[36] Lagi dan lagi

10 1 0
                                    

Sebaik apapun caranya berpamitan, yang namanya perpisahan akan tetap menyakitkan
-Quinza greisy Liana

Bazar yang di datangi dua sejoli itu kian meramai. Mereka menghabiskan waktu bersama. Menikmati jajanan dan permainan yang sudah tersedia di sana.

"Ano!mau main itu" tunjuk gadis itu ke salah satu permainan yang membuat jantung Lano berpacu dengan hebat. Bianglala.

"Gak!" Tolaknya mentah-mentah.

Liana menggoyangkan pundak Lano. "Ayo, Ano ishh"

"Gak!kamu kan tau aku gak suka ketinggian" pandangannya kini menurun menatap gadisnya yang tengah membuang muka marah.

"Itu gak tinggi,Ano!ayolahhh"

"Ck!oke, kita naik itu" lano memutar bola matanya malas.

Dengan gembira, Liana menarik tangan lano menuju pintu masuk arena bianglala.

Begitu sudah masuk, Lano tidak melihat ke sekitar sekalipun. Melainkan melihat kekasihnya tanpa henti.

"Gausah ngeliatin aku"

"Kenapa,hm?"

"Ya....tauah ishh"

Lano tersenyum tipis. Cowok itu mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya. Diam-diam ia memotret Liana yang tengah melihat ke arah samping.

Cantik. Setelah itu ia menyimpan lagi ponselnya dan beralih menatap Liana.

Setelah lamanya menaiki wahana itu. Mereka tidak langsung pulang, melainkan duduk terlebih dahulu di salah satu bangku yang cukup jauh dari keramaian.

"Na" panggilnya lirih

Gadis itu menoleh, menyerit bingung dengan ekspresi wajah lano yang tiba-tiba saja murung seperti itu. Apakah ia marah gara-gara bianglala tadi?pikirnya.

"Kenapa?"

Lano menghela nafas panjang "aku mau minta maaf"

"Buat apa?"

"Aku akan kuliah di Turki,na" pandangannya nunduk kebawah.

Liana tertawa receh. Mengira hal itu hanya sebuah candaan. "Bercanda kamu lucu"

"Aku srius, dan kemungkinan besok aku berangkat"

Matanya panas. Air mata kian menjatuh.

Liana berdiri "Kamu udah janji sama aku gak akan ninggalin aku lagi!mana janji kamu itu?"

Lano pun beranjak berdiri. Tangan kekarnya memegang pipi Liana menyuruh kekasihnya itu untuk menatap wajah nya.

"Aku bodoh, aku udah bikin kamu nangis lagi. Seharusnya aku tolak ajakan itu. Dan aku sendiri disini, sedangkan keluarga aku tinggal di sana?itu yang kamu mau?!" Jelasnya dengan nada sedikit tinggi.

"Aku gak maksa kamu buat tetap disini,no! Itu hak kamu! Tapi seenggaknya hargai aku!aku pacar kamu! Delano geof jailen!!" Balasnya dengan penuh emosi. Beriringan dengan air mata yang jatuh dengan sendirinya.

Cowok itu tertunduk lesu. "Aku salah, dan aku minta maaf"

"Sebanyak apapun kamu minta maaf, itu gak akan ngerubah semuanya,no!"

Gadis itu mendorong kekasihnya, lalu pergi. Namun tangannya di cekal oleh cowok itu.

"Jangan pergi, aku akan balik lagi. Tunggu aku sepuluh tahun lagi." pintanya dengan lirih.

Liana melepaskan tangannya kasar. "Jangan pernah janji, kalau Lo sendiri gak bisa nepatin!!" Setelah mengucapkan itu, ia melangkah pergi meninggalkan Lano yang sedang menatap kepergiannya.

Cowok itu mengusap wajahnya kasar.
"Anjing!" Ucapnya lalu pergi.

.

.

.

Sesampainya di kamar. Liana membanting tubuhnya di atas kasur. Menatap langit-langit kamarnya. Bayangan ketika Lano bersama nya selalu terlintas. Ketakutan nya kini sudah di depan mata. Kehilangan Lano adalah ketakutan terbesar nya.
Kini, itu semua terjadi.

"ano jangan pernah berubah ya"

"gue tetep sama"

"kita bakal terus kayak gini kan?"

"iya ana" jawab lano.
"ga ada yang berubah, gue tetep disini"

"sampai kapan?"

"maunya sampai kapan?"

"sampai maut yang memisahkan kita"

"bahkan maut ga bisa misahin kita na"

"janji?" tanya liana sembari menunjukkan jari kelingking kepada lano.

"promise"

"Lo yang janji, Lo juga yang pergi" ujarnya menahan sesak di dada. Nafasnya memburu. Melihat ponselnya yang berdering. Tertera nama kekasihnya. Ia membalikkan ponsel itu. Dan mematikan.

Menatap langit-langit kamarnya. Tangisan pun mulai pecah. Mungkin benar kata pepatah. Jika kau siap jatuh cinta, maka kau juga harus siap dengan patah hati.

Janji-janji yang Lano ucapkan, seakan belati yang menusuk-nusuk nya.

Hari ini ia memutuskan semuanya. Memutuskan untuk tidak melakukan hal-hal yang membuat nya semakin sakit. Walau pada akhirnya ia sendiri yang harus sembuh dengan luka itu.

Ia beranjak berdiri. Mengusap wajahnya. Mengelap sisa-sisa air mata. Mengambil tasnya dan kunci motor. Lalu pergi ke tempat dimana ia dan Lano selalu ketempat itu. Tertawa bersama. Menghabiskan waktu hanya untuk bersenang-senang.

"No!aku mau ngomong sebentar" ujar Liana dengan tatapan sayu. Membuat seisi markas menyerit kebingungan. Ada apa lagi dengan mereka?pikirnya.

Lano beranjak berdiri dan mengikuti kemana gadis itu mengajak nya.

Ketika sampai di tempat yang cukup sepi, ia mulai berbicara dengan keputusan nya itu.

Ia menghela nafas panjang. "Aku mau hubungan kita sampai disini" lirihnya menahan air mata yang ingin terjatuh.

Lano menggeleng. "Gak! Kenapa harus putus? Karna kamu gamau LDR?"

Liana mendongak, menatap mata yang membuat nya semakin terjatuh. "Aku cape no, cape sama semua ini. Kamu ninggalin aku bukan sekali dua kali. Dan ini yang kesekian kalinya. Dan kalau aku tetap bertahan, aku yang rugi! Ini bukan lagi perkara sayang atau enggaknya! Kalau ditanya aku masih sayang atau engga, jawaban aku masih" jelasnya panjang.

"Kamu gamau hadapin ini berdua?"

"Coba kamu pikirin kedepannya kalau kita masih bersama. Banyak orang yang di rugiin!bahkan di sekitar kita juga"

"Aku gak perduli, yang jalanin hubungan itu kita berdua. Biarin aja orang lain ngomong gimana-gimana. Jawaban aku masih tetep sama! Aku gak mau putus" ia menekankan empat kalimat akhir.

"Sepuluh tahun, no! Sepuluh tahun kamu minta aku buat nunggu kamu? Itu bukan waktu yang sebentar! Keluarga aku juga pasti mau ngeliat aku di pelaminan dan aku harap itu kamu. Tapi itu gak akan"

"Biarin aja keluarga kamu, yang nantinya akan hidup berdua itu cuma, aku dan kamu!"

"Kalau nantinya kita akan menikah, itu bukan cuma tentang aku dan kamu. Tapi keluarga kita juga!"

Lano terdiam, benar yang dikatakan Liana. Ini pasti akan sulit kedepannya.

"Cuman ada dua pilihan, aku atau kamu yang ngalah?" Tanya Liana.

Masih tak ada jawaban. Liana mengusap air matanya. "Semoga nanti, dipertemukan kembali di titik terbaik menurut takdir" ucapnya lalu pergi meninggalkan Lano yang terdiam.

Liana menghentikan langkahnya lalu berbalik. "I love you" ucapnya kembali, lalu pergi.

LIANA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang