15. Ragu

292 46 42
                                    

Sore itu, Andini bergegas melangkahkan kaki di sepanjang selasar rumah sakit. Sudah hampir dua minggu semenjak Gelora pertama kali dirawat, ia memang akan selalu meluangkan waktu selepas pulang kantor untuk pergi ke menjenguk.

Melewati taman rumah sakit yang asri, netra Andini sempat menjumpai Rindu yang sedang rehat duduk-duduk, menikmati udara segar. Disapanya adik kesayangan Gelora itu sembari lewat.

"Silakan langsung ke ICU saja, Mbak. Papa sama Mama kebetulan baru on the way dari rumah. Kayaknya masih lama sampai," ujar Rindu ketika Andini menanyakan keberadaan para calon mertuanya dan sekaligus meminta izin untuk menjenguk Gelora.

Mendengar hal itu, ia pun bergegas mengayunkan langkah menuju unit perawatan intensif. Kini, meluangkan waktu selepas pulang kantor untuk pergi ke rumah sakit sudah jadi bagian dari rutinitas Andini yang baru. Seletih apa pun, sesuntuk apa pun ia selepas seharian menghadapi pekerjaannya di kantor, ia akan sempatkan diri menilik yang terkasih. Baginya, kalau ia masih bisa melihat sosok itu di ujung hari, sudah bisa jadi pengobat bagi semua lelahnya.

Ketika semua prosedur sterilisasi sebelum masuk ICU ia rampungkan, netra Andini tidak sengaja berpapasan dengan seseorang. Ia adalah sosok wanita dengan kulit cerah dan mata sipit khas darah tionghoa. Tubuh lumayan tinggi yang berbalut medical scrub itu, sudah cukup menjelaskan jika perempuan itu adalah tim medis. dr. Mariana Brenda N., begitulah nama itu tampak tercetak pada bagian dada kiri scrub. Bordiran putih yang sangat kontras dengan warna scrub-nya yang merah hati, membuat tulisan nama itu menjadi mudah terbaca.

Dari arah kamar di mana Gelora dirawatlah, dokter itu tadi terlihat berjalan keluar. Sekilas pandangan Andini dan sang dokter bersirobok. Meski sebagian wajahnya tampak ditutupi masker, Andini masih bisa melihat senyum dokter itu dari netra sipitnya yang tampak kian kecil dan melengkung.

Gerakan tubuh dan kepalanya yang agak menunduk itu, menyapa Andini dengan ramah. Tunangan Gelora itu kemudian hanya membalas dengan kikuk, tersenyum kecil dari balik maskernya.

Nama yang tadi Andini baca, seketika membuat Andini merasa tidak asing. Ia jelas pernah mendengar nama itu. Seperti yang dulu pernah terkisah dari bibir sang kekasih hati, nama itu memang pernah menghiasi hari-hari Gelora.

Kalau dulu Andini hanya pernah mendengar kisah-kisah tentang perempuan bernama Brenda itu dari Gelora, kali ini ia tidak sangka kalau akan benar-benar dipertemukan langsung dengan sosok yang ia rasa tidak asing itu. Berjenak-jenak kemudian, Andini masih mematung di depan pintu masuk kamar ICU. Netranya memandang punggung dokter wanita itu tampak menjauh, seraya ingatannya memutar ulang sebuah kenangan terdekat di beberapa minggu sebelumnya.

"Andini, saya minta izin. Besok saya akan ketemu dengan Brenda untuk kasih undangan pernikahan kita. Boleh?"

Kala itu, sesungguhnya ada rasa khawatir yang menggenangi batin Andini. Namun, melihat kesenduan di mata Gelora membuatnya jadi tidak tega. Pada akhirnya gadis itu hanya kembali memaklumi. Lagi, dan lagi. Sama seperti yang pernah ia katakan pada Gelora ketika di hari pertunangan.

Satu hal yang selalu disyukuri Andini, Gelora memang bukan lelaki yang senang menutupi sesuatu. Berbeda dengan Andini yang kerap masih sering merahasiakan perihal perasaannya dan juga kesedihannya akan kehilangan orang yang pernah mencuri hatinya di masa lalu, Gelora justru kebalikannya—sangat terbuka di depan Andini.

Ada banyak hal yang ia ceritakan mengenai sosok di masa lalu pada Andini. Ada pula banyak foto yang telah Gelora perlihatkan. Kebersamaan Gelora—dengan sosok dokter cantik yang bernama Brenda itu—kurang-lebih telah ia ketahui awal dan akhirnya.

Gelora tidak pernah ragu untuk "menelanjangi" dirinya di depan Andini. Seolah helai-helai benang masa lalunya memang patut untuk disingkap, sehingga dengan begitu Andini juga akan mengurai benang-benang prasangkanya sampai betul-betul tidak bersisa—hingga akhirnya mereka akan mampu saling sentuh sampai ke inti. Dan seolah, Gelora selalu memberi isyarat pada Andini untuk mengisi bagian yang hilang itu, menariknya berulang kali jika ia lupa untuk kembali.

Tenderly (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang