Sejak awal menyetujui ide gila Rama, Safira sadar dirinya akan berada dalam posisi yang sulit. Sebab, dari awal jumpa dengan pria itu, dirinya sudah jatuh cinta. Dan semakin jatuh saat mengetahui Rama begitu mencintai Ibunya. Perlakuan Rama terhadap Ibunya sungguh mampu menghangatkan hati siapapun yang melihatnya.
Tidak berhenti sampai di situ. Setelah semakin mengenal Rama, pria itu ternyata benar-benar family man yang begitu mencintai dan sangat dekat dengan putrinya. Interaksi antara Rama dan Niana mampu membuat setiap orang yang melihatnya merasa iri. Menjadi seorang Niana pastilah sangat beruntung, ayahnya tentu akan menjadi cinta pertama yang sempurna. Yang tak orang lain mengerti adalah, banyak sifat Rama yang membuat Safira semakin jatuh cinta setiap harinya. Bahkan Shalom masih sering menganggapnya bodoh karena terlalu bucin pada Rama.
Padahal, Safira bisa melihat apa yang orang lain tak bisa lihat. Kebaikan Rama, kelembutan hatinya, dan ketulusannya dibalik sifat dingin dan kaku yang selalu pria itu tunjukkan. Orang-orang akan mengasihani Safira bila mengetahui hubungan macam apa yang mereka jalani, tapi mereka tidak mengenal Rama seperti Safira mengenalnya. Mereka tidak tahu apa-apa.
"Lho, kata Ibu jam satu, Mas?" Tanya Safira bingung setelah membukakan pintu unitnya untuk Rama.
"Mending lebih awal daripada terlambat, kan?" Rama berjalan memasuki unit apartemen Safira setelah gadis itu memberi ruang untuknya melintas.
Safira mengangguk setuju seraya menutup pintu. Di baliknya, Rama melangkah menuju sofa dan mendudukkan diri di sana. "Tapi aku belum kelar siap-siap, nih."
"Saya tunggu," ujar Rama sembari fokus dengan ponselnya.
"Ya udah, Mas Rama mau ngopi dulu?"
"Boleh."
Safira memutar bola matanya, jawaban Rama yang singkat-singkat membuatnya gemas. "Niana nggak diajak, Mas?" Tanya Safira sambil menyiapkan kopi untuk tunangannya.
"Niana tidur. Kayaknya kecapekan, tadi pagi habis ke CFD."
Gerakan mengaduk kopi yang Safira lakukan terhenti. Ia mengalihkan pandangan pada punggung tegap yang bersandar di sofa.
"Mas tadi pagi ke CFD sama Niana?"
"Mm-hmm..."
"Sama mbak Karina juga?"
Rama membalikkan badan menatap Safira yang juga tengah menatapnya. "Kenapa? Memangnya sama siapa lagi?"
Safira menghela napas, setitik rasa tidak suka muncul di hatinya. Semua yang berkaitan dengan Rama dan Karina selalu membuat hatinya panas. Ia cemburu. "Aku nggak nolak lho kalau diajak."
Sebelah alis Rama terangkat, "Sama kamu?"
Safira mengangguk. Setelah selesai membuat kopi, ia berjalan menuju ruang tengah dan menyajikannya untuk Rama. "Udah setahun tunangan, main di CFD aja nggak pernah. Nge-date juga cuma sesekali. Makan siang bareng lebih sering aku yang nyamperin Mas Rama daripada makan berdua di luar. Kita mau nikah, Mas. Seharusnya kita melakukan banyak hal seperti pasangan pada umumnya."
Rama menyandarkan tubuhnya kembali sembari bersedekap. Ia menatap Safira intens, masih dengan satu alisnya yang terangkat. "But we're not 'that kind' of couple, right? Saya bisa ingatkan perjanjian kita di awal, kalau kamu lupa," ujarnya santai.
Ujung hidung Safira mendadak gatal. Yeah, Rama benar. Hubungan mereka memang tidak seperti pasangan normal lainnya. Perjanjian konyol itu bahkan masih menjadi dinding penghalang bagi Safira untuk mendekati Rama. Ia menghela napas lagi. "However, we're getting married, Mas. Kita akan hidup berdua di satu atap yang sama, bertemu setiap hari, menjalani biduk rumah tangga. Apapun alasan kita dibaliknya. Bukannya paling enggak, kita harus bisa saling nyaman?"
KAMU SEDANG MEMBACA
PULANG
ChickLitRama Adipura terpaksa bertunangan dengan seorang penulis novel terkenal, Safira Sudrajad. Perjodohan. Klise, memang. Ia tidak dapat menolak sebab kesehatan Ibunya sangat rawan sejak terserang stroke. Tak ada pilihan lain selain berkata "Iya" demi sa...