Dada

326 48 0
                                    


"Stttt...." Karina mendesis saat tak sengaja dadanya tersenggol Ruru. Iya, kucing kesayangan keluarga Karina. Jeno tidak tahu bahwa senggolan kecil itu bisa membuat Karina sampai menangis. Apa sesakit itu?

"Ruru, sini sama Kak Jeno."

Ruru berpindah, kini dia berada di pelukan Jeno yang tadinya bersandar di dada Karina.

"Sakit sekali?"

Karina bahkan tak sanggup untuk berkata-kata. Aduh, kalau begini, Jeno tentu saja panik. Apa yang harus dia lakukan?

"Aku... Aduh..."

Karina mendesis lagi saat dadanya tersentuh serat kain bajunya sendiri. Rasanya tak bisa dijelaskan dengan kata-kata, terlalu sakit dan sulit dia deskripsikan. Hei, para kaum hawa, apa kalian juga pernah merasakannya?

Sakit dan nyeri di dada saat sedang menstruasi?

Jika iya, maka kalian tidak sendiri.

"Ayo kuantar ke kamar."

Jeno bahkan sampai tak tega untuk meninggalkan Karina sendirian di rumah karena setiap hari Ibu akan pergi ke kecamatan sebelah menjadi mentor siswa berkebutuhan khusus, tepatnya setelah Karina pulang sekolah. Jadinya, Karina yang setiap hari menjadi babu di rumah, itu bahasa kasarnya. Bahasa halusnya, mengabdi di rumah.

"Aku buatkan teh hangat?"

"Tidak, aku hanya butuh air hangat saja,"

Karina memang benci teh jika sedang menstruasi, dia merasa bertambah lemas jika meminum teh walau itu tanpa gula.

"Tunggu sebentar."

Ruru yang merasa bahwa Karina sedang tak mau diganggu, akhirnya melangkah mengikuti Jeno di dapur sebelum suara dari kucing tetangga mengalihkan perhatiannya.

"Meow."

Kucing itu akhirnya pergi menuju ke rumah tetangga meninggalkan Karina dan Jeno di rumah berdua.

Well, kucing juga perlu kasih sayang dari sesama jenisnya. Maksudnya, sesama kucing.

"Ini air hangatnya, Rin."

Karina menerima gelas yang diberikan Jeno, rasa hangat mengalir di tenggorokannya membuatnya sedikit lebih tenang. Dia kembali merebahkan dirinya di kasur, lalu Jeno menyelimuti Karina dengan selimut tipis untuk menutupi lekuk tubuhnya atau pakaiannya yang kusut dan menampakkan bentuk tubuhnya.

Karina tersenyum kecil melihat tingkah sopan Jeno. Karina selalu saja terpesona dengan Jeno, bagaimana lelaki itu memperlakukannya dengan begitu baik.

"Pegang tanganku."

Jeno duduk bersila dan menyambut uluran tangan Karina. Tangan kecil itu tenggelam dalam lingkup telapak tangan Jeno yang berurat. Karina masih sesekali meringis karena rasa nyeri yang di deranya.

"Apa benar tidak mau dipijat?"

Walau Karina sedang sakit tetapi semua itu tidak berlaku pada kejahilannya. Dia masih sempatnya untuk menjahili Jeno. Karina ini kadang jahil sekali, tengil juga. Jeno kadang gemas sekali ingin memasukkannya dalam karung.

"Apa kamu mau memijat dadaku?"

"Diam!"

Karina puas sekali menjahili Jeno. Mereka berada dalam posisi untuk waktu yang cukup lama. Bahkan sampai Karina tertidur, Jeno memandangi wajah Karina yang pulas. Wajahnya memang pucat tapi dia tetap saja manis.

"Selamat tidur, semoga cepat sembuh. Jangan sakit lagi, kesayangan Jeno."

Jeno melepaskan genggaman tangan Karina di tangannya, dia sedikit merapikan selimut Kairna yang kurus dan tak sengaja memperlihatkan belahan dadanya. Jeno menutupi bagian itu dengan selimut lalu mengelus rambut Karina sebelum meninggalkan kamar Karina.

Jeno AldebaramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang