"Kenapa kamu terus menatap ke arah pantat?"
"Awalnya aku tidak menatap pantatmu sama sekali, aku sedang melihat semut sedan membawa vutiran gula. Saat kamu bertanya begitu, aku jadi memperhatikan pantatmu."
Jeno tertawa pelan begitu Karina menyentil dahinya.
"Apa benar buah persik itu mirip dengan bentuk pantat?"
"Kenapa mendadak bertanya begitu? Apa yang membuatmu memikirkan hal itu? Apa ada tante cabul lagi yang menanyaimu hal seperti itu? Dimana kamu menemuinya?"
Karina menceritakan tentang sebuah tayangan dimana beberapa orang dewasa sedang membicarakan jika bentuk pantat itu seperti buah persik. Hal yang lebih lucu dan aneh bagi Karina adalah ketika mereka mendebatkan berapa jumlah pantat.
"Pantat itu ada satu atau dua? Bagaimana menurut Jen?"
"Tentu saja ada satu."
"Benarkah?"
Karina terlihat tidak yakin dengan jawaban Jeno.
"Lalu kenapa ada pantat kanan dan pantat kiri? Seharusnya pantat itu ada dua."
Karina mulai terbawa dengan suasana, dia kemudian kembali menyela pendapat Jeno.
"Apa maksudmu? Pantat itu ada satu, tapi terbelah menjadi dua."
"Itu artinya pantat ada dua."
"Satu."
"Dua."
Ctak
Ibu Karina yang mendengar adu mulut segera berjalan ke arah kedua remaja yang sedang mengaduk adonan untuk kue donat itu sambil membawa sutil di tangan kanannya. Sutil itu dia benturkan di piring berisi gorengan tempe dan tahu.
"Kalian ini sedang apa, sih? Lebih baik makan saja, jangan bertengkar."
Pokoknya, apa pun masalahnya, pemersatunya adalah, makanan.
Diam-diam Karina menginginkan buah persik. Sejatinya, dia itu tidak suka dengan buah-buahan, terutama durian. Jadi, entah kenapa dia tiba-tiba penasaran dengan rasa buah persik.
"Ngomong-ngomong, aku ingin jalan-jalan hari ini. Apa kamu mau menemaniku?"
"Kamu yang bayar?"
"Oh, tentu. Aku masih punya uang."
Kadang, dia iri pada Jeno. Mereka seumuran tapi Jeno sudah lebih mandiri darinya.
Apa dia mencari sugar Daddy saja? Dia mungkin bisa meminta pendapat pada Giselle.
Karina rasa, dia akan memikirkan ulang mengenai hal itu.
"Hei, apa yang kamu fikirkan? Jangan memikirkan hal aneh," ujar Jeno tegas seolah tahu isi fikiran random Karina.
Jeno mengguncang pelan bahu Karina karena gadis itu tampak melamunkan sesuatu saat tak ada jawaban yang keluar dari mulut Karina.
"Oh, ada apa?"
"Aku ingin pulang dulu, nanti sore kita berangkat. Bagaimana?"
"Boleh saja. Ya sudah nanti sore kita berangkat."
Setelah Jeno pulang, Karina kembali menjadi babu di rumah, apalagi kalau bukan membersihkan kandang ayam milik Ayahnya. Setelah selesai juga dia harus menjual telur ayam ke warung Mang Eko, Ayahnya Jisung.
Hasilnya, lumayan.
Dia bisa memenuhi kebutuhan skincare yang tiga atau empat bulan sekali baru dia beli. Jangan tanya kenapa Karina bisa begitu lama dalam menghabiskan skincare, itu karena dia memakai skincare hanya pada saat dia ingin saja, atau kadang karena dia lupa, atau karena dia sedang malas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeno Aldebaram
RomanceKarina, si anak dari keluarga cemara dan Jeno si anak dari keluarga broken home. Bukan kesempurnaan yang mereka cari. Namun, kekurangan yang satu sama lain yang saling dilengkapi. Thanks to do not plagiat and remake #jeno #karina #nct #aespa #ff #...