Joshua berangkat lebih pagi dari biasanya, ia pergi dengan pakaian olahraga, ke gym terlebih dahulu sebelum langsung berangkat ke perusahaan. Ia berdiri di depan pintu kamar lelaki itu, menatap pintu kayu cokelat di hadapannya. Ia hanya terdiam di sana untuk waktu lama, ragu-ragu tangannya terulur pada kenop pintu, dengan hati-hati membuka pintu kamar.Melalui celah kecil, Joshua melihat tubuh kurus lelaki itu meringkuk di bawah selimut. Dia berbaring membelakanginya, jadi Joshua hanya bisa melihat bagian belakang tubuhnya. Ia hanya menatap melalui celah kecil sebelum perlahan-lahan menutup pintu itu kembali.
Dengan setelan rapi dan rambut yang disisir ke belakang ia berjalan mondar-mandir di depan jendela kaca, memegang cangkir kopi panas yang masih mengepulkan uap putih ke udara. Sesekali ia menyesap kopi pahit tersebut sembari pandangannya terus tertuju pada jalanan di bawah sana; halaman gedung yang masih sepi, hanya satu-dua karyawan terlihat datang. Joshua melirik jam tangannya, sedikit gelisah untuk alasan yang tidak diketahui.
"Tuan, rapat sudah siap." Seorang karyawan perempuan bicara dengan sopan. Joshua tanpa menoleh hanya mengangkat tangannya, memberi isyarat agar karyawan perempuan itu diam. Ia sedang tidak ingin diganggu oleh siapapun.
"Katakan pada mereka untuk menunggu." ucapnya dingin.
"Baik." karyawan perempuan itu membungkuk sopan dengan senyum ramah yang dipaksakan. Pagi ini Joshua memiliki jadwal rapat daring dengan investor luar negeri, mereka bukan orang sembarangan yang bisa dengan mudah disuruh menunggu, butuh waktu lama sampai akhirnya mendapatkan jadwal dari orang-orang sibuk itu, tapi Joshua dengan mudah menyuruh mereka menunggu, alih-alih bersiap untuk rapat dia justru hanya berdiri di depan jendela sembari menikmati kopi panas. Karyawan perempuan itu akhirnya mengerti kenapa orang-orang bilang presdir muda ini tidak kompeten.
Joshua menggigit tepian gelas kertas kopi, dengan gelisah menatap jalanan di bawah sana, memerhatikan setiap karyawan yang datang, tapi sosok lelaki itu belum terlihat. Atau... mungkin dia tidak akan datang? Sekali lagi ia melirik jam tangannya, jarum jam terus bergerak maju.
Ketika Joshua hendak berbalik pergi setelah lebih dari dua jam menunggu di depan jendela, akhirnya sosok kurus dengan kemeja merah muda terlihat di kejauhan. Dia berjalan lambat, memeluk tas kerjanya dengan tatapan gelisah.
Di lantai lima Joshua berdiri di depan jendela kaca, memegang gelas kopi dengan tangan lain yang dimasukkan ke saku celana. Ia memerhatikan lelaki itu hanya berdiri di depan gedung untuk waktu lama, entah apa yang sedang dia pikirkan, tapi jelas terlihat dia ragu-ragu apakah harus masuk atau tidak. Setelah 10 menit berdiri di sana Jeonghan berbalik pergi, dengan langkah lambat dia berjalan pergi. Joshua yang melihat lelaki itu melangkah pergi meremas gelas kopi di tangannya, melemparkan gelas kertas tersebut ke tempat sampah. Ia segera berlari ke lift mengejar lelaki itu, mengabaikan orang-orang penting yang sudah dijadwalkan rapat dengannya pagi ini.
Sebenarnya apa yang dia pikirkan? Kenapa harus datang kalau akhirnya pergi? Joshua berlari mengejar Jeonghan yang berjalan semakin jauh, ia meraih bahu kurus itu. Wajah cantik itu tampak terkejut saat melihat Joshua berdiri di depannya.
"Kau akan pergi begitu saja?"
"Kenapa tidak sarapan dulu sebelum pergi? Makanan di kantin kami sangat enak, mau mencobanya?"
***
Di hari pertama Jeonghan menginjakkan kaki di perusahaan ia menjadi pusat perhatian semua orang. Beberapa orang yang pernah melihatnya di acara pemakaman presdir mungkin masih mengenalinya, tapi bagi yang tidak mereka akan terkejut melihat lelaki cantik itu berjalan ke kantin bergandengan tangan dengan presdir muda Hong. Sejak Joshua menggantikan posisi ayahnya di perusahaan, ini kali pertama baginya menginjakkan kaki di kantin. Yang lebih mengejutkan bagi semua orang adalah dia datang bersama seorang lelaki muda yang sangat indah, wajahnya yang cantik, kulit putihnya seperti batu giok indah, sempurna tanpa cela.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dead Wood [JIHAN FANFICTION]
FanfictionJeonghan salah paham dengan kasih sayang yang diberikan pria itu padanya, tanpa sadar ia menjadi serakah dengan kasih sayang dan cinta pria itu. Ia menuntut lebih dari yang seharusnya. Sampai suatu hari pria itu pergi dan tak kunjung kembali. Jeongh...