Prolog

4.3K 181 7
                                    

Halooooo, haaaiiii!!! Sebelumnya, aku mau ngucapin selamat tahun Baru!!! Pas banget aku update di awal tahun ehehe. Semoga resolusi kita di tahun 2022 bisa terwujud, ya. Dan semoga segala kebaikan dan rahmat Tuhan selalu menyertai kita. Aamiin

Jujur, awalnya aku agak raguuu mau bikin versi panjang/versi novel dari Pulang, krn selama ini trbiasa nulis cerpen yang alurnya cepat. Tp bismillah deh, aku mau belajar konsisten bikin novel ini. Semoga berhasil!

Akan ada beberapa perubahan dan tambahan alur di sini. Ibu Rama misalnya, nggak mungkin kan ya sepanjang cerita aku sebut Ibu Rama terus wkwkwk. Jd di sini Ibu Rama bakal punya nama. Yeay! Wkwkwk ''''

Selamat membaca, semoga menikmati, jangan lupa vote dan comment, follow juga. online hug for u, guys

***

Alunan musik terdengar syahdu dari sudut hall yang didiami tim orkestra berseragam putih. Sementara para tamu undangan tengah menikmati menu-menu yang dihidangkan silih berganti. Acara tukar cincin telah berlangsung tanpa kendala, seperti yang diharapkan semua orang yang hadir. Ramah tamah dan makan malam menjadi penghujung acara malam ini.

Semua orang menikmati malam dengan baik. Tawa dan canda saling bersahutan. Dekorasi yang sederhana namun elegan, dengan hiasan bunga-bunga bernuansa putih, membuat para tamu merasa disambut dengan baik oleh sang tuan rumah. Lampu-lampu menggantung cantik di langit-langit, memancarkan cahaya keemasan yang berpadu dengan kandelar berwarna putih hangat di atas meja-meja bundar yang tersusun rapi.

Waktu tepat menunjukkan pukul sepuluh malam saat hall benar-benar sepi dari para tamu. Menyisakan anggota keluarga kedua belah pihak dari love birds malam ini. Rama Adipura menggandeng tangan tunangannya, Safira Sudrajad, mendekati salah satu meja tempat keluarga mereka duduk bercengkrama. Terlihat Ayah, Ibu, dan adik perempuan Rama, serta Mama Safira di sana. Mereka baru saja mengantarkan tamu terakhir yang akan pulang ke pintu keluar.

"Ini dia bintang hari ini. Sini, Sayang. Duduk di sebelah Ibu," pinta Rani, Ibu Rama, yang kini mulai mengambil alih Safira dari pasangannya. Tampak wajahnya begitu berbinar meski gurat lelah tak dapat ditampik.

Safira segera memenuhi keinginan calon ibu mertuanya, ia duduk di sebelah kanan kursi roda yang Rani duduki, sementara Rama duduk berjarak dua kursi dari tunangannya. Beberapa bulan lalu wanita paruh baya itu terserang stroke yang membuat tangan dan kaki kirinya tak dapat berfungsi dengan baik meski masih bisa digerakkan. Namun terlepas dari kondisinya yang tak seperti dulu, Rani begitu bahagia karena impiannya menjadikan Safira sebagai menantu akan segera terwujud.

"Anak Ibu udah makan belum?" Tanya Rani seraya merapikan anak-anak rambut yang terurai di sisi wajah Safira. Hati wanita itu menghangat merasakan kasih sayang Rani padanya.

"Udah, Bu. Tapi dikit banget, nggak sempet makan banyak. Tamunya nggak habis-habis. Mama sama Ibu pasti janjian ngundang orang se-Indonesia raya, ya," canda Safira sembari pura-pura merajuk. Membuat semua orang di meja itu tertawa bersama. Kecuali satu orang, Rama, tunangannya. Pria itu tak menunjukkan ekspresi apapun, ia hanya fokus pada ponsel di tangannya.

"Keluarga, teman, dan kerabat kita kan memang nggak sedikit, Ra. Masa berita bahagia gini harus ditutup-tutupi. Jujur sama Mama, kamu capek tapi seneng, kan?" Goda Palupi, Mama Safira yang masih tampak bugar di usianya yang tak jauh berbeda dengan Rani. Bedanya, penampilan Palupi lebih mengikuti tren—seperti artis Dona Harun yang selalu terlihat awet muda, sementara Rani lebih keibuan dan bersahaja, khas bangsawan Jawa. Meski berbeda, tak menghalangi mereka berdua untuk menjalin persahabatan yang begitu kental sejak SMA.

"Engga juga, biasa aja!" Elak Safira, bibirnya berkedut menahan senyum.

"Iiihh, malu-malu kucing. Lihat tuh, Mas, telinganya merah," ujar Rani pada suaminya, Hendra, masih dalam rangka menggoda Safira.

PULANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang