Dari Penulis

374 21 18
                                    

Halo, ini saya, Ambara. Apa kabar? Semoga kalian dalam keadaan baik. Saya ucapkan terima kasih untuk teman-teman semua yang selama dua bulan lebih sudah meluangkan waktu untuk membaca dan memberi apresiasi bagi cerita ini.

Yang awalnya hanya sekadar keisengan untuk membuat cerita pendek yang paling banyak berisi 7 bab, eh ujungnya malah molor sampai 24 bab hahaha. Awalnya saya ingin mengakhiri kisah si Gelora dan Brenda ini dengan tragis, tapi akhirnya urung. Tetiba saya jadi ngebatin sendiri, "lahh kok jadi begini ceritanya?"😂

Saya nggak sangka juga kalau Gelora akhirnya malah jadi tokoh yang belajar sesuatu dalam cerita ini, begitu juga dengan saya. Oh, iya. Dan secara nggak saya sadari akhirnya cerita punya tema spiritual yang lumayan kental ya. Kalau misalnya teman-teman mungkin merasakan ketidaknyamanan atau merasa ada hal-hal yang terkesan terlalu sensitif mengenai agama, atau ada hal-hal lain yang terasa janggal, boleh banget disampaikan kritik dan masukannya ke saya.

Tokoh Rama tadinya saya pikir hanya akan terbersit dalam kenangan-kenangan gelora dan keluarganya. Tapi akhirnya Rama ternyata punya peran penting, ini saya betulan nggak nyangka juga, sih. Dan saya senang banget bisa kenalan sama dia😊

Tokoh Andini juga mungkin awalnya terasa asing, tapi kemudian saya berusaha supaya dia bisa menarik empati pembaca. Entahlah saya berhasil atau enggak wkwk.

Satu hal yang paling sulit dari menulis cerita ini adalah, tokoh utamanya yang nggak bisa diajak bicara. Tokoh sampingan lain hampir nggak bisa komunikasi dua arah dengan Gelora karena keadaannya yang koma. Saya sebagai penulis ditantang untuk membuat plot tetap berjalan dengan memanfaatkan tokoh-tokoh lain, mengorek masa lalu mereka, mengungkap isi hati mereka. Terpaksa pula narasi-narasi itu speed-nya harus selalu saya ubah-ubah, kadang dia cepat, kadang lambat, kadang dia lompat ke masa lalu, terus abis itu masuk lagi ke present.

Sulit sekali untuk eksplor perasaan mereka dalam monolog-monolog sepi di ICU, dan saya kerap kali takut kalau adegan-adegan itu hanya berakhir monoton serta membosankan. Kalau kalian pernah merasa seperti itu ketika membaca cerita ini, saya mohon maaf ya. Saya yang masih anak bawang ini butuh banget tanggapan dan kritik dari kalian soal ini🥺

Setelah bergelas-gelas kopi saya minum (jangan ditiru ya haha), beragam tempat, dan beratus-ratus kilometer naskah ini terus ngikutin saya selama beberapa bulan, akhirnya dia bisa rampung. Dan ketika naskah ini selesai, berarti dia baru saja lahir. Sekali lagi saya senang banget bisa ketemu kalian di sini (ini bukan basa-basi loh serius), komentar kalian dan antusiasme kalian itu benar-benar mood booster buat saya. Sekali lagi terima kasih sudah membantu saya melahirkan naskah amatiran ini.

Kalau kalian menemukan kejanggalan dalam narasi atau penulisan, menemukan logika yang cacat, atau plot hole, serta kesalahan-kesalahan lain, kalian bisa banget tuangkan kritik kalian. Silakan, saya sangat terbuka karena ini demi kebaikan penulis juga. Terakhir saya mau ucapkan terima kasih buat Brenda dan Gelora di dunia nyata, gara-gara nama kalian saya jadi terinspirasi buat nulis cerita ini hahahaha.

Btw, di bulan maret saya akan publish cerita baru dengan genre yang masih sama, genre romance. Cerita baru ini  settingnya adalah salah satu daerah pegunungan yang sejuk di  wilayah  jawa tengah. Kalau teman-teman yang udah pernah baca  cerita-cerita saya yang sebelumnya, pasti tahu deh suasana dan tema-tema yang saya angkat seperti apa. Biar kalian makin penasaran, kukasih spoiler covernya yaaa

 Biar kalian makin penasaran, kukasih spoiler covernya yaaa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Yuuuk kalau ada waktu mampir ke cerita  baru ya. siapa tahu kalian jatuh cinta :)

Sekian dari saya. Wish you guys have great days.

XOXO

K. Ambara

Tenderly (FIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang