part 8

881 9 0
                                    

( Nesha )

Beberapa hari yang lalu saat aku tiba di Salatiga lagi, Bu jamal tetangga depan rumahku mengatakan sehari setelah kami pindah ada seorang laki-laki yang kerumah. Karena bu Jamal tahunya aku juga pindah maka beliau mengatakan kepada orang itu kalo aku ikut pindah dengan keluargaku ke Jombang.

“ orangnya tinggi mbak nesh, naik mobil kesininya, lah saya kira sampean juga ikut pindah, ternyata masih tinggal disini to”. Kata bu Jamal saat kami berpapasan di depan rumah.

“ Asmane siapa Bu”. Tanyaku kepada bu jamal.

Bu Jamal hanya menepuk jidat dan mengatakan kalo dia lupa menanyakan namanya. Kelihatannya terburu-buru kata bu jamal.

Aku menduga itu Azel, seketika itu aku menghubunginya, tapi hanya jawaban operator kalo nomer ini diluar jangkauan area. Hatiku mencelos seperti kehilangan sesuatu. Apa ini sebuah penyesalan ya?

Peristiwa Azel lambat laun mulai sedikit kulupakan, sekarang aku terlalu sibuk menjadi mahasiswa baru salah satu universitas Islam disini. Aku mengambil filsafat pendidikan. Entah kenapa aku lebih suka fakultas ini dari pada yang lain. Terlihat lebih moderat, dan menyenangkan. Karena aku memang suka dengan hal-hal yang berkaitan dengan akal. Bukan berarti yang lain nggak pakek akal, tapi hanya ingin menjelajahi pemikiran-pemikiran para tokoh dunia.

Aku mengikuti UKM LDK ( Lembaga Dakwah Kampus ) yang lambat laun membuka pemikiranku, jangan dikira aku anak filsafat aku terlalu mengagungkan idealisme ku yang selalu menggunakan akal untuk menyikapi suatu hal. Di Ukm ini aku menemukan pelajaran yang mungkin tak kutemukan dimata kuliah manapun.

Disini lah aku berkenalan dengan sahabat baru bernama Chafidhoh, dia anak Jepara seangkatan denganku. Dia wanita yang sholehah, tutur katanya lembut, pribadi yang menyenangkan, dan pintar. Itulah mengapa dia selalu disegani oleh teman yang lain. Keanggunanya alami tanpa dibuat-buat. Beruntungnya aku mendapat sahabat sepertinya.

Sedikit demi sedikit aku merasakan perubahan pada diriku, cara bicaraku yang dulu selalu sesuai dengan mood ku sekarang aku mulai bisa mengontrol dan tidak seenaknya sendiri. Celana jins ketatku mulai aku ganti dengan rok longgar dan gamis tapi tetap modis. Seperti waktu yang terus berjalan, hatiku tak terdefinisikan. Memantul saja jika ada laki-laki yang mau serius dan menyatakan perasaanya padaku. Entah kenapa seperti hilang hasrat untuk mencintai orang lain. Waktu juga belum menghapus bayangan dan penyesalan yang kadang hilang timbul sesuai yang diinginkanya, membuat aku gelisah saat bayangannya  datang secara tiba-tiba tanpa kompromi membuat aku merasa terus menyesal. Penyesalan bukankah selalu datang saat kita mengambil keputusan yang kita kira terbaik, ternyata sebaliknya. Akh aku mulai bosan dengan menyimpan perasaan ini, aku harus berjuang untuk move on. Oke Semangat. Aku berteriak dalam hati.

….

Salatiga, oh.. kota kecil nan sejuk ini, mendapatkan siraman hujan yang tak kunjung reda. Sejak dari pagi tadi hujan tak mau berhenti menyiramkan airnya dikota ini. Udara menjadi semakin dingin. Aku mengeratkan jaket yang membalut tubuhku, melihat dari balik jendela lantai tiga perpustakaan kampusku hujan masih turun dengan derasnya.

“ Nesh..” aku memalingkan wajah dari arah jendela kesumber suara, aku tersenyum melihatnya. “ Hai bim”.kataku. Dia duduk dihadapanku dengan membawa sebuah kitab yang aku nggak tahu.

“ sendirian aja?” tanyanya.

“ enggak.. sama chafidhoh. Tuh” aku menunjuk kearah fidhoh yang sedang mencari ensiklopedia Islam.

Bima menatap Fidhoh lama, aku menautkan alisku heran. “ hei Bim,, kenapa?”

Bima kaget dan menatapku lagi,lalu menunduk mengalihkan pandanganya. Aku tersenyum melihat ekspresinya. “ kamu ada hati ma fidhoh,, Bim”.tanyaku hati-hati.

Bima hanya tersenyum, dam mengamati kitab yang dibawanya. “ Dia temanku dari Aliyah”. Bima mulai bicara, aku menggeser posisiku agar merasa nyaman mendengarkanya. “ wanita yang,,,,, kamu tahulah nesh. Aku nggak berani bermimpi untuk mendapatkan hatinya”. Jawabnya lesu.

“ kok gitu emang kamu udah tahu apa, siapa jodohmu kelak. Siapa tahu dia”. Aku memelankan suaraku takut terdengar teman lain, yang sedang mengerjakan tugas,takut ngganggu.

Bima menatapku. “ emang aku pantas buat dia?”.

Ini kenapa ketua BEM di kampus menciut ngadepin masalah hati. Masalah yang berkaitan dengan kebijakan kampus aja langsung posisi depan tanpa di minta.

“ halo pak kethu alias ketua yang terhormat, kamu kayak orang lain tahu nggak ngomong gini. Ato jangan-jangan emang ini diri kamu sebenarnya?”. Aku menilisik wajahnya yang g bisa kebaca. Tanpa ekspresi.

Bima  hanya tersenyum, “ tau lah,liat nanti aja”. Ih apa-apaan coba, dia yang mengawali ngomong dia yang mengakhiri. Kayak lagu dangdut.

“ oke nesh.. makasih mau jadi tempat sampahku”.dia ngeloyor pergi dan tersenyum getir. Kenapa dia jadi kayak gitu aneh.

Waktu menunjukkan jam setengah 6 sore, saat itulah waktu ditutupnya perpustakaan. Karena proses belajar mengajar dikampusku hanya sampai jam 6 sore saja. Hujan juga sudah reda, aku keluar dengan fidhoh. Bau air hujan yang mnyiram tanah menusuk hidungku, heeem aku menghirup udara yang segar ini sampai terasa paru-paruku penuh. Kami berjalan menuju parkiran dan pulang ketempat masing-masing.

TBC

cinta yang tertundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang