13. The Unspoken Truth

1.9K 191 15
                                    

Lagi² random update wkwkwk. Maapkeun...

*Readers be like: "Hadeee minta maap mulu lu, lagu lama! Update rutin sono tiap Sabtu!" 🤣🤣🤣

Btw let me know kalo alurnya ganyambung ya gaeeess 🤭🙏🏻

Luv u all ❤️

***

Rama terdiam di dalam mobilnya, padahal sudah satu jam mobilnya terpakir di car port. Masih enggan beranjak untuk masuk ke dalam rumah sang Ibu yang tengah menanti kabar tentang Safira. Rama gamang, pikiranny masih terpaku pada kejadian beberapa waktu lalu, di mana ia melihat raut wajah Safira yang begitu pucat dan tatapan matanya yang sarat akan kekecewaan. Sebuah tatapan tak pernah membuat Rama sekacau ini. 

Lelaki itu menghembusakan napasnya keras, kemudian memutuskan untuk keluar dari mobil. Begitu masuk ke dalam rumah, ia disambut ceramah sang Ibu yang mengatakan bahwa dirinya membuat ibunya terlalu lama menunggu.

"Gimana Rara?" tembak Rani setelah  serentetan omelan ia tujukan pada anaknya.

"Bu, seenggaknya biarkan Rama  bersih-bersih badan dan ganti baju dulu. Rama kan baru sampai."

"Habisnya kamu lama banget Ram, bikin Ibu khawatir sama Rara."

"Nanti Rama ceritakan, sekarang Rama mau mandi dulu. Gerah, Bu."

Tubuh Rama sudah polos dan basah oleh guyuran air hangat dari shower. Safira masih saja enggan beranjak dari pikirannya. Ada sesuatu yang salah pada dirinya setelah melihat tatapan Safira begitu terluka.

Bersalah. Rama selalu merasa bersalah setiap ia tanpa sadar melukai gadis itu. Demi Tuhan, ia hanya ingin menahan diri agar tidak jatuh pada pesona Safira karena ada hati yang harus ia jaga. Namun sikapnya justru seperti pria brengsek yang bisanya menyakiti hati wanita.

Sial!

***

Suara bel unit apartemen menggema, namun Safira enggan bangkit dari rebahnya. Kepalanya masih terasa berat, dan pandangannya berputar jika ia dalam posisi duduk atau berdiri terlalu lama.

Kondisinya belum membaik. Ia mengutuk reaksi obat yang berjalan lambat. Sudah seharian ia bed rest setelah kemarin memeriksakan diri ke dokter bersama Rama, namun tidak ada kemajuan berarti. Tubuhnya tetap sakit dan lemah.

Bel tidak lagi berbunyi, digantikan suara password pad yang ditekan. Jika tamu yang datang mengetahui password unit apartemennya, maka salah satu dari Rama atau Shalom lah orangnya.

"Ra... Rara..."

Safira menajamkan telinga. Ia mendengar suara seorang wanita. Tapi bukan tipe suara Shalom yang sumbang dan memekakkan telinga. Ini seperti suara...

Pintu terbuka tiba-tiba. Safira terkejut saat melihat siapa yang datang. Rani dan Rama. Sontak gadis itu terduduk, namun sedetik kemudian bumi terasa bergoyang. Ia limbung dan nyaris saja jatuh dari kasur.

"Ra! Jangan langsung bangun gitu," Rama mendekapnya, lalu membantunya kembali merebahkan diri.

Mata Safira terpejam, berusaha menenangkan kepalanya. Ia takut jika membuka mata, pandangannya kembali berputar. Dan yang lebih ia takutkan adalah, pandangannya akan bersitatap dengan Rama.

"Sayang, are you okay? Apa perlu kita ke rumah sakit lagi?" Tanya Rani khawatir. Ia duduk di kursi rodanya sembari membelai kaki Safira yang tertup selimut.

PULANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang