kopi untuknya.

"Pernah. Aku rasa dia pria sinting, Thalia."

"Lalu kenapa kamu bilang tidak pernah bertemu dengannya?"

Emily mengangkat bahu. "Aku tidak mau berurusan dengan pria aneh seperti dia."

"Kalau melihat cara pria itu berkomunikasi dengan Pak Alex, sepertinya dia akrab dengan Pak Alex."

Emily tidak berminat untuk menggunakan otaknya untuk berpikir hal-hal lain selain mendapatkan uang untuk membayar pinjaman sialan si John agar rumahnya tidak di sita. Tapi, kalau sampai semu itu terjadi, Emily akan mencoba tegar dan sabar meskipun dia ingin sekali mengumpat dan berteriak seperti orang gila.

"Coba pikirkan lagi. Apa kamu mau membiarkan pria seperti John menindasmu terus-menerus. Kamu membuang-buang energi kalau hanya mengumpat dan marah-marah tanpa bisa membalas perbuatannya padamu, Emily."

Emily memikirkan perkataan Alex. Alex memang benar. Pria itu terus-terusan mengejeknya. Permintaan maafnya saat dia menemukan John dan Marina di kamarnya jelas palsu. Emily menggenggam gelas kertas kopinya dengan erat. Tidak ada salahnya jika dia menikah dengan Alex kan. Toh, Alex bilang kalau ini pernikahan rahasia. Mungkin sampai Emily melahirkan anak Alex dan semuanya usai. Tapi, hal ini sangat kontras dengan kepribadian Emily yang menganggap pernikahan sakral. Tapi, kehidupan mendesaknya untuk menikahi Alex. Demi menyelamatkan satu-satunya peninggalan orang tuanya. Rumah.

***

Kalian lebih suka Abang Alex tau Abang Bryan nih?

Btw aku update lagi pada setuju nggak nih???

❤️

My Boss My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang