Waktu menunjukkan pukul 9 pagi, tapi matahari sudah bersinar sangat terik. Seakan berada tepat di atas kepala. Namun hal tersebut tak menyurutkan tekat Safira untuk menuju supermarket. Ia berencana memasak sesuatu untuk bekal makan siang Rama. Tadi pagi Safira menelepon Rama dan menanyakan kesediaan pria itu dibuatkan makan siang. Dan Rama mengiyakannya—meski hanya dengan gumaman singkat. Dengan semangat Safira menyusuri rak-rak berisikan berbagai macam bentuk, jenis, dan merk pasta.
Butuh setengah jam bagi Safira untuk memasukkan semua bahan makanan yang ia butuhkan. Setelah menyelesaikan proses pembayaran, Safira segera menuju area parkir dan bergegas pulang. Ia sangat antusias setiap kali menyiapkan makanan khusus untuk Rama.
Satu demi satu bahan mentah Safira sulap menjadi makanan lezat sesuai selera Rama. Dulu Rani, sang calon ibu mertua, pernah menceritakan apa saja yang berkaitan dengan Rama. Mulai dari kepribadiannya yang dingin dan kaku, lalu kebiasaannya yang—kebanyakan—menyebalkan, kemudian makanan-makanan favoritnya, dari makanan ringan hingga makanan berat. Tidak semua Safira ingat, hanya makanan tertentu saja. Sebab Rama yang sebenarnya tidak terlalu pemilih soal makanan, sehingga cukup banyak list yang Rani berikan kala itu.
Namun untuk makan siang kali ini, hanya tiga hidangan saja yang Safira masak. Yakni ayam rempah, salad sayur, dan puding leci sebagai dessert. Safira sengaja membuat puding leci dengan pemanis murni dari sari leci yang telah ia siapkan sebelumnya, sehingga rasanya tidak akan terlalu manis. Sesuai dengan yang Rama sukai.
Setelah semu kudapan telah selesai dimasukkan kedalam kotak bekal, Safira mempercepat geraknya untuk bersiap-siap. Tubuhnya serasa bau asap dan bumbu-bumbu dapur selepas masak. Ia tidak mungkin membiarkan Rama mencium bau tak sedap yang menguar dari dirinya.
Tepat jam 12.25 Safira tiba di kantor Rama. Sebuah bangunan berlantai lima dengan tulisan ARCHART terpasang sangat besar di bagian depan. Bukan sekali dua kali Safira datang kemari. Bahkan karyawan di sana sudah mengenalnya dengan baik. Sebab selama satu tahun bertunangan dengan Rama, sebisa mungkin Safira menjalin hubungan baik dengan para pegawai suaminya itu. Karena ia tidak suka jika pegawai di sana terlalu sungkan padanya. Meski Rama sering kali mengatakan apa yang Safira lakukan itu berlebihan, namun lambat laun pria itu membiarkannya saja. Dan hal itu Safira anggap sebagai lampu hijau untuk menjadi lebih dekat dengan Rama.
"Mohon maaaf, Bu. Bapak tadi pamit keluar, sekitar satu jam sebelum jam makan siang. Apa Bu Safira sudah janjian dengan Pak Rama?" Tanya Nadia, satu dari dua sekretaris Rama yang Safira temui di ruang tunggu lantai 5, lantai yang di khususkan menjadi kantor direktur—Rama. Terdapat ruang tunggu dengan sofa set yang tertata rapi dan meja sekretaris di sana, tepat di depan ruangan Rama.
"Memangnya Pak Rama nggak bilang mau kemana, Nad?"
Perempuan yang dipanggil Nadia itu menoleh ke arah teman prianya, sesama sekretaris, memberi kode untuk menanyakan keberadaan sang bos besar. "Bapak nggak bilang mau ke mana, Bu. Tadi cuma pamit ke saya mau keluar."
"Bapak juga nggak bilang sama saya mau ke mana, Bu," ujar Dion, sekretaris Rama yang lain.
"Kira-kira balik ke kator jam berapa, ya?"
Nadia dan Dion menggeleng serempak. Terlihat jelas bahwa mereka tidak enak hati pada Safira, karena tidak ada yang mengetahui ke mana Rama pergi. Padahal Safira sudah datang membawakan bekal makan siang di tangannya, terlebih mereka sudah membuat janji terlebih dahulu.
"Kalau saya tunggu di dalam boleh?"
Nadia sontak mengangguk, "Silakan, Bu. Nanti waktu Bapak kembali akan saya sampaikan kalau Bu Safira menunggu di dalam."
"Okay, makasih, Nad," tak lupa Safira juga mengangguk sekilas pada Dion, lalu melenggang masuk ke ruangan Rama. Ia berharap tak lama lagi pria itu segera kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
PULANG
Chick-LitRama Adipura terpaksa bertunangan dengan seorang penulis novel terkenal, Safira Sudrajad. Perjodohan. Klise, memang. Ia tidak dapat menolak sebab kesehatan Ibunya sangat rawan sejak terserang stroke. Tak ada pilihan lain selain berkata "Iya" demi sa...