#6

9 2 0
                                    

Sabtu, 16 Oktober

Tepatnya pukul 02.37 dini hari, Reyna masih saja belum bisa tidur. Untung saja hari ini ia tak bersekolah. Salahkan saja presensi wajah Melvin yang menggerayangi kepalanya. Dan sepanjang memikirkan itupun, Reyna terus saja tersenyum sendiri sambil memutar balikkan posisi tidurnya.

Dan bukan hanya itu saja yang membuatnya bahagia. Ada hal lain juga yang membuatnya bahagia.

Flashback on

Melvin mengantar Reyna pulang dengan selamat. Baru saja Melvin akan pamit pulang, suara ayah Reyna menghentikannya. Melvin langsung saja turun dari motornya dan menyalimi ayah Reyna dengan sopan.

"Kamu temannya Reyna yang pernah datang waktu itu kan?" tanya ayah Reyna sambil menatap Melvin lurus. Melvin yang ditatap pun menjadi gugup.

"Iya om" jawab Melvin berusaha menutupi kegugupannya. Ayah Reyna pun hanya menganggukkan kepalanya berkali-kali.

"Maaf om" sahut Melvin tiba-tiba membuat Ayah Reyna menatapnya heran.

"Saya antarin Reyna kemalaman" lanjut Melvin. Ayah Reyna hanya terkekeh.

"Gak apa-apa. Reyna udah bilang juga tadi" ucap ayah Reyna. Melvin tersenyum kikuk sambil kembali menyalimi tangan ayah Reyna bermaksud untuk pamit.

"Saya pamit om. Udah malam. Assalamualaikum" pamit Melvin lalu menaiki motornya. Melvin menundukkan kepalanya sekali lagi lalu melajukan motornya menjauhi pekarangan rumah Reyna.

"Dia baik yah. Pacar kamu?" tanya ayah Reyna membuat Reyna yang sedari tadi hanya diam menoleh dengan cepat kepada ayahnya.

"Apasih ayah? Dia cuma teman aku kok" jawab Reyna dengan semburat merah di pipinya.

"Terus kenapa pipi kau merah?" Tanya Ayahnya yang sepertinya memang berniat mengejeknya. Reyna hanya menggeleng beberapa kali lalu berlari meninggalkan ayahnya yang tertawa puas.

Flashback off

Mengingat ayahnya yang senang dengan Melvin, membuat Reyna berpikir ayahnya pasti akan setuju jika ia berpacaran dengan Melvin. Membayangkannya saja sudah bahagia. Yah, hanya membayangkan saja.

Salahkah ia berharap jika ia dan Melvin bisa bersama? Salahkah jika ia berharap dan terus berharap?

Reyna memejamkan matanya. Kini, ia hanya berharap semoga ia tak terus berharap.

~~~

Pagi ini, tepatnya pukul 10.00, Reyna masih saja bergelung didalam selimutnya. Ayah dan mamanya yang sedari tadi mencoba membangunkannya pun sudah menyerah. Mereka pun membiarkan anak gadis itu tidur.

Ponsel Reyna tiba-tiba berdering membuat empunya terbangun dari mimpi indahnya. Reyna mengangkat panggilan itu dengan suara seraknya tanpa melihat siapa yang menghubunginya.

"Halo?" sapa Reyna masih dengan mata terpejam.

"REYNAA! LO BARU BANGUN HAH?" teriak seseorang dari sana. Reyna menjauhkan ponsel dari telinganya lalu melihat layar ponselnya dan tertera nama Clara disana.

"Hmmm" jawab Reyna malas. Clara berdecak kesal.

"Gue,  Delia, ama Nata mau kerumah lo" ucap Clara. Reyna membuka matanya lebar-lebar.

"Whaat? Buat apa?" tanya Reyna lalu beranjak merapikan tempat tidurnya.

"Gak ada alasan khusus sih. Cuma mau pinjam novel lo aja" jawab Clara yang mulai terdengar grasak-grusuk disana. Sepertinya mereka sudah berada dijalan.

REYNA (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang