22. Rumah

405 38 51
                                    

Barisan bangku-bangku permanen dalam ruangan bernuansa agung dan syahdu itu, sudah berhiaskan rangkaian bunga-bunga yang dominan warna putih serta pita-pita cantik. Lilin-lilin telah ditata dengan begitu menawan pada altar. Para tamu undangan tampak memenuhi tempat masing-masing. Gereja Katedral Jakarta di Sabtu pagi itu, tengah bersiap menyambut sebuah momen bahagia bagi sepasang calon mempelai yang akan mengikat janji.

Rindu sekali lagi tampak merapikan tampilannya, khawatir kalau-kalau middle strapless dress warna pastel yang ia kenakan agak berantakan. Atau, kadang ia merapikan sedikit tatanan rambutnya yang telah disanggul sederhana. Di hari istimewa itu, ia tampak memesona dengan riasan yang agak lebih berani dan segar di wajah.

Sejujurnya, hari itu Rindu agak antisipatif, lebih tepatnya ia tidak pernah seantisipatif ini ketika mengunjungi acara pernikahan orang lain. Dari semenjak dua minggu sebelumnya, ia sudah mulai memilih gaun dan tatanan rambut yang sekiranya pas dan sopan. Rindu yang baru kali pertama menghadiri pemberkatan pernikahan di gereja pun, akhirnya sempat mencoba mencari tahu tata cara atau hal-hal yang sekiranya harus diperhatikan tamu ketika menghadiri pemberkatan. Tak hanya itu, Rindu bahkan juga telah sibuk mengurusi kado pernikahan. Semua ia lakukan untuk mewakili dan memenuhi keinginan Gelora, sang kakak yang kini masih terbaring koma.

Para tamu undangan kemudian bangkit dari duduk seiring musik syahdu dari orgel pipa besar gereja mulai dimainkan. Semua mata lalu tertuju pada sosok anggun yang tengah berjalan perlahan dari ujung lorong antar baris bangku. Didampingi seseorang yang paling penting di hidupnya, sang pemilik paras jelita, terlihat menggamit lengan ayahnya seraya berjalan beriringan. Langkah-langkah sang kepala keluarga, sebentar lagi akan menghantar hingga akhirnya bertemu lelaki yang akan menggantikannya menjaga putri kesayangannya itu.

Gaun putih dengan ekor panjang yang elegan, membalut tubuh jenjang sang mempelai wanita. Tudung transparan dan senada dengan warna gaunnya, masih terlihat samar-samar menyembunyikan wajah jelita serta rambut yang sudah ditata dengan elok itu—sebelum nanti disingkap seorang pria yang separuh hidupnya akan ia rengkuh. Buket bunga baby breath putih yang cantik tampak tergenggam erat di jemari. Mariana Brenda Natasasmita, di hari itu bukanlah seorang dokter residen bedah dengan medical scrub yang membalut tubuh dan segala hiruk-pikuk rumah sakit yang harus ia hadapi seharian. Brenda di hari itu adalah wanita paling berbahagia di dunia, wanita yang kini memenuhi pandangan seorang pria tampan yang menunggunya di ujung altar untuk mengikat sebuah janji sehidup-semati.

Begitu khidmat dan penuh sukacita, pernikahan memang akan selalu mengundang senyuman dan juga tangis. Keharuan meliputi seluruh tamu undangan yang hadir, termasuk Rindu. Ia pun ikut dipenuhi perasaan bungah ketika menyaksikan bagaimana Brenda dan Adrian saling berhadapan dan mengucap bait demi bait janji pernikahan dibimbing oleh sang uskup. Langit-langit lengkung lancip gereja yang tinggi dan agung memerangkap sinaran mentari pagi yang menembus kaca-kaca patri—menyinari kekhusyukan yang kian dalam. Cincin ditukar, tak lupa doa-doa dan puji-pujian terhatur. Dan terakhir, satu ciuman penuh kasih lalu menjadi lambang penyatuan keduanya.

Tatkala Rindu akhirnya melihat senyuman Brenda yang tampak lebih penuh dari hari-hari lampau, ia pun akhirnya paham jika mantan kekasih kakaknya itu, memang telah menemukan kebahagian terbesarnya. Rindu yakin jika Brenda telah benar-benar melabuhkan hati ke pria yang lebih tepat dan sedari awal ditakdirkan untuknya.

Kala itu, rasa haru memang tengah mewarnai hati Rindu. Namun, tidak mampu dinafikan juga jika ia merasa sendu ketika mengingat kalau kebahagian yang pagi itu menyelimuti Brenda dan Adrian, belum mampu dirasakan oleh Gelora dan Andini. Seharusnya pada hari di jam yang sama itu juga menjadi saat-saat di mana pertalian pernikahan dilangsungkan oleh sang kakak. Namun sayang, Masjid Istiqlal yang berseberangan dengan Gereja Katedral, di hari itu belum mampu jadi saksi bisu pernikahan Gelora.

Tenderly (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang