Kemarin Seungkwan datang ke perusahaan, anak itu memang sering datang untuk membantu Joshua jika terjadi masalah dengan web perusahaan, Seungkwan pandai dalam bidang ini jadi terkadang dia membantu.Jeonghan duduk di depan mejanya, ia bisa melihat siluet dua orang di dalam ruangan. Joshua memesan makanan untuk anak itu, dari luar orang bahkan bisa mendengar suara Joshua tertawa. Dia tertawa dengan begitu akrab dan dengan cara yang begitu alami, Joshua menjadi dirinya yang apa adanya, gunung es itu seolah-olah bukanlah dirinya. Dia tertawa keras, sebuah tawa yang hangat dan ceria. Dan pagi ini, samar-samar Jeonghan mendengar suara hangat Joshua berbicara dengan seseorang di telepon, caranya sama dengan yang kemarin, hangat dan ceria. Seolah-olah dia menjadi pribadi yang lain, sosok dingin tanpa perasan itu seperti lenyap ketika dia berada di dekat orang-orang yang ia kenal dekat.
Jeonghan tiba-tiba merasa hatinya seperti jatuh ke kolam es yang dingin. Ia mencoba dekat dengannya, ia ingin akrab, tapi kenapa Joshua selalu menarik garis permusuhan dengannya? Kenapa Joshua tidak bisa memperlakukannya seperti ketika dia bersikap di depan pemuda dan orang di telepon? Bukankah sebenarnya ia lebih dekat dengan Joshua daripada orang-orang itu? Dirinya adalah orang yang Joshua peluk, orang yang dia cium, orang yang dia sentuh. Kenapa? Kenapa Joshua memperlakukannya seperti ini? Sampai kapan dia akan terus bermain?
Mengingat senyum dan tawa, nada bicara hangat yang akrab itu yang diberikan Joshua ke mereka, Jeonghan merasakan kemarahannya naik. Kenapa Joshua tidak bisa bersikap seperti itu dengannya? Jika dia membencinya, tak mengharapkan keberadaannya, seharusnya usir saja dirinya sejak awal. Kenapa membiarkannya tetap tinggal? Diam-diam di bawah meja tangannya mengepal kuat, tubuh kurusnya gemetar karena marah.
Sebenarnya apa yang terjadi pada dirinya? Kenapa ia harus marah? Kenapa harus merasa terluka Joshua memperlakukannya dengan tidak adil, tidak seharusnya ia merasa cemburu dan marah, ia hanya orang asing yang menumpang tinggal di rumahnya berkat kebaikan mendiang ayah Joshua. Joshua berhak marah, dia berhak membencinya.
Joshua bisa tersenyum, dia bisa berbicara dengan nada hangat yang bersahabat bahkan tertawa riang tanpa beban, tapi kenapa padanya dia tidak bisa? Kenapa Joshua tidak bisa memperlakukannya seperti yang dia lakukan pada pemuda itu dan orang di telepon? Mengapa?
Satu persatu karyawan berkemas dan pulang, jam berwarna putih di dinding menunjukkan pukul lima lebih. Langit sore berwarna kuning keemasan, Jeonghan duduk di kursinya sampai hanya dirinya yang tersisa di lantai itu itu dan orang di dalam ruangan. Ya, Joshua berada di ruangannya.
Jeonghan tiba-tiba berdiri dari kursinya, kedua tangannya yang mengepal kuat gemetar, ia menatap pintu ruangan yang tertutup itu. Tanpa ragu-ragu, seolah dikendalikan roh penuh dendam ia melangkah ke ruangan tersebut.
Sore itu Joshua sedang duduk di depan meja kerjanya, menatap cangkir kopi di atas meja. Langit di luar mulai gelap, dan lampu di dalam ruangan dibiarkan tidak dinyalakan. Joshua masih memikirkan kata-kata Dokter Xu pagi ini di telepon. Entah mengapa hatinya terasa berat. Tiba-tiba seseorang menerobos masuk ke dalam ruangannya, pintu dibuka dengan kasar, dan tertutup dengan suara debam yang keras.
Joshua mengangkat kepalanya dan melihat Jeonghan berdiri di depan pintu ruangannya. Dia berdiri di sana, menatapnya dengan napas terengah-engah karena marah.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Joshua dengan pikiran kabur. Jeonghan tidak menjawab, dia berjalan maju dan membungkuk, meraih kerah kemeja Joshua.
"APA YANG SEDANG KAU LAKUKAN?!" Joshua berteriak murka, otot lehernya menonjol karena marah.
Jeonghan menarik kerah kemejanya, memaksa Joshua berdiri dari kursi.
Lelaki itu menatap matanya. Seakan bongkahan es jatuh ke hatinya, Joshua melihat kedua mata lelaki itu berkaca-kaca, menatapnya dengan marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dead Wood [JIHAN FANFICTION]
FanfictionJeonghan salah paham dengan kasih sayang yang diberikan pria itu padanya, tanpa sadar ia menjadi serakah dengan kasih sayang dan cinta pria itu. Ia menuntut lebih dari yang seharusnya. Sampai suatu hari pria itu pergi dan tak kunjung kembali. Jeongh...