Sebelum membaca, kamu bisa luangkan waktumu beberapa detik untuk klik tanda bintang di kiri bawah.
-:-:-
"Ra, makan, yuk. Butuh ransum, nih," ajak Brenda spontan ketika mereka keluar dari toko vinyl Laidback Tracks.
Gadis itu memang sudah kelewat lapar dan makanan kecil jelas tidak akan mampu lagi memuaskan perutnya.
"Siap, Bu Dokter! Saya tahu tempat yang enak."
Gelora tanpa basa-basi langsung mengiyakan dan dengan semangat memacu mobilnya di jalanan yang kini sudah dipenuhi nyala lampu-lampu. Tak terasa, kota kini telah berselimut langit malam. Mentari sudah sepenuhnya rebah di peraduan, digantikan rembulan.
Kalau bicara soal mencari tempat makan enak, dari dulu Brenda memang selalu percaya pada selera sang mantan kekasih. Dan benar saja, Gelora pun mengajak Brenda bertandan ke sebuah restoran unik di wilayah Jakarta Selatan
Sebut saja namanya, Sajian Tanah Perdikan. Restauran khas Jawa Tengah yang letaknya dalam gang sempit di bilangan Karet Kuningan itu adalah semacam oase terpendam di antara gedung-gedung pencakar langit.
"Kamu tau aja sih, Ra, tempat kayak begini. Asik banget. Cocok juga nih kalau mau makan bareng keluarga."
Pandangan Brenda mengedar, masih mengagumi suasana restauran asri yang jadi pilihan Gelora. Pria itu kemudian hanya tampak mengulum senyum. Ia lega pilihannya malam itu tidak salah.
Berkonsep semi outdoor dengan taman-taman segar, suasana restauran di tengah kepungan gedung-gedung metropolitan itu semakin tampak indah di malam hari dengan nyala lampu-lampunya yang temaram. Tempat itu persis seperti miniatur kampung Jawa yang ijo royo-royo. Ada area pendopo dan rumah khas Jawa dengan atap-atap limasan. Semua interiornya dari kayu-kayu.
"Lapar, Non?" celetuk Gelora ketika mendapati pesanan Brenda.
"Kelaparan," jawab Brenda polos yang kemudian diiringi tawa Gelora.
Brenda yang seharian itu energinya sudah lumayan terkuras setelah putar-putar kota bersama Gelora, akhirnya tak tahan memesan dua menu sekaligus—nasi bebek goreng dan soto bebek khas Tanah Perdikan. Balas dendam untuk perut laparnya itu ia selesaikan dengan lahap. Gelora sesekali mengulum senyum melihat betapa Brenda menikmati makan malamnya. Ia pun jadi ketularan lahap karena gadis itu.
"By the way, Tanah Perdikan tuh maksudnya apa, ya, Ra?" tanya Brenda, di sela-sela jeda makan. Ia penasaran dengan nama yang diusung oleh restauran unik yang menyajikan berbagai menu bebek itu.
Irama gending khas Jawa kemudian terdengar menyelip, menemani santap malam. Nuansa Tanah Perdikan semakin lekat.
"Di zaman kerajaan Islam Mataram Jawa, Tanah Perdikan itu istilah untuk wilayah-wilayah yang bebas pajak pemerintah kolonial, Bren," jelas Gelora. "Mungkin resep-resep yang ada di restauran ini asalnya dari salah satu wilayah perdikan itu. Makanya dikasih nama Sajian Tanah Perdikan."
"Oalah, ternyata begitu. Baru tau," tukas Brenda manggut-manggut. Tak lama, perempuan itu pun melanjutkan lagi ritual makan malam hingga tandas bersih sampai ke pencuci mulutnya.
"Eh, Bren. Habis ini ke bioskop misbar, yuk," ajak Gelora setelah selesai dengan sedotan terakhir es dawet di gelasnya.
"Hah? Masih mau lagi?"
Brenda betul-betul tidak habis pikir dengan Gelora yang rasa-rasanya tidak pernah kehabisan baterai. Ajakan itu terdengar seperti episode sinetron yang hendak sengaja dipanjang-panjangkan skenarionya.
"Please, Bren. Ini yang terakhir. Habis itu kita balik, deh. Janji," bujuk Gelora, setengah memohon. Ia meyakinkan Brenda kalau tidak akan ingkar janji.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tenderly (FIN)
RomanceSaya tunggu di taman rumah sakit. Begitulah bunyi pesan pendek yang diterima Mariana Brenda Natasasmita (Brenda) di suatu Sabtu pagi, yang akhirnya menjadi awal pertemuan singkatnya dengan Gelora Bayu Nasution (Gelora), sang mantan. Tanpa menaruh ba...