Sebenarnya hari ini ada promo besar-besaran di restoran ayam yang baru buka. Jadinya mereka memesan tempat terlebih dahulu untuk reservasi. Karina masih menjemur sepatu yang selesai dia cuci. Tidak hanya itu, dia juga mencuci milik Ayah dan Ibunya.
"Apa kamu mau membuka jasa cuci sepatu?"
Karina tak ambil pusing, dia masih melanjutkan pekerjaannya. Sedikit lagi, tanggung sekali.
"Selesai," ujarnya.
"Jeno..." Karina bertanya.
Apa hal yang paling nikmat saat ini? Sesuatu yang dilakukan oleh Karina saat ini. Karina duduk di atas kursi bambu sambil meminum kuyit asam yang dicampur es batu. Uh, segar sekali rasanya apalagi setelah lelah mencuci sepatu.
"Ya? Kenapa, Nin?"
Jeno menutup aplikasi gim ketika dia memberikan seluruh perhatiannya kepada Karina. Meskipun terkadang dia memiliki hal yang membuat Karina pusing setengah mati, tapi Jeno memiliki etika yang patut diberikan pujian. Etikanya terhadap orang lain sangat bagus. Mungkin, itu semua karena pengaruh dari manajemen yang mengatur Jeno selama ini.
Apa Karina sudah mengatakan tentang pekerjaan Jeno?
"Aku baru sadar kalau kamu itu si model cilik yang dulu menjadi bintang iklan. Aku masih ingat iklan susu yang kamu lakoni. Ternyata kamu sudah besar ya, Jeno."
Karina mengacak rambut Jeno, dia gemas sekali. Pasalnya Jeno memang menggemaskan sekali. Dulu, saat Karina masih berusia lima tahun, dia suka sekali menonton acara survival di televisi. Salah satu hal yang Karina tunggu adalah bagian iklannya. Iya, iklannya, bukan acara utamanya. Itu semua karena aktor cilik ini, Jeno. Jeno itu benar-benar ekspresif sekali, dia bisa memberikan ekspresi yang sesuai dengan konsep. Wajahnya yang menggemaskan dengan ceria membuat iklannya sangat memukau untuk ditonton.
"Kenapa dulu kamu gak datang, sih?"
Karina tersenyum tipis mendengarnya, jika Jeno tahu yang sebenarnya, bagaimana reaksinya?
"Aku harus fokus pada sekolahku, Jeno.Aku bukan tipekal murid yang cerdas. Kalau orang lain cuma perlu satu kali penjelasan buat faham tentang satu materi, aku perlu dua, tiga bahkan lebih buat sekedar memahami maksud dari sebuah materi pelajaran karena itu aku gak sempat meluangkan waktu buat nonton tv dan sekedar cari info artis di internet. Waktu itu nilaiku sangat jelek, hampir tidak bisa naik kelas, jadinya aku sibuk banget buat belajar sampai sering sakit. Padahal, orang tuku gak pernah maksa aku buat dapat rangking tapi..."
Karina menghela nafas berat.
Karina terkejut begitu Jeno menggenggam tangannya. Dia tahu itu bukan sentuhan sensual, karena Jeno walau sering menggodanya dengan konteks dewasa tapi dia tahu batas, dia tidak pernah melampaui batas saat bercanda dengannya.
"Aku izin pegang tangan kamu ya. Soalnya, aku mau kasih kamu semangat. Kamu sudah berusaha sangat keras dan aku bangga sama Nina Toling berhenti buat nyalahin dirimu sendiri karena apa yang kamu lakuin sudah sangat luar biasa."
Apa yang harus dia lakukan kalau begini? Sudah Karina bilang sebelumnya, bukan? Bahwa etika Jeno itu sangat baik terutama pada perempuan. Mungkin, ini adalah hasil dari didikan Bunda Anna yang sering mendapatkan kekerasan fisik dari suaminya sehingga Jeno belajar untuk menghormati perempuan.
"Makasih banyak ya, Jen."
"Kembali kasih, Nina. Kamu juga pantas banget buat dapat pujian itu. Jangan pandang rendah dirimu sendiri. Oke?"
Cup
Kali ini Karina terkejut karena Jeno mengecup pipinya secara cuma-cuma. Apa Jeno juga tidak mengerti tentang hal ini?
"Jen.... Kamu faham kalau itu sesuatu yang gak sopan?"
Jeno terlihat terkejut dia segera menjelaskan, "Aku begitu karena aku sayang sama kamu sebagai sahabat. Bunda juga sering begitu sama aku kalau aku habis ngelakuin sesuatu. Maaf kalau aku lancang tapi aku gak bermaksud jahat kalau kamu merasa gak nyaman kamu tinggal balas aja."
Karina menghela nafas lagi, dia tentu kesal pada Jeno tapi.... Ya sudahlah.
"Jen, jujur sama aku. Apa kamu sering kasih kecupan buat perempuan lain? Apa kamu sering begitu? Jangan mengelak kalau kamu sering begitu sama perempuan lain."
"Aku juga begitu ke Bunda atau adikku. Kenapa? Meskipun penampilanku begajulan, aku tidak sembarangan mencium orang."
Jadi, apa dia spesial bagi Jeno?
"Aku gak pernah ngerasain punya sosok kakak, Nin. Meskipun kita cuma beda beberapa hari sih tapi kadang kamu bersikap lebih dewasa dan aku berasa punya kakak. Kamu pasti sudah tahu kalau aku terlalu sering syuting sampai sekarang dan itu bikin aku jarang punya teman. Kalaupun punya teman, mereka selalu gak nyaman sama sifat aku yang begini. Aku gak suka dikatain sombong sama mereka. Kalau aku ngelakuin sesuatu yang mereka kurang suka, aku bakalan minta maaf dan jaga sikap tapi, aku cuma gak nyaman kalau mereka pakai kata-kata yang kasar buat ngatain aku. Aku gak bisa setiap saat senyum ke orang lain, walau aku berusaha sebaik mungkin."
Kemudian Jeno melanjutkan lagi dengan berkata,
"Hal kayak gini memang punya resiko. Aku memang punya popularitas tapi satu sisi aku juga kehilangan masa kecil aku, dimana seharusnya masa-masa itu aku isi dengan main sama teman sebaya kayak kembaranku. Kalau mereka punya kenangan berangkat-pulang sama temen di sekolah, aku gak punya semua itu. Aku cuma bisa bayangin aja bagaimana serunya masa-masa kayak gitu. Bunda bilang, kalau di dunia ini aku gak bisa dapat semua hal, jadi dari pada aku menangisi hal yang gak aku dapat, sebaiknya aku bersyukur sama hal yang aku dapat."
Karina mengelus rambut Jeno yang berantakan karena tertiup angin.
"Bunda kamu pasti bangga punya anak kayak kamu, Jeno. Aku juga bangga karena prestasi dan kerja keras kamu selama ini. Di usia kita yang sama ini aku masih belum bisa mandiri, aku belum punya kerjaan tetap dan belum punya uang. Aku gak tahu harus bawa kemana masa depan aku setelah banyak kegagalan yang aku alami selama ini."
"Tapi kamu..." Karina kembali melanjutkan, "Kamu sudah mencapai mimpimu, kamu sudah sukses dengan mimpimu sejak kamu masih muda. Kamu bisa biayain hidup kamu sendiri dan orang tua kamu dan saudara. Itu hal yang sangat membanggakan."
"Makasih banyak buat dukungannya, Nina. Aku merasa dihargai banget karena kamu kasih aku respon yang pas buat aku. Itu semua bikin aku nyaman cerita sama kamu."
"Jadi, kamu merasa nyaman sama aku?" Karina bertanya untuk sekedar mengonfirmasi apa yang dia dengar karena dia takut salah dengar tentang kalimat terakhir yang Jeno katakana.
Dia tersenyum lagi.
Karina yang melihatnya juga ikut tersenyum. "Aku nyaman banget sama kamu, Nin. Cuma kamu yang sabar sama kejahilan aku.".
"Lain kali, kalau misalnya kamu mau sentuh badan orang lain, atau melakukan kegiatan yang berhubungan dengan fisik orang lain, sebaiknya minta tanya pendapat yang bsersangkutan dulu, ya? Itu jauh lebih sopan, Jeno. Kamu faham apa yang aku maksud, kan?"
Nah, sudah Jeno katakana bukan kalau Karina itu kadang bersikap seperti seorang kakak? Contohnya pada saat seperti ini.
Jeno menganggukkan kepalanya lagi dan kali ini dia meminta izin buat memeluk Karina.
"Aku belum pernah dapat pelukan dari kakak perempuan, Rin. Karena aku punya saudara kembar si Jaemin dan adikku Chenle. Mereka cowok semua."
Karina yang selama ini menginginkan seorang adik laki-laki, tentu saja dia tidak bisa menolak permintaan Jeno.
"Aku boleh peluk kamu?" Jeno mengulangi pertanyaannya.
"Sini, peluk Noona, adikku sayang."
Begitulah kiranya mereka saat ini, Karina di posisi sebagai Kakak. Jeno di posisi sebagai adik.
Untuk saat ini hubungan mereka cukup seperti ini. Entah, bagaimana besok hari? Kita tunggu saja.
Penasaran tidak
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeno Aldebaram
RomanceKarina, si anak dari keluarga cemara dan Jeno si anak dari keluarga broken home. Bukan kesempurnaan yang mereka cari. Namun, kekurangan yang satu sama lain yang saling dilengkapi. Thanks to do not plagiat and remake #jeno #karina #nct #aespa #ff #...