"Pasti sakit sekali."
Jeno kembali mengingat bagaimana prosesi lahirnya Chenle, entah kenapa dia jadi ingin memeluk Bundanya lagi.
"Hei, kenapa jadi menangis?"
"Ah, tidak. Aku tidak menangis. Jangan mengada-ngada," peringat Jeno pada Karina.
Jeno benar-benar tidak menangis. Itu hanya akal-akalan Karina saja untuk menggoda Jeno.. Candaan itu kadang membawa warna dan atmosfir baik tersendiri untuk mereka.
"Rin, Ibu tinggal beli kecap sebentar ya. Kamu awasin opornya. Ini sudah siap ketupatnya tinggal di rebus aja. Ibu tinggal dulu ya, kalian jangan berantem. Mereka hari ini memang memasak bersama di rumah Karina.
"Iya, Bu."
Untuk memasak ketupat memang masih menggunakan kayu bakar karena rasanya memang lebih enak rasanya.
"Jen, nanti ayo nonton film."
"Boleh. Nanti habis aku pulang dari bengkel."
"Oh, oke. Kalau begitu nanti malam kita nonton. Jangan beli camilan banyak-banyak. Aku lagi diet."
Jeno terlihat tidak senang dengan kalimat itu tapi dia akan memberikan kejutan nanti. Dia akan membawa boba dan martabak manis. Dua makanan yang tidak bisa ditolak oleh Karina.
'Lihat saja nanti siapa yang akan menang'
Jeno tersenyum tipis tanpa disadari oleh Karina karena dia sibuk menyalakan api di tungku. Sesekali dia terbatuk karenanya namun dia tidak masalah dengan hal itu karena dia sudah terbiasa.
"Nanti kamu makan dulu sebelum berangkat ke bengkel."
Karina memperingati Jeno agar bocah ini makan siang dulu, karena dia akan melakukan aktifitas yang berat.
"Aku sudah makan setengah jam yang lalu kalau aku makan lagi nanti aku malah mengantuk. Apa kamu lupa hal itu?"
"Aku hanya khawatir saja padamu tetapi omonganmu masuk akal juga sih."
Padahal dia memang lupa bahkan dia pernah lupa namanya, nama orang tuanya sendiri.
"Entah apa yang ada difikiranmu, Rin. Ayah merasa dikhinati anak sendiri."
Begitulah komentar Ayahnya saat itu saat mengetahui anaknya lupa dengan nama orang tuanya sendiri. Dari sanalah kita mengetahui dari mana sifat drama queen Karina berasal.
"Ah, ku kira kamu lupa."
"Ini sudah sore. Aku akan pergi dulu."
"Hati-hati di jalan."
Jeno mengambil topinya sebelum memakai benda itu itu menekuk lututnya dan sedikit mencium pucuk kepala Karina. Karina memang mengizinkan lelaki itu melakukannya.
Gadis itu langsung tersenyum karena mengerti apa yang diinginkan oleh Jeno.
"Semangat bekerjanya."
Jeno mengacak gemas rambut Karina. Bocah itu tersenyum puas, dia merasa sangat bersemangat untuk memulai pekerjaannya.
"Aku pergi dulu."
Karina tetap setia memperhatikan punggung Jeno bahkan setelah bayangan Jeno menghilang di perempatan jalan.
"Ah, waktu cepat sekali berlalu. Bahkan sebentar lagi kami akan lulus sekolah SMA."
Karina menghapus sudut matanya yang berair. Dia mungkin sedang membayangkan adegan di dalam drama saat ini.
"Astaga oporku!"
Nah, hampir saja ada yang tidak jadi makan opor.
Jangan sampai Ayah Karina kembali membuat drama karena tidak jadi makan opor.
Jeno sempat merasa kesal karena hampir saja dia terlambat pulang akibat dari anak kucing yang terus mengikutinya pulang. Dia mengantarkan anak kucing itu ke tempat pos penjaga agar petugas membantu pemiliknya menemukan anak kucing itu.
"Karina."
Karina yang tadinya sedang menggunting kuku segera tersentak, untung saja dia tidak terluka.
"Sudah pulang?"
"Humm, aku membawa boba dan martabak." Jeno terseyum puas melihat raut masam Karina namun makanan dan minuman itu juga tetap berpindah dari piring menuju perut mereka. Camilan sudah siap dan saatnya menonton film.
"Astaga, apa dia akan melahirkan?"
Jeno terlihat meringis karena melihat begitu banyak darah. Dia juga tidak kuat mendengar teriakan si aktris wanita yang kesakitan untuk mengeluarkan bayi.
"Mana yang lebih sakit?"
Karina terlihat berfikir, apa Jeno sedang bertanya tentang prosesi persalinan?
"Keduanya sakit.""Seberapa sakit?"
"Sangat sakit."
Lagi lagi Karina hanya menjawab dengan sederhana. Dia tidak memberitahukan seberapa sakit ukuran melahirkan dan mengatakan bahwa rasa sakit dari melahirkan adalah menduduki peringkat nomer dua setelah mati dalam keadaan terbakar. Mungkin karena terlalu menghayati film Jeno jadi lupa tentang fakta itu. Jeno kan pintar sekali.
Jeno terlihat meringis begitu melihat ekspresi wanita yang sedang melahirkan, dia sesekali bahkan memejamkan matanya. Karina melirik ekspresi Jeno. Dia terkekeh gemas melihatnya.
"Apa kamu tidak takut?"
Sebagai sesama wanita, Jeno fikir Karina akan ketakutan melihatnya, namun gadis itu terlihat santai.
"Aku takut tapi aku berusaha tenang."
Jeno terlihat takjub dengan jawaban Karina. Dia ingat jika Bundanya dulu hampir meregang nyawa saat melahirkannya. Apa Karina sungguh merasa tenang?
"Kenapa para wanita melahirkan bayi kalau mereka merasakan sakit luar biasa dan bisa mati karena hal itu?"
"Karena rasa sayang. Percayalah, seorang Ibu itu mempunyai rasa kasih sayang besar, dia tetap menyayangi anaknya walau mempertaruhkan nyawanya."
Baru kali ini Jeno merasa terpesona dengan kalimat yang dikatakan Karina. Kalian pasti tahu karena Karina ini gemar sekali menjahilinya dan kadang sedikit polos sehingga Jeno harus ekstra dalam menjagaya. Hal ini tentu saja membawa gemuruh menyenangkan dalam hatinya sampai Jeno terbawa suasana dan mengatakan,
"Apa kamu mau melahirkan dan menjadi Ibu dari anak-anakku?"
Karina langsung tersedak mendengar pertanyaan Jeno.
"Apa?!"
...
Hi,
Selamat tahun baru 2022.
Kita ketemu lagi di tahun yang lebih bersinar. Kita sudah sangat kuat selamat 2021. We did so well.
Let's take another chance and shine brigther like a diamond.
Happy New Year
Hello Future.
Love, Aisekai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeno Aldebaram
RomanceKarina, si anak dari keluarga cemara dan Jeno si anak dari keluarga broken home. Bukan kesempurnaan yang mereka cari. Namun, kekurangan yang satu sama lain yang saling dilengkapi. Thanks to do not plagiat and remake #jeno #karina #nct #aespa #ff #...