Sampai di kamar, Tooru membaringkan Tobio diatas kasurnya. Pemuda itu terus merutuk dalam hati. Bagaimana bisa Tobio melihat dirinya tengah berciuman. Pemuda manis itu pasti sangat terluka.
"Aku bisa menolong kakinya" Ujar Iwaizumi.
Tooru mengangguk dengan wajah cemas. Hatinya miris melihat Tobio yang tak berhenti menangis. Rasanya pasti sangat sakit.
"Aahkk!!! Sakit!!" Rintih Tobio. Ia meremat bantal saat kakinya dibenarkan. Rasanya lebih baik namun dapat dipastikan akan membengkak.
"Jangan lupa besok kau bawa ke rumah sakit, aku dan Matsukawa pulang dulu" ujar Iwa seraya bersiap-siap pulang.
Tooru mengangguk, ia bahkan tak menoleh pada kedua sahabatnya, yang ia lihat dan pikirkan hanya Tobio. Pemuda itu duduk di samping ranjang.
"Maaf.. Aku bisa jela-"
"Kalau Tooru-nii masih suka perempuan, kenapa denganku.. Rasanya sakit nii-san.." Lirih Tobio pelan yang mana menyayat hati sang kakak.
Mata Tooru ikut berair. Ia hendak menggenggam tangan Tobio namun empunya menolak.
"Harusnya aku tau kita memang tidak mungkin berhasil.. Rasa sakitku akan berkurang jika kita kembali menjadi kakak adik seperti dulu.."
"Apa maksudmu Tobio-chan, dengarkan penjelasanku dulu a-"
Tobio sekuat tenaga terduduk untuk menatap mata Tooru. Mata keduanya sama-sama memancarkan luka. Meskipun Tobio muda ingat bahwa ia memiliki sifat dan pemikiran dewasa. Menyampingkan segala rasa dihatinya, ini semua demi kebaikan Tooru.
"Nii-san.. Aku tidak membencimu, kamu tidak perlu menjelaskan apapun.. Akan lebih baik kalau kamu menyukai perempuan.. Dari awal memang lebih baik begitu.."
"Tapi kenyataannya aku tidak menyukai perempuan, aku mencintaimu.." Kali ini gantian Tooru yang sesenggukan, dia menangis seperti anak kecil dihadapan Tobio. "Aku tidak mau kehilangan mu.. Kumohon maafkan aku.."
"Maaf.."
Satu patah kata yang membuat Tooru hancur bukan main.
Tobio kembali berbaring membelakangi sang kakak.
Tooru merasa ditusuk ribuan jarum. Tubuhnya kaku, air matanya tidak mau berhenti keluar, dan rasanya sangat sakit.
.
.
.JDERRR
Petir menyambar keras di luar menyebabkan mati listrik. Jam 3 pagi dan Tooru belum tertidur. Dirinya terduduk di lantai sejak tadi. Mata dan pikirannya kosong.
Beberapa minggu ini rasanya seperti mimpi, dia bisa menggenggam, memeluk, bahkan mencium satu-satunya orang yang ia cintai, namun semuanya berakhir malam ini.
Jangan tanya bagaimana menyesalnya Tooru. Pemuda itu kembali menangis. Hatinya rapuh jika itu tentang Tobio. Apa jadinya dia tanpa sosok mungil penuh kasih sayang itu.
Terdengar rintihan pelan dari ranjang. Tooru segera mengusap kasar wajahnya dan bangkit berdiri. Disentuhnya kening Tobio yang terasa panas.
"Sial.."
Tobionya demam.
Tooru segera mencari lilin dan korek lalu turun ke bawah untuk membuat kompres. Lelaki itu menyayangi Tobio lebih dari apapun.
Mulai dari mengganti pakaian Tobio, memakaikan kaos kaki, mengompres, dan terakhir memeluknya. Dapat Tooru rasakan tubuh Tobio menggigil di pelukannya.
"Lihat yang kau lakukan brengsek.. Kau membuat orang yang kau cintai sakit." Rutuk Tooru pada dirinya. Lelaki itupun mengeratkan pelukannya pada Tobio. "Maafkan aku Tobio-chan.."
.
.
.Tooru terbangun pukul 7 karena Tobio yang terus menggeliat di pelukkannya.
"Pusing.." Rintihnya
Mana sanggup Tooru melihat adiknya kesakitan. Pemuda itupun bangkit dan bersiap membawa Tobio ke rumah sakit.
"Ja."
"Tidak mau, lepas"
Tooru kesal sekaligus sedih pada Tobio yang tidak mau digendong. "Kalau kamu begini bagaimana kita ke rumah sakitnya Tobio-chan"
"Tidak perlu ke rumah sakit." Tobio kembali membelakangi Tooru. Si tampan mengacak kasar surainya. Jika Tobio terus merajuk bisa-bisa Tooru ikut pusing.
"Kalau tidak sembuh nanti kamu tidak bisa berangkat ke sekolah. Bagaimana dengan teman-temanmu?" Bujuk Tooru.
Tobio hanya terdiam, sebenarnya dia kan tidak punya teman. Entah mengapa Tobio sekarang pasrah dengan hidupnya. Semalam bahkan ia bermimpi Tooru menikah dengan gadis. Makin lemas saja kakinya.
"Tobio-chan.. Lihat aku.." Tooru mengukung tubuh sang adik dan perlahan si manis mau melihat kearahnya. "Kita ke rumah sakit ya? Sebagai kakak aku ingin kau sembuh dan sebagai orang yang sangat mencintaimu, aku menderita melihatmu kesakitan.. Kita ke rumah sakit ya? Kumohon.."
Pada akhirnya Tobio mengangguk. Tooru tersenyum tipis. Ia paham kalau adiknya jadi irit kata. Luka dihatinya masih menganga.
.
.
.Wakatoshi yang sedang menjenguk adiknya seperti biasa pun berjalan ke taman untuk duduk membaca buku dibawah terpaan sinar mentari pagi.
Sesaat tidak sengaja ia melihat Tooru yang sedang menggendong Tobio dipunggung nya. Pemuda tan itu berjalan menuju loket dan segera Wakatoshi bangkit berdiri mengikutinya.
Pria itu melihat Tobio yang sudah duduk di kursi roda dibawa Tooru menuju ruang pemeriksaan. Apa yang terjadi pada Tobio?
Wakatoshi menunggu sampai keduanya selesai lalu segera menghampiri. "Selamat pagi Tobio.."
"Eoh sensei?" Tobio sedikit kaget bertemu Wakatoshi di tempat yang tak terduga. Melihat Wakatoshi dan Tobio berbicara apa Tooru akan membiarkan begitu saja. Oh tentu tidak.
Pemuda itu membungkuk. "Maaf adikku harus istirahat di rumah segera"
Wakatoshi membungkuk. "Cepat sembuh Tobio-chan.."
Baru beberapa langkah Tooru berhenti sekejap. Tobio-chan? Apa-apaan si bangsat itu. Tooru melirik pada Wakatoshi tak suka namun ia menahan diri karena ada Tobio, ia tak ingin memperkeruh suasana diantara mereka.
Si mungil ingin protes namun ditahan karena sedang ingin menjaga jarak dengan Tooru termasuk membatasi ruang komunikasi antara mereka.
.
.
.Ceklek
"Eh.."
Mata Tobio dan Tooru sama-sama membulat ketika sampai di rumah. Terlihat seorang pemuda bersemir pirang tersenyum kearah mereka.
"Atsumu-nii.." Mata Tobio berbinar melihat sepupunya. Seingat Tobio, ia dan Atsumu sering main bersama ketika masih kecil, namun orang tua Atsumu pindah ke Hyogo membuat mereka berpisah.
Atsumu melangkah mendekat kearah mereka berdua diikuti nyonya Oikawa. "Tobio-kun, ada apa dengamu?"
"Tobio demam dan kakinya terkilir" Jawab Tooru datar. "Tobio perlu istirahat, permisi."
Sial kenapa ada dia disini. Batin Tooru kesal.
Sesaat mata tajamnya bersahutan dengan manik Atsumu. Pemuda yang satu tahun lebih muda darinnya itu menyeringai.
Keduanya memang saling tak suka sejak dulu. Satu-satunya kenangan yang Tooru ingat tentang Atsumu adalah pemuda itu selalu berusaha merebut perhatian Tobio darinya. Mau bagaimana, Tobio adalah keturunan termanis dalam silsilah keluarga Oikawa meskipun laki-laki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stigma (OiKage) END
Fanfiction"Apa kau menyebutku seorang pendosa?" Pair: Oikawa Tooru x Oikawa Tobio (Tobio as Oikawa's little brother) Disclaimer: rate M, OOC, incest, blood, murder, trauma, mature content, mental illness, angst, soft. NO HATE TO ANY CHARACTER, THIS IS FANFIC...