Younghoon mengambil kotak sepatu di jok tengah mobilnya dan membiarkannya secara suka rela ke Jihyo.
"Ini apa?" tanya Jihyo.
"Menurut lo? Itu sepatu."
"Iya, maksud gue untuk apa?" tanya Jihyo, berusaha untuk tak kesal ke laki-laki ini.
"Sepatu fungsinya jelas untuk pakai di kaki," cibir Younghoon sementara Jihyo menarik nafasnya dalam. "Terus kenapa lo kasih ke gue?"
"Lo kayak gembel," singkat Younghoon, melirik kaki Jihyo yang tak pakai alas kaki apapun juga.
Ah, Jihyo mengerti sekarang. Tadi, high-heelsnya sengaja dia taruh di tanah saat Mingyu mulai berjalan mendekatinya.
"Salahin temen lo karena tiba-tiba nyegat gue di Jalan-"
"Sekarang sepatu itu lo pakai, dasar cewek gila." Younghoon yang muak langsung memotong ucapan Jihyo.
Sekilas Jihyo menatapi sepatu berwarna hitam dengan corak merah dibeberapa bagian. Gimana bisa Jihyo pakai sepatu ini? Sepatunya jauh lebih besar daripada telapak kakinya.
"Ini kebesaran, gak muat," kata Jihyo sambil melirik Younghoon yang kini menatapnya juga.
Seketika ucapannya terasa menjadi ambigu.
"Terus? Gak ada yang suruh lo buat komentarin sepatu itu, gue gak mau aja kalau ada orang yang lihat lo keluar dari mobil gue nyeker gitu," ejek Younghoon.
Iya, ini sudah sampai di lingkungan perumahan Jihyo, hanya jalan beberapa langkah bahkan sudah sampai di Rumahnya. Younghoon memang kelihatan niat gak niat mengantarnya pulang.
Tepat saat Jihyo mau membalas ucapan Younghoon, ponsel laki-laki itu berdering, ada telepon masuk.
"Halo? Kenapa?"
"Lo dimana, Hoon? Naya bangun terus nyariin lo, sekarang dia nangis."
Younghoon terdiam, sekilas melirik Jihyo dengan kesal. Semua karena gadis ini. "Gue kesana sekarang, lo jagain dia, ya. Lo cari di tas hitam yang tadi gue bawa, disana ada susu kotak strawberry kesukaannya sama coklat. Lo ambil susunya aja, jangan biarin dia lihat coklatnya karena udah malam, dia gak boleh makan coklat."
"Kalau masih nangis, lo gendong aja sambil diajak ngobrol, nanti pasti berhenti."
Jihyo menoleh dan melihat Younghoon dengan takjub. Ternyata mengenai gadis kecil itu, Younghoon tau banyak dan kelihatan berpengalaman.
Apa benar itu anak kandungnya disaat usianya masih sama dengan Jihyo?
"Turun sekarang," usir Younghoon setelah menutup sambungan teleponnya. Jihyo mengalihkan pandangannya dan memakai sepatu yang kebesaran tadi.
Sebelum turun, Jihyo menatap Younghoon dengan serius.
"Ini pita rambutnya." Jihyo menyodorkan jepitan itu ke Younghoon. "Ngomong-ngomong anak kecil itu beneran anak lo?" tanya Jihyo.
Younghoon tak membalas pertanyaan Jihyo dan mengambil jepitan milik Naya dari tangan Jihyo.
"Kalau iya, lo gak boleh biarin dia hidup kayak lo. Bukan bermaksud nasehatin, terserah lo mau kayak gimana. Tapi gue sebagai orang asing, agak kaget lo punya anak perempuan yang cantik gitu, sayang kalau jadi nakal kayak lo."
"Ngomong-ngomong, makasih karena udah anterin gue pulang, meski gak secara baik-baik." Setelahnya Jihyo keluar dari mobil milik Younghoon.
Jihyo berjalan ke Rumahnya dengan sepatu kebesaran milik laki-laki itu. Bisa Jihyo dengar mobil Younghoon belum pergi dari sana.
Ya, memang benar. Younghoon masih terdiam dijok mobilnya, menatap punggung Jihyo yang berjalan menjauh.
Memangnya dia seburuk apa sampai perempuan itu bilang kalau Naya gak boleh hidup seperti dirinya? Apa yang salah? Sampai orang asing seperti dia berani bicara seperti itu padanya secara terang-terangan?
"Damn, Jihyo. Lo perempuan paling kurang ajar ke gue pertama dari yang pernah gue temuin."
Sampai di Hotel, rupanya Naya sudah tenang duduk dipangkuan Hyunjae sambil meneguk susu kotak ditangan kanannya. Bahkan bekas air matanya masih tercetak jelas dipipi mungilnya.
"Hai, Princessnya Daddy. Tebak, Daddy bawa apa?" tanya Younghoon seraya duduk disamping Hyunjae.
Naya mengusap pipinya dengan bibir cemberut. "Apa?" tanyanya dengan suara parau.
Younghoon tersenyum lebar hingga memperlihatkan deretan giginya sambil mengambil jepitan milik Naya dari saku celananya.
"Surprise!" ucap Younghoon dengan semangat, memperlihatkan jepitan pita berwarna hitam itu.
Dari cemberut, kini Naya tampak bingung dan menatap mata Younghoon.
"Daddy pergi nyari ini malam-malam? Padahal aku gak apa-apa, kalau gak ketemu." Naya mengambil jepitan itu dari Younghoon.
Younghoon terkekeh dan mengusap pucuk kepala gadis kecil itu. "Buat Naya, semuanya Daddy lakukan."
Hyunjae geleng-geleng kepala, kenapa Younghoon menjadi sok manis di jam dua belas malam seperti ini?
•••
"GAES! HOT NEWS!"
Baik Chaeyeon, Jihyo, maupun Eunha sama-sama terkejut dengan datangnya Rosè yang tengah menarik nafas panjang, bersiap bercerita tentang sesuatu yang sepertinya menarik untuk mereka.
"Apa, sih? Baru juga sampai, lo udah teriak-teriak aja," tutur Chaeyeon, memberi Rosè air mineral agar bisa tenang dan santai lebih dulu.
"Nanti malam, anak Sekolah kita yang femes-femes mau ngadain party haram di club mewah yang deket rumah lo, Chae. Katanya kalau mau, dateng aja. Soalnya itu tempat udah di sewa Papanya Luda. Tapi dengan syarat gak boleh bocor ke Sekolah."
Jihyo membulatkan bibirnya, dia tidak perduli sampai satu kalimat dari Rosè membuatnya tergiur untuk datang kesana.
"Alumni juga pada dateng katanya. Plus ada undian bola gitu, yang namanya kepilih nanti dapat uang lima juta."
Oh uang! Jihyo benar-benar ingin datang ke acara itu sekarang.
"Ikut, yuk! Gila lumayan banget uangnya!" Rosè menaik turunkan alisnya. Niatnya membocorkan mereka tentang ini memang sengaja untuk mengajak mereka agar dia tidak plongo di acara itu.
FYI, orang tua Luda si anak kelas sebelah memang ketahuan kaya raya. Luda merupakan cucu terakhir dari pemilik pertambangan di wilayah Papua dan karena pohon keluarganya bau uang, Luda benar-benar menjadi primadona di Sekolah ini.
Siapapun akan menggilai Luda, entah laki-laki atau perempuan. Dan berakhir secara tidak tertulis Luda menjadi ketua geng primadona di Sekolah ini.
Kalau ditanya siapa penguasa di Sekolah ini? Jelas Luda! God of money di Sekolah ini.
Brak!
Jihyo berdiri sambil menggebrak mejanya. "GUE IKUT!"
-TBC-
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Girl : Love Story Begins [END]
FanfictionYounghoon terdiam, pelan-pelan mengelap tangannya yang lecet-lecet setelah ribut dengan anak sekolah lain ke celana bahannya sendiri. Matanya lagi-lagi mengerjap, mencoba memastikan keadaan perempuan kecil yang tengah terduduk bersandar di bawah poh...