Setelah dari bandara Theo langsung menuju tempat kakeknya dirawat. Walaupun laknat ia masih memiliki kepedulian pada orang tua itu.
"Bangsat," umpatnya saat mengetahui bahwa kakeknya telah pergi berlibur ke pulau terpencil bersama pipit.
"Kakek bangsattt. Gue disuruh ngurus perusahaan segede gaban itu sendiri??? Dan dia asik liburan sama pipit???" Theo memijat kepalanya, merasa pusing. Sebenarnya niat utamanya bukan menjenguk, melainkan konsultasi masalah perusahaan itu.
"Cih, gue hancurin juga tu perusahaan," ucap Theo, memukul tembok.
"Tapi ga mungkin. Dapet duit dari mana gue kalo tu perusahaan beneran hancur."
"Mati!!" Theo mengumpat frustrasi. Cowok itu melangkahkan kaki pergi menuju parkiran lalu melajukan mobilnya menuju apartemen.
Begitu melangkah masuk ke apartemennya, matanya menangkap Ruza yang tertidur di sofa rumah. Ia berjalan menghampiri gadis itu.
"Zaa," panggil Theo pelan, menyentuh tangan Ruza. Karena tidak bangun, Theo mengangkat Ruza dan menggendong Ruza.
Ruza yang merasa terusik membuka matanya.
"Kakak?" tanya Ruza sambil mengucek mata.
"Yah, jadi kebangun," ucap Theo, menyesal.
Ruza menyentuh bahu Theo. "Turunin," pinta gadis itu.
Theo mendudukkan Ruza di kursi sedangkan ia duduk pada meja depan Ruza.
"Berangkat kapan ya enaknya?" tanya Theo menggenggam kedua tangan Ruza, membiarkan tangan itu menopang dagunya.
"Berangkat?" tanya Ruza bingung dengan maksud Theo.
"Kakak lo kan udah bangun."
Ruza terdiam, matanya menatap kedua bola mata Theo. Menyelidik apa maksud ucapan Theo.
Melihat Ruza yang diam tak bersuara membuat Theo memeluk Ruza, mendekap erat gadis itu.
Dan seketika Ruza meneteskan air matanya. Ruza paham apa arti pelukan Theo. Itu adalah jawaban dari tatapannya. Kakaknya benar-benar telah bangun. Akhirnya, setelah 5 tahun menunggu dan berharap.
Ruza membalas pelukan Theo dengan sangat erat. Tangannya saling tertaut memeluk cowok itu.
"Makasih."
"Makasih udah rawat kakak Ruza."
"Makasih udah mau nunggu kakak sampek bangun."
"Ruza sayang kak Theo, Ruza ga tau harus bilang apa ke kakak. Ruza makasih sama Tuhan yang udah ngasih kakak di samping Ruza dan kak Hades."
"Ruza tau kakak kaya, Ruza tau kalo bagi kakak biaya ngerawat Ruza dan kak Hades itu nggak banyak. Tapi Ruza makasih sama kakak."
"Kakak malaikatnya Ruza sama kak Hades."
"Ruza makasih banget sama kakak, makasihh. Hiks," tangisan Ruza pecah dalam pelukan Theo.
Gadis itu menyandarkan kepalanya pada bahu Theo dan terus menangis. Harapan akan kakaknya sudah diujung ambang, ia tidak berharap banyak. Namun mendengar satu kabar ini membuatnya senang bukan kepalang, kakaknya telah benar-benar bangun.
Theo merenggangkan pelukannya dan memegang wajah Ruza. Mengusap pipi Ruza yang penuh air mata. "Zaa, jangan nangis. Mulai hari ini jangan nangis terus. Kakak bakal ga sering lihat Ruza lagi. Kakak udah nggak bisa ngapus air mata Ruza."
"Jadi jangan nangis ya."
Ruza menggigit bibirnya erat. Menenggelamkan wajahnya pada dada Theo. "Ruza bakal tetep nangis. Ruza punya dua kakak. Dulu kak Theo yang ngapus air mata Ruza. Kedepannya gantian kak Hades, jadi Ruza masih bisa nangis."
KAMU SEDANG MEMBACA
THEORUZ
Teen Fiction- Devinisi jagain jodoh sendiri - "Gue kira jagain bocil biasa, eh ternyata jagain jodoh sendiri. Ternyata gini rasanya jagain jodoh sendiri, seru juga" __________ Antheo Killian, cowok yang sudah berulang kali dikeluarkan dari sekolah dan pindah ke...