28

204K 26.7K 1K
                                    

Theo membonceng Ruza dengan motornya. Jaketnya ia berikan pada Ruza untuk menutupi lengan gadis itu. Sedangkan ia kini bertelanjang dada.

Ruza melingkarkan tangannya memeluk Theo.

"Jangan gini Za!!" sentak Theo.

"Gini gimana?" tanya Ruza, tidak paham.

"Pegangan bahu gue, jangan meluk."

"Kan biasanya Ruza emang gini, kalo pegangan bahu takut jatuh."

Jika sudah berdebat seperti ini Theo yakin Ruza yang menang. Paling tidak Ruza akan sedikit ngambek jika kalah. Apalagi sedikit aneh jika ia melarang Ruza memeluknya. Tapi masalahnya saat ini ia telanjang dada. Dan pikirannya sedang sibuk ke mana-mana.

"Turun!" perintah Theo.

"Hmm? Kok turun? Kenapa?" tanya Ruza, merasa bingung.

"Kita naik taxi, tiba-tiba motor gue ga bisa," bohongnya. Dalam sejarah baru kali ini motornya rusak. Pembohong handal.

"Ooo." Ruza mengangguk paham dan turun dari motor.

Theo merasa lega. Untungnya Ruza tidak curiga apa-apa, gadis itu memang tidak paham masalah motor. Iya-iya saja intinya.

Ruza menghentikan sebuah taxi. Gadis itu dan Theo pulang dengan menaiki taxi.

Di dalam taxi Theo sibuk menghubungi temannya agar mereka mengamankan motornya. Masalahnya ia lupa kalau kunci motornya ia tinggal. Bangsat sekali memang. Ia sudah sangat tidak beres. Bisa-bisanya ia meninggal kunci motor.

"Kabarnya kakek gimana kak?" tanya Ruza sambil menatap Theo yang tengah bersandar dengan tangan berada di atas mata.

"Baik."

"Kalo pipit?"

"Udah punya anak."

"Loh? Pipit udah nikah? Kok Ruza nggak dikasih tau dan nggak diundang." Padahal ia selalu menanyakan kabar kakek dan pipit. Kenapa bisa ia terlewat kabar pipit menikah.

"Pipit kucing Zaa, ga ada nikah-nikahan."

"Ruza kira kalo kucing sultan bakal beda." Gadis itu cemberut mengetahui hal itu. Menurutnya keren saja jika kucing kakek mengadakan acara pernikahan. Dan yang menghadiri kucing tetangga. Pasti lucu. Apalagi kalau kucing itu memakai pakaian pengantin. Wah, tak terbayang. Apalagi jika kakek mau menyewa gedung kecil tapi mewah. Dan mengundang seluruh kalangan kucing. Juga menyediakan makanan kucing sebanyak mungkin sebagai syukuran.

"Kalo kucing sultan lo pikir bakal ada undangan ke sesama kucing gitu?"

"Iya, kok kakak tau pikiran Ruza?" tanya Ruza, antusias. Merasa Theo sefrekuensi dengannya.

Theo menghela napas. Pikiran abstrak sudah pasti terlintas di pikiran Ruza. Pikiran gadis itu tidak seperti pikirannya yang... Tapi sepertinya pikirannya kini tengah abstrak juga.

Theo membuka matanya dan melihat kaca. Cowok itu melihat wajah supir taxi yang menahan tawa. Sudah biasa, percakapan randomnya dengan Ruza memang kadang mengundang tawa.

"Kakak nggak kedinginan? Telanjang gitu."

Theo menatap Ruza. "Lo juga ga kedinginan? Pakek baju kurang bahan gitu."

"Kan masih pakek, lah kakak?"

"Hmm."

Karena sudah malam, Ruza mulai mengantuk. Gadis itu menguap lalu mendekat pada Theo dan bersandar pada bahu Theo.

"Apaan sih Za," ucap Theo menyingkirkan kepala Ruza dari bahunya.

"Ruza ngantuk kakkk!"

"Sender kaca sana kan bisa!"

"Biasanya Ruza sender kakak!" Ruza kembali bersandar pada Theo dan merangkul tangan Theo.

"Za!!"

Ruza mengabaikan Theo. Menurut Ruza, orang itu memang selalu aneh. Padahal biasanya ia juga bersandar seperti ini.

Theo menggenggam erat tangannya. Cowok itu memijat kepalanya sambil memejamkan mata. "Zaaaa.. " panggilnya dengan pelan, berharap Ruza mau menurut.

"Zaaa," panggilnya lagi sembari menyingkirkan kepala Ruza.

"Ihhhh, kakak kenapa sih??" tanya Ruza kesal, gadis itu menyingkirkan asal rambutnya. Ruza tidak paham lagi dengan Theo. Kakaknya itu hari ini terlihat aneh.

"Sender ke kaca Za!! Jangan ke kakak!"

"Kaca keras dan nggak enak kak!"

"Pokoknya jangan di bahu kakak!!"

Ruza yang cerdik memilih tidur di paha Theo. Theo hanya melarangnya untuk tidur di bahu, bukan di paha.

"Aishhh!" Bocah itu memang benar-benar. Sungguh ia gemas ingin menjitak Ruza.

Mata Ruza tidak terpejam, matanya kini menatap Theo. Ia mengerutkan dahinya melihat wajah itu. Satu tangannya terangkat ke atas memegang wajah Theo.

Theo terdiam dan menelan salivanya. Matanya yang tadi terpejam kini menatap Ruza.

"Kakak kayaknya sakit. Mau beli obat dulu?"

Theo menggeleng. "Efek kebanyakan minum kayaknya, gausah."

Mendengar jawaban itu Ruza merasa tenang. Gadis itu merangkul satu tangan Theo dan menggenggam erat tangan itu di atas dadanya.

"Bangsat Ruzaaaa!!!" umpat Theo dalam hati.

Theo mengusap wajahnya dengan tangan lalu memukul-mukul pelan dahinya. Ia yakin saat ini supir taxi sedang menertawakannya.

Ia ingin memindahkan Ruza. Namun melihat gadis itu sudah terpejam membuatnya tidak tega. Ia tau bahwa Ruza tidak bisa terlalu lama begadang. Pasti saat ini gadis itu tengah mengantuk berat.

Theo menghela napas. Satu tangannya merapikan rambut Ruza dan jaket yang dipakai gadis itu.

Apa pun yang ada di pikirannya sekarang, ia yakin itu efek alkohol. Mungkin besok ia akan menyesal telah memikirkan yang tidak-tidak tentang bocah itu.

Theo mengangkat pelan tangannya yang di genggam Ruza, berusaha melepaskan tangannya dari genggaman gadis itu.

"Belok kanan pak, berhenti di tepi jalan sana," ucap Theo, memilih berhenti sedikit jauh dari rumah Ruza.

Theo menggendong Ruza turun dari taxi dan berjalan menuju ke rumah Ruza.

Pintu rumah gadis itu terkunci, namun ia tau tempat biasa Ruza menyimpan kunci, dulu ia kan tinggal di rumah Ruza.

Theo menidurkan Ruza di kamar gadis itu, melepas high heels yang dipakai Ruza dan menutupi tubuh Ruza dengan selimut. Theo duduk di kasur Ruza dan memandang wajah Ruza. Wajahnya mendekat pada wajah Ruza lalu mencium kening Ruza, mencium hidung Ruza dan rambut Ruza.

Terakhir Theo mengecup kedua pipi gadis itu.

Entah mengapa fokus matanya tertuju pada bagian yang belum diciumnya. Theo terus memandang bibir ranum Ruza. Tangannya terulur menyentuh bibir itu, membuka pelan bibir Ruza.

Seketika Theo menjauh, bersandar pada dinding dan memegang kepalanya. "Lo gila!! Gila!!" makinya pada dirinya sendiri.

Namun ia kembali mendekat pada Ruza, biarkan sekali lagi ia mencium kening gadis itu. Hanya kening.

"Maafin kakak yang mikir aneh-aneh. Besok kakak bakal kembali kayak biasanya, sayang." Theo mengecup kembali kening Ruza, lebih lama dari sebelumnya.

__________

Theo lagi fokus mengendalikan pikiran.
Otak : Dia adik lo!
Hati : Tapi dia bukan adik kandung!

Instagram: @lilylayu.story

© THEORUZ by Lily Layu

THEORUZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang