Part 18

1K 26 3
                                    

Aku menatap benda berbentuk segi empat tipis itu berulang-ulang. Tidak ada tanda-tanda dia bakal bals lagi. ck... aku menaruh hp ku di meja dan mencharger nya. off...

Nesha, pikiranku kalut saat pertama kali ketemu di rumah mbak Mira. Pikiran negative ku timbul, saat disana juga ada cristin. ternyata aku salah, semua baik-baik saja. Cristin tidak membuat ulah lagi seperti yang ia janjikan, dan itu yang membuat aku memaafkanya.

Ya Tuhan, sekarang fantasiku berganti Nesha. lebih anggun dan santun dari pada terakhir ketemu di Salatiga dulu. haduh jangan sampai dia jadi obyek pikiran liarku. Setan menyelinap kehatiku saat membayangkan wajahnya. Aku buru-buru bangun dari rebahanku dan melaksanakan sholat sunnah. 

..............

aku menuruni tangga menuju lantai satu. Pino asik main catur dengan ayah, sekilas mereka mendongak kearahku tapi detik kemudian konsentrasi lagi kebiduk catur. Kalau sudah ketemu Pino. ayah lupa segalanya, maklum berasa punya anak cowok katanya. 

 " mau kemana kak?" . Pino bertanya padaku tapi tak sedikitpun mengalihkan penglihatanya. aku duduk disamping mereka yang lagi khusyuk main. 

" mau ke TPA pin. Anterin yah, motorku dibengkel lagi nih". 

dia nggak nyahut malah nyerahin kunci motor matic milik adiknya kearahku.

"udah jangan ganggu kita dulu nesh, lagi tegang-tegangnya". kata ayah, haduh,,,ini pkdhe ma ponakan sama aja, berasa dunia milik berdua kalo gini mah.

. Aku segera beranjak setelah mengambil kunci motor dan melesat ke masjid darul amal untuk mengajar TPA. Aku memarkirkan motor pino ditempat parkir sebelah kiri masjid. Ana-anak menghampiriku dan berebut untuk berjabat tangan. Setelah itu aku masuk kantor. Disana sudah ada umi dan seseorang yang belum aku kenal.

“ assalamualaikum…”. Umi dan orang tersebut menengok bersamaan.

“waalaikumsalam, tumben nih ustadzah telah”.

“afwan say,,, ketiduran habis sholat dhuhur”.

“ oh ya, ini Gus ghoni “.

Aku menengok kearah orang yang dikenalkan kepadaku, kami saling menangkupkan tangan kedada masing-masing sebagai pengganti jabat tangan.

“ saya nesha”.

“ Abdul Ghoni, panggil saja Ghoni”.

Aku mengangguk. Aku seperti familiar melihat laki-laki itu, tapi dimana ya? Atau beliau salah satu dosen disini. Maklum kami mendirikan TPA ini di masjid kampus, dan pendiriannya pun di bawah yayasan kampus, tidak menutup kemungkinan para dosen hilir mudik dimasjid maupun TPA.

“ Gus ghoni ini putra kyai Soleh. Beliau baru pulang dari Maroko, sekarang jadi dosen di kampus kita”. Kata Andi tiba-tiba, dari mana datangnya, tiba-tiba tuh orang nimbrung aja.

“ ih ngagetin aja, kirain nggak berwujud tahu”. Kataku sewot.

“ kamu aja yang nggak tahu Nesh, masak iya ustadzah umi satu ruangan berdua dengan gus ghoni mana mau dia, timbul fitnah”.

Andi salah satu ustadz faforit anak-anak itu ternyata sudah lama datang, saat aku masuk dia dibelakang almari, sedang menghitung kitab yang mau dibagikan ke  para santri.

“ bukan apa-apa gus. Takut fitnahnya mbak Umi karena sedang ada yang ta’aruf ma dia”.

Gus ghoni mafhum dan mangguk-mangguk. Sekilas dari ekor mataku beliau tersenyum dan manatapku. Aku buru-buru mengalihkan pandangan.

“ cieh ada yang lirik-lirikan nih”. Goda andi,

Aku hanya berdecak, dan menuju kelas setelah mengambil buku yang aku perlukan.

cinta yang tertundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang