Chapter 16

1.7K 191 60
                                    


Langit di luar masih gelap. Ruangan itu redup hanya cahaya oranye dari lampu duduk di atas meja nakas, gorden di jendela masih tertutup rapat. Jeonghan membuka matanya, menatap tangan yang melingkar di pinggangnya. Ia merasakan suhu tubuh hangat di punggungnya, walau dihalangi kain piyama, namun terasa begitu hangat.

Jeonghan sudah bangun, tapi ia tidak bergerak sama sekali dari posisinya. Takut kalau orang di belakangnya ikut terbangun. Jam digital di atas meja nakas menunjukkan angka 05:30.

Lelaki itu dalam posisi berbaring miring dengan seorang pria di belakangnya yang memeluknya erat. Joshua tertidur lelap, wajahnya tersembunyi di belakang leher Jeonghan. Setiap pria itu bernapas Jeonghan merasakan udara hangat yang menyapu lehernya, sensasi menggelitik itu membawa merinding ke sekujur tubuh, ia ingin mengecilkan lehernya untuk menghindari napas Joshua, tapi ia tidak berani bergerak takut kalau Joshua akan bangun.

Tidak, mereka tidak tidur bersama. Jeonghan tidur sendirian di kamarnya dan Joshua juga, tapi di tengah malam pria itu akan naik ke tempat tidurnya. Dia tidak melakukan apapun, hanya tidur di sebelahnya, memeluknya. Semalam juga. Ketika Jeonghan pergi tidur Joshua berada di kamarnya sendiri, duduk di depan meja kerjanya tenggelam pada pekerjaan. Tapi, di tengah malam Jeonghan merasakan seseorang sudah berbaring di sebelahnya, lengan orang itu melingkar di pinggangnya, memeluknya seperti bantal. Joshua tertidur sangat nyenyak.

Sejak malam itu, ketika dia pulang dengan keadaan mabuk berat dan menangis di hadapannya, sikap Joshua berubah seratus delapan puluh derajat. Dia yang selalu dingin dengan sikap mendominasi, tatapan mengintimidasi, berubah total seolah orang berbeda dari Joshua sebelumnya yang Jeonghan kenal. Dia berubah menjadi seseorang yang lembut, seolah-olah tinggi dan kokohnya gunung es itu telah mencair. Sepasang mata hitam yang membuat Jeonghan selalu merasakan takut dan kedinginan itu entah bagaimana telah berubah hangat seperti cahaya matahari pertama di musim semi. Hangat dan cerah.

Joshua tiba-tiba mengeluarkan suara erangan rendah saat dia merenggangkan otot-otot tubuhnya. Jeonghan yang tenggelam dalam pikirannya sendiri terkejut mendengar suara tiba-tiba pria itu di samping telinganya, ia tersentak seperti kucing kecil yang menginjak air dingin.

"Hmhhh..... jam berapa sekarang?" Joshua bertanya dengan suara serak, matanya masih terlalu berat untuk dibuka. Dia menarik napas dalam seraya membenamkan wajahnya di leher belakang Jeonghan.

Jeonghan dengan kaku melirik jam di atas meja nakas sampingnya. Napas hangat pria itu menyapu lehernya, wajah Joshua menggosok kulitnya, Jeonghan bahkan bisa merasakan bibir lembap Joshua menempel di kulitnya kulit lehernya. Jeonghan menahan napas, mencoba untuk tidak bergerak ketika sensasi geli menjalar ke sekujur tubuh ketika bibir Joshua yang bersentuhan dengan kulit lehernya bergerak ketika dia berbicara.

"Setengah enam...." Jeonghan menjawab, suaranya lirih.

Tidak ada jawaban dari belakangnya. Joshua kembali tidur? Jeonghan menajamkan telinganya, dan mendengar pria di belakangnya bernapas teratur. Ya, dia sepertinya tertidur lagi. Diam-diam Jeonghan mengembuskan napas lega. Ia masih belum terbiasa dengan sikap Joshua yang seperti ini. Pelukan yang berbeda dari pelukan menindas biasanya, tatapan hangat yang berbeda dari tatapan dingin penuh kebencian biasanya. Joshua berubah terlalu banyak sampai Jeonghan tak bisa mengenalinya.

Tapi, pelukan ini begitu hangat. Ada perasaan takut yang tiba-tiba merayap di hatinya. Ia takut jatuh terlalu dalam pada hangatnya peluk ini, tenggelam pada hangatnya tatapan itu.

Jeonghan takut.

Bukankah ini belum terlambat untuk menarik jarak di antara mereka? Mengambil langkah menjauh sebelum apa yang ia takutkan terjadi. Jeonghan takut salah paham, ia takut hatinya terlalu lemah.

Dead Wood [JIHAN FANFICTION]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang