13

534 78 3
                                    

Malam-malam, Tooru mengendap masuk ke dalam kamar Tobio. Baik Tobio maupun Atsumu sudah terlelap. Terhitung sudah dua hari dia dan Tobio jadi berjarak. Jelas Tooru sangat merindukan adiknya termasuk setiap belaian lembut dan dekapan hangatnya.

Pemuda itu berdiri di depan kasur, sebagian tubuhnya termakan oleh gelapnya sudut ruangan. Lampu kamar yang mati menambah kesan dingin dan aneh dari Tooru yang hanya berdiri. Memandang lurus ke arah Tobio.

Adiknya tidur sambil berpelukan dan itu membuat Tooru semakin cemburu. Ia duduk di kursi belajar Tobio sambil masih mengawasi si manis dari kegelapan. Pikirannya mulai gila karena berjauhan dari Tobio.

"Harusnya aku yang memelukmu. Aku tidak akan membiarkan ini lebih lama lagi sayang.."

.
.
.

Atsumu, Tobio, dan Tooru sarapan bersama. Ketiganya makan dalam diam. "Nii-san tidak sekolah?"

"Libur Tobio-chan.."

Si mungil berohria, demamnya sudah turun dan kaki yang sempat terkilir juga sudah membaik. Saat Tobio hendak bangkit berdiri Tooru menahan pergelangan tangannya. "Biar aku saja yang mencuci piring.."

Tobio menggeleng. "Iyada-"

"Benar Tobio biarkan Tooru saja, lebih baik kita ke atas." Atsumu langsung menggandeng tangan Tobio. Sekilas si mungil menatap kearah Tooru namun pemuda itu melihat kearah lain.

Sejujurnya Tobio merasa begitu mengganjal dengan jarak yang ada diantara dirinya dan Tooru. Namun mau bagaimana lagi. Yang lebih mungil pun mengikuti Atsumu kembali ke kamar.

Tooru berangkat ke sekolah tanpa Tobio. Pemuda itu berjalan santai seperti biasa sampai ke dalam kelas.

"Tooru, uangnya sudah di transfer" Ujar Matsukawa yang baru datang.

Tooru mengangguk. "Aku ingin uangnya secara cash sore ini sepulang sekolah"

"Oke." Matsukawa asal mengiyakan dan menuruti keinginan Tooru, mengingat sikap dingin dan nol empati terhadap orang lain membuat Matsukawa sejujurnya ngeri pada Tooru.

Pemuda tan itu terlihat normal di luar, ia bergaul, bercanda, berbincang, dan asik juga. Tapi setelah mengenal pemuda itu lebih lagi, Matsukawa menemukan banyaknya hal yang membuat ia ngeri. Mulai dari kemampuan Tooru yang pandai manipulasi, tidak berperasaan, ambisius, sangat doKiyokon dan diktator, apa yang dia ucapkan harus terjadi, juga tidak berempati.

.
.
.

Seperti biasa, pulang sekolah Tooru membully dan memalak anak lemah di sekolahnya. Menyakiti orang lain sudah seperti hobi barunya kini.

BUGH BUGH

Matsukawa menyernyit. Ia merasa tak tega dengan anak yang dipukul oleh Tooru secara babi buta.

"Tooru aku rasa cukup, dia sudah memberikan uangny-"

"TUTUP MULUTMU SIALAN!! AKU BELUM SELESAI!!"

Matsukawa dibuat membeku ditempat. Bahkan untuk menghembuskan napas ia sulit. Tatapan mata Tooru berapi-api dan begitu gila saat menghajar anak tadi. Seperti kerasukan setan.

Iwaizumi menarik lengan Matsukawa. "Jangan dekat-dekat saat dia melampiaskan amarahnya."

"Tapi anak itu bisa mati."

Iwaizumi mengedikkan bahu. Mau bagaimana lagi. Jika bukan anak itu yang mati bisa-bisa mereka yang mati jika tidak mengikuti keinginan Tooru.

BUGH BUGH

Tooru memukul sekeras yang ia bisa. Ia terus terbayang Tobio yang dipeluk dan disentuh Atsumu. Rasanya memuakkan. Ia cemburu. Hatinya terbakar.

Bertepatan dengan aksi brutal itu, Wakatoshi berhenti. Ia melihat semuanya dan memfoto kegiatan Tooru. Sudah cukup ia bisa meyakinkan Tobio sekaligus memasukan Tooru ke penjara, mungkin.

Stigma (OiKage) ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang