Safira memutus tatapannya pada Rama. Kemudian dengan hati kacau ia melangkah masuk. Tidak ingin membawa wajah sendunya ke hadapan Rani, ia memutuskan untuk ke kamar mandi terlebih dahulu. Mencuci wajah dan melatih senyumannya di depan cermin. Ia harus terlihat baik-baik saja di hadapan Ayah Hendra yang sedang berulang tahun. Apalagi di depan Ibu Rani yang peka.
Setelah memastikan wajahnya tidak menampakkan isi hatinya, Safira keluar kamar mandi dan segera mencari keberadaan Rani. Ketika ia melangkah ke dapur yang luas, sudah ada Rani yang duduk di sebelah Mbok Sum, kepala asisten rumah tangga di rumah Keluarga Adipura. Rani tampak bercakap dengan wanita di sebelahnya yang tengah memotong wortel.
"Ibu," panggil Safira.
Rani menoleh, kemudian tersenyum riang mengetahui siapa yang datang. Ia memutar kursi rodanya sehingga bisa mendekat pada calon menantu kesayangannya. Safira menyambut Rani dengan pelukan, tidak lupa mencium kedua sisi pipi Rani.
"Di dapur udah ramai gini, Bu. Ibu mending istirahat aja, atau siap-siap biar pas makan malam nanti makin cantik dan bikin Ayah pangling."
"Njeh, Bu. Mbak Rara benar. Ibu tinggal santai-santai saja, nanti tiba-tiba makanannya sudah jadi."
"Aku bosan, Sum, kalau nggak ngapa-ngapain. Ini kan hari spesialnya Bapak."
"Nenek!" Terdengar suara riang yang cempreng disusul dengan munculnya sosok si empunya suara yang setengah berlari, Niana.
"Lho! Cucu Nenek di sini? Ya ampun sayang, Nenek kangen banget!" Rani segera memeluk Niana dengan tangannya yang sehat serta menghujani kecupan-kecupan rindu di seluruh wajah bocah itu. "Kapan datang?" Tanya Rani pada Niana setelah melepas pelukannya.
Namun, bukan Niana yang menjawabnya. Melainkan suara bariton dari arah belakang Safira.
"Dua hari yang lalu, Bu," jawab Rama lalu menyalami Ibunya. Kemudian di susul Karina yang juga menyalaminya. Namun hanya sekilas, bahkan Karina tidak sampai mencium punggung tangannya karena Rani segera menarik tangannya malas. Ia begitu kentara menunjukkan ketidaksukaannya pada sang mantan menantu.
Rani kembali sibuk dengan Niana. "Main sama Nenek, yuk. Dengan semangat Rani memanggil Maria, perawat yang mengurus keseharian Rani, untuk segera mendorong kursi rodanya menuju taman belakang bersama Niana. Kini hanya tersisa Rama, Karina, dan Safira, berdiri di depan dapur yang sibuk dengan canggung. Safira enggan berdiam diri lebih lama lagi, maka ia melangkah menuju dapur dan menghampiri Mbok Sum. Dengan cekatan ia meletakkan tasnya di sudut ruangan, mengikat rambutnya asal, memakai apron, lalu membantu mengerjakan apa saja agar tak perlu lagi berurusan dengan sepasang mantan suami istri itu.
Setelah hidangan tersaji rapi di meja, Safira mencium aroma tidak sedap dari pkaiannya. Tentu saja, dari tadi ia sibuk di dapur bersama lima orang asisten rumah tangga Rama di dapur, pasti pakaian dan tubuhnya sudah bau asap bercampur keringat. Untung saja ia membawa pakaian ganti untuk makan malam nanti. Sekarang hanya perlu mandi, namun Mbok Sum menghentikannya saat akan menggunakan kamar mandi tamu.
"Shower-nya rusak, Non. Mending di kamar tamu aja mandinya," ujar Mbok Sum.
Akhirnya Safira mengikuti Mbok Sum yang mengantarnya ke kamar tamu. Namun saat mereka tiba, ternyata Karina juga sedang mempersiapkan dirinya di sana.
"Sial!" Umpat Safira dalam hati.
"Eh, ada Bu Karina ternyata, Non. Apa mau di kamar tamu satunya saja?"
"Di kamar saya aja, Mbok," ujar suara pria di belakang mereka. Saat Safira menoleh, Rama sudah berdiri menjulang tepat di belakangnya.
"Tapi—"
KAMU SEDANG MEMBACA
PULANG
ChickLitRama Adipura terpaksa bertunangan dengan seorang penulis novel terkenal, Safira Sudrajad. Perjodohan. Klise, memang. Ia tidak dapat menolak sebab kesehatan Ibunya sangat rawan sejak terserang stroke. Tak ada pilihan lain selain berkata "Iya" demi sa...