"Kamu melihatnya dengan jelas?" Alex bertanya pada Chris.
Chris mengangguk. "Aku sudah mengirimimu fotonya."
Entah foto siapa yang dimaksud Chris.
Alex tidak sempat melihat ponselnya karena kebersamaannya dengan Emily. Alex menatap Emily sesaat sebelum dia dan Chris hendak pergi ke suatu tempat yang entah di mana. "Aku harus pergi, Emily." Katanya, menyesalkan semua kejadian yang terjadi malam ini.
"Aku ingin mengantar Thalia pulung dulu." Chris meminta ijin pada Alex.
"Thalia tidur di sini." Titah Alex. "Dia harus bersama Emily sebelum Bryan dan kekasih barunya itu pergi dari sini." Alex menatap datar Bryan.
Bryan tersenyum tipis. "Aku akan menginap di sini." Dia tidak bisa mengalihkan bayangan adegan Alex dan Emily. Dan lagi, matanya terus tertuju pada leher merah Emily. Dia sangat membenci apa yang dilihatnya itu.
"Kalau begitu aku juga menginap di sini saja." Kata Thalia. "Aku akan menjaga Emily." Dia berkata pada Alex.
"Bryan, aku ingin kita pulang. Untuk apa kita berlama-lama di sini." Kata Davina menegaskan.
Dia tidak bisa menyembunyikan kebenciannya karena fakta bahwa dia terlalu memaksakan hubungannya. Bryan menerimanya karena pria itu sedang limbung. Perasaannya sedang kacau dan bisa jadi apa yang mereka lakukan adalah bukan keinginan Bryan yang terdalam.
Alex membisikkan sesuatu di telinga Emily. "Jaga dirimu karena kamu masih menjadi milikku. Aku tidak mau ada pria mana pun yang menyentuhmu."
Emily menoleh pada Alex dengan sangat lambat. Apa pria itu baru saja mengancamnya?
Alex ingin meninggalkan jejak ludahnya di dalam mulut Emily. Dia ingin kembali mengecup bibir Emily. Saat matanya tertuju pada leher dengan banyak bercak merah di leher Emily, Alex tersenyum.
Dia bangkit berdiri disusul Chris.
"Thalia, hati-hati dengan buaya." Chris memperingatkan.
"Aku sedang berada di dalam rumah Emily. Tidak ada buaya di sini." katanya polos.
Chris terkekeh. "Buaya ada di sekitarmu." Dia mengedipkan mata pada Thalia sebelum pergi.
Bryan menatap Chris sengit. "Bukankah dia yang lebih cocok jadi buaya?" Katanya dalam hati.
Raut wajah Davina yang masam sambil menatap Emily, membuat Emily tak nyaman. "Kenapa kamu tidak pulang saja?" Emily berkata pada Bryan.
Thalia duduk di samping Emily. "Lehermu merah. Apa itu bekas gigitan Alex?" Tanyanya sambil menahan tawa.
Emily baru menyadari kalau Alex cukup lama mengecup lehernya. Pantas saja semua orang di sana melirik ke arah lehernya. Emily mencari syal yang berada di dalam kamarnya. Sebelum mengenakan syal itu, dia menatap lehernya di cermin.
"Astaga... Alex, kamu memang sialan!" Dia menyentuh leher yang memiliki bercak merah itu. Emily mengenakan syalnya.
Emily terkejut saat melihat Bryan di depan pintu kamarnya. "Bryan..."
"Apa kamu menyukai Alex?" tanya pria itu dengan ekspresi wajah dingin.
Emily terdiam beberapa saat. "Menyukainya atau tidak itu bukan urusanmu. Apa yang lakukan ini bagiku sangat menyebalkan. Kamu terlalu ikut campur urusanku. Aku sudah dewasa dan aku tahu apa yang salah dan benar. Kalaupun aku memilih jalan yang salah, aku bisa mempertanggungjawabkan itu. Aku adalah istri Alex. Apa pun yang kami lakukan itu adalah hak kami."
Bryan mengembuskan napas dan membuang pandangannya dari wajah Emily. Menatap wajah Emily dengan perasaannya yang masih terluka hanya menambah luka dan memperlebar lukanya. Semakin menganga. Dia ingin menyukai wanita lain tapi Emily terus menguasai hampir seluruh isi pikirannya. Dia bahkan kembali menjalin hubungan dengan Davina berharap lukanya bisa terobati. Tapi, lagi-lagi, Bryan melukai dirinya dengan mendatangi rumah Emily bersama Davina. Bukan Emily yang terbakar tapi malah dirinya sendiri yang terbakar.
"Oke, kalau itu maumu. Mulai sekarang aku akan menjauhimu." Dari sorot matanya, Emily tahu kalau Bryan terluka. Tapi, dia ingin Bryan sadar kalau dia hanya membuang waktu saja dengan ikut campur urusan Emily.
Pria itu beringsut pergi.
"Aku minta maaf, Bryan." Dia merasa tidak enak sendiri. Tapi bukankah apa yang dikatakannya adalah haknya. Hak untuk mengatakan 'tidak' pada pria yang sama sekali tak diinginkannya.
Namun, sorot mata terluka Bryan segera lenyap tergantikan oleh mata biru Alex yang menggodanya. "Apakah aku menyukainya tadi?"
"Apa hukuman yang akan kamu berikan padaku?" Tanya Emily waswas. Dia takut hukuman yang Alex berikan terlalu menyiksanya, terlalu berat atau lebih dari sekadar terlalu menyiksa dan terlalu berat.
Mereka bertatapan.
Lama.
"Cium aku."
Mata Emily melebar saat Alex meminta untuk menciumnya.
"Cium...."
Alex meraih bibir Emily tanpa aba-aba. Emily terlalu terkejut dengan gerakan tiba-tiba itu. Dia menikmati setiap gerakan bibir Alex di bibirnya. Alex mencium Emily seakan tidak ingin kehilangan wanita itu. Tangannya meraih punggung Emily dan perlahan menarik wanita itu hingga berada di atas pangkuannya dan tetap mencium bibir Emily tanpa jeda.
Emily entah bagaimana tidak bisa menolaknya. Dia dikuasai hal lain hingga lupa kalau dia belum siap melakukan apa pun dengan Alex meskipun itu hanya berciuman.
Kedua tangan Emily meraih kepala Alex dan meremas rambut pria itu perlahan. Sedangkan tangan Alex membelai lembut punggung Emily. Dia memasukkan tangannya lewat celah piyama Emily.
Alex melepaskan bibirnya dari bibir Emily. Mereka saling pandang. Posisi wajah Emily lebih tinggi dari Alex karena dia berada di atas pangkuan Alex.
Emily senyam-senyum sendiri. Dia menggigit kuku jempolnya membayangkan apa yang baru saja terjadi antara dirinya dan Alex. Dia segera mengenyahkan pikiran konyolnya itu yang membuatnya malu seketika.
"Aku harus mengingat kalau aku dan Alex menikah hanya untuk mengandung anaknya. Ya, aku tidak boleh menyukainya. Tidak sama sekali. Tapi bagaimana kalau aku menyukainya..." Emily menyandarkan kepalanya di dinding. "Bagaimana kalau aku mulai mencintainya. Ah, sialan! Aku tidak boleh jadi sinting dengan mencintai Alex."
Thalia menatap Emily bingung. Ya, dia tahu Emily sedang bersenang-senang dengan Alex dan dirinya datang lagi disertai Bryan, Chris dan Davina.
"Thalia." Emily tersadar akan kedatangan Thalia di kamarnya.
"Bryan dan Davina sudah pergi. Aku lega mereka pergi. Aku muak melihat wajah dua orang itu."
"Kamu begitu menyukai Bryan, bagaimana bisa jadi muak begitu?"
"Entah. Dia tidak memilihku sebagai kekasihnya."
"Davina mungkin hanya jadi pelampiasannya saja, kamu tahu kan Bryan menyukaiku."
"Aku perlu bersyukur soal itu." Thalia tersenyum.
Emily membalas senyumnya.
"Bisa temani aku beli wine? Aku ingin mabuk malam ini."
"Bukannya kamu tidak suka minum alkohol?"
"Ayolah, aku tidak akan minum banyak paling satu atau dua gelas."
***
Mau di-update lagi? Aku update spoilernya nih ^^
Semangaaat nyepamnyaaa 😁
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boss My Husband
Romance"Aku bukan tipe orang yang suka berbasa-basi. Aku ingin menawarkan kontrak kerja sama sebagai pasangan suami-istri." Pupilku melebar. Apa tadi katanya? Apa aku tidak salah dengar? Aku merapatkan kedua tanganku karena mendadak aku merasa sangat din...