Part 3

1.4K 19 1
                                    

Assalamualaikum....

Masih ada yang baca nggak ya? 

hehehe. ini cerita dimana setiap manusia mengalami fase ini. fase dimana kita jadi anak semaunya sendiri, fase alay, fase belajar dewasa, fase menemukan diri kita sendiri. 

selamat membaca.

Wassalamualaikum.

..............................................

(nesya)

Pegeeeel gara-gara nulis 50 soal matematekanya bu Maharani di perpus tadi bikin kram tanganku.  Tidur siang tidak memulihkan tenaga yang kuperas kayak otak mau kebakar saking panasnya. Mana si kutu Afrika satu alias azel nggak bantuin malah baca komik. Huuf.. tapi tumben dia diem kayak mulutnya dikasih lem kayu, aneh sih, tapi bikin hati bersorak gembira. Nggak ada penganiayaan secara batin.

Waktu nurunin tangga aku liat Pino ma Najwa yang sudah duduk manis di dapur dan bercakap-cakap dengan ibu. Mereka nggak menyadari keberadaanku. Segedhe gini masak nggak kelihatan ya.

“ halooo everybody. Asyik bener ngomongnya”. Kata ku sewot dan serempak mereka memandangku. “ jiah..baru bangun nesh. Cewek kok kayak beruang kutub tidurnya” pino berkata sambil ngunyah kastangel buatan ibukku.

“ eh 2 bersodara, kesini ngapain?… cari makan”. Aku duduk di sebelah najwa yang bantuin ibuk ngupas bawang.

“ ih kak nesha apaan sih, tapi bener si..di rumah nggak di masakin. Mami dan papi belum pulang, mbok Jum lagi cuti, jadi ya kesini. Untung punya sodara deket ya budhe…hehehe”.

Kata najwa tanpa dosa. Ibuk hanya tersenyum mengangguk. Oh ya najwa dan pino ini anak dari adik ayahku tante Diana. Walaupun ayah jadi pegawai negeri dan mereka pengusaha tapi tidak membuat jarak dengan kelurgaku yang biasa aja. Najwa ini kelas 1 SMP di sekolah ayahku. Kalo pino kelas 1 SMA disekolah ku juga. Orang tuanya sering pergi, jadi mereka suka main kesini. Untung mereka nggak kayak anak kurang kasih sayang, soalnya secara batin mereka kayak adik kandung q sendiri, ibuk dan ayahku pun menganggap mereka seperti anak sendiri. Jadi aku nggak pernah kesepian kalo mereka disini.

“ nesh tadi ngapain di perpus jam pelajaran ma azel?”. Tanya Pino dan aku sukses tersedak kastengel, berasa berhenti ditenggorokanku.

“duuh sayang, kuenya masih banyak. Jangan cepet-cepet makanya”. Ibuk mengambilkan air putih untukku dan memberikanya kepadaku.

“ makasih buk..”.

“ iya. Emang iya pin, kakakmu ini diperpus waktu pelajaran?” sekarang ibuk ikut nimbrung juga, semua natap aku penuh rasa keingin tahuan.

Mau bohong takut dosa, apalagi ibuk yang ngajarin sampai umur ku 17 tahun ini untuk selalu berkata jujur. Dengan mengambil nafas panjang, lalu menghembuskanya, kayak mau karate aja. Ku beranikan menatap ibu, beralih ke Najwa dan Pino yang juga kepo. Siap-siap dapat pidato dah.

“ maaf buk, tadi nesha telat. Buru-buru gitu, ternyata gurunya sudah datang”. Haduuh aku nggak mungkin cerita kalo yang buat aku dihukum gara-gara azel. Loh kok jadi bela dia, ish memang otakku jumpalitan kalo berhubungan denganya.

Ibuk tersenyum dan nggak marah. “ nggak papa lain kali jangan diulangin lagi. Sayang waktunya terbuang sia-sia”. Aku mengangguk pasti dan menatap ibuku ini penuh sayang, oh ibu…engkau ruaaarrr biasa berwibawanya.

“yah..kirain bakal ada yang diomelin”. Kata pino kecewa. Aku melempar tutup gelas ke mukanya.

“ hait..nggak kena”. Katanya sambil ngeloyor ke ruang keluarga.

“ kak nesha…” panggil najwa.

“ada ape?”.

“hehehehe… adiknya mas azel satu kelas ma aku cakep dah. Kalo mas azel cakep juga nggak”. Tanyanya antusias.

cinta yang tertundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang