5

766 130 15
                                    

Tobio pulang ke rumah sedikit tergesa. Ia mendatangi kamar sang kakak yang anehnya di kunci. Tooru tak pernah mengunci pintu padanya sebelumnya.

"Nii-san?"

Tak ada balasan dari dalam. Si mungil merasa gelisah namun ia juga tak mau mengganggu sang kakak.

Di dalam kamar, Tooru tengah menenggelamkan wajahnya ke bantal dan memukul ranjang berkali-kali. Ia merasa kesal, lelah, dan marah. Kenapa Tobio bersama Wakatoshi? Jika dia keluar sekarang ia takut emosinya malah akan menyakiti Tobio, karena itu Tooru memilih mengunci diri di kamar.

Di sisi lain, si mungil mandi lalu memasak untuk makan malam. Ia menengok ke arah meja makan, Tooru belum duduk disana.

"Nii-san.." Tobio menghela napas. Ia kembali memikirkan kakaknya yang bersama seorang gadis. Apa itu kekasih kakaknya? Apa Tooru sedang berkencan tadi? Apa lelaki tan itu mengunci pintu karena ingin menjaga jarak dengan Tobio sekarang?

Pikiran Tobio jadi kemana-mana, ia melamun hingga suara langkah kaki menyadarkan dirinya. Terlihat Tooru yang turun dan duduk di kursi makan. Lelaki itu menunduk dan terlihat lesu.

Tobio segera kembali memasak. Tak ada perbincangan diantara mereka. Begitu hening dan rasanya tidak benar.

Sangat mengganjal.

"Oniisan.." Panggil si mungil yang sudah duduk di sebrang Tooru.

Yang dipanggil hanya menatap matanya tanpa menjawab. Seketika Tobio tersenyum guna menghilangkan kecanggungan diantara mereka. "Yang tadi kekasih nii-sani ya?"

Tangan Tooru meremat sumpit. "Apa dia terlihat seperti kekasihku?"

"Aku tidak tahu.. Tapi nii-san bersamanya tadi.."

Tooru menghela napas panjang, ia tak ingin melanjutkan pembicaraan ini. Kakinya pegal, hatinya panas, sungguh menyebalkan. "Makan saja"

"Iya.." Tobio menunduk. Sang kakak tak ingin membicarakannya. Jangan-jangan benar perempuan tadi kekasihnya.

Grekk

Tooru tiba-tiba bangkit berdiri, lelaki tan itu menyelesaikan makan malamnya lebih cepat, segera ia mencuci piring lalu naik ke kamarnya.

Tobio hanya bisa diam melihat kakaknya yang jadi begitu. Kenapa Tooru mengacuhkannya? Kenapa lelaki itu mendiamkannya? Tidak ada ucapan selamat makan, tidak ada belaian lembut, tidak ada apapun, Tooru pergi begitu saja.

Tanpa sadar pandangan Tobio memburam karena tertutup air mata. "Nii-san.." Gumamnya.

Apa semua orang yang punya pacar akan menjauhi adiknya? Tobio masih berpikir Tooru punya kekasih tanpa tahu alasan sebenarnya lelaki itu kesal.

.
.
.

Malamnya, Tobio tidak bisa tidur karena kepikiran perubahan sifat Tooru. Alhasil lelaki mungil itu memberanikan diri menuju kamar Tooru meskipun harus menerjang gelapnya lorong.

Semoga tidak dikunci, batinnya. Jika dikunci maka Tobio menerjang ketakutannya akan gelap hanyalah sia-sia.

Ceklek

Tidak dikunci. Tobio menghela napas lega. Ia masuk dan melihat kakaknya tengah tiduran menyamping dengan earphones ditelingannya. Si mungilpun pelan-pelan naik keatas ranjang lalu memeluk Tooru dari belakang.

Seketika si tan membuka mata dan melirik pada tangan mungil adiknya. "Apa yang kau lakukan?"

"Apa aku tidak boleh memeluk nii-sanku sendiri?" Racau Tobio sedikit menggumam di punggung Tooru.

"Peluk saja om om tadi." Cibir Oikawa datar.

"Om om?" Tobio memundurkan wajahnya. "Maksud nii-san, Wakatoshi sensei?"

"Yah siapapun itu namanya." Nada suara Tooru terdengar datar dan malas.

"Kenapa aku harus memeluk Wakatoshi sensei? Apa sekarang aku sudah tidak boleh memeluk nii-san karena nii-sanii sudah punya pacar?"

Pacar?

Tooru pun berbalik membuat pelukan Tobio terlepas. Alisnya menukik, menatap sang adik serius sedang yang ditatap terlihat begitu melas dan imut.

"Kenapa? Karena kau lebih memilih pulang bersamanya dari pada aku. Aku mengkhawatirkan dan mencarimu sampai kakiku pegal tapi ternyata kau malah asik jalan dengan pria tua jelek itu. Satu lagi Rika bukan pacarku." Ada penekanan pada kalimat terakhir dalam kalimat Tooru.

Grep

Tobio membenamkan wajahnya pada dada bidang sang kakak dan memeluknya erat. Lelaki manis itu memang paling tahu kelemahan kakaknya. "Maaf.. Aku janji akan pulang bersama nii-san terus.. Maafkan ne? tooru-nii seram kalau marah.."

Tooru balas memeluk Tobio lebih erat lalu mengecup keningnya. Hanya sebuah kecupan namun mampu membuat darah Tobio berdesir dan jantungnya bersegup tak karuan.

"Aku tidak suka melihatmu dengan orang lain Tobio-chan. Tidak perlu tahu alasannya pokoknya tidak suka. Kamu tidak boleh jalan dengan yang lain selain aku."

Tobio mengangguk. Ia memejamkan mata merasakan rambutnya dibelai lembut oleh Tooru. Selagi keduanya tengah berpelukan dan sesekali bercanda tiba-tiba terdengar suara piring pecah.

"Nii-san.. apa itu?"

Tooru menepuk-nepuk kepala Tobio lalu melepaskan pelukannya. "Biar aku yang mengecek, kamu disini saja."

Si mungil mengangguk.

Pelan-pelan Tooru keluar dari kamar dan menuruni tangga. Samar-samar terdengar suara orang tuanya yang sedang bertengkar. Dari anak tangga Tooru memperhatikan semuanya.

"Aku kerja sampai malam dan kau malah berselingkuh!! Dasar laki-laki tidak tahu diri!!"

"Kau pikir hanya kau yang lelah bekerja?! Kau pikir aku tidak bekerja ha?!! Itu uangku, aku bebas melakukan apapun dengan uangku!!"

"Apa kau tidak punya otak?! Apa matamu buta sampai-sampai kau tidak melihat anak-anakmu kekurangan?!!"

Tooru masih diam sambil terduduk di anak tangga. Hatinya sakit dan telinganya pedih mendengar kedua orang tuanya saling mencaci.

"Aku ingin berpisah!! Aku akan membawa Tobio denganku!!"

Deg

Kepala Tooru terangkat, apa-apaan ibunya itu, kenapa dia ingin pergi membawa Tobio.

"Nii-san.." Bisik Tobio dari atas sambil mengucak mata. Tooru segera naik lalu menggandeng adiknya kembali masuk ke dalam kamar.

Ceklek

"H-nii-san.." Tobio kikuk saat sang kakak mengukung tubuhnya di balik pintu, menangkup pipinya. "Nii-san?"

Tobio bingung kenapa Tooru terlihat begitu sedih. "Ada apa dibawah sana?"

"Bukan apa-apa.. " Tooru menatap mata Tobio dalam dan lama. Berusaha menyampaikan perasaan sedih dihatinya, mana rela dia berpisah dengan adiknya. "Ada yang mau ku katakan Tobio-chan.."

"Mm?"

"Aku.."

Apa ini saatnya bagi Tooru mengutarakan perasaannya. Ia menyukai Tobio. Ah tidak, perasaannya lebih dalam dari sekedar suka. Ia sangat menyayangi lelaki mungil itu.

Sifatnya yang lembut dan tulus, Tobio selalu ada untuk Tooru saat dia merasa tak punya siapa-siapa. Tobio adalah alasan Tooru tetap waras.

"Nii-san apa?" Mata Tobio berbinar menunggu kalimat sang kakak yang selanjutnya.

"Mengantuk.." Tooru tak bisa mengatakannya.

"Soudesuka? Kalau begitu ayo tidur, aku juga sudah mengantuk nii-san.." Tobio tersenyum lembut, menggandeng tangan Tooru dan keduanya pun berbaring diatas ranjang.

"Aku tidak mau kehilanganmu Tobio-chan.." yang lebih tua memeluk Tobio yang berbaring diatas tubuhnya erat.

"Aku juga tidak mau kehilangan Tooru-nii.."

Stigma (OiKage) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang