16

249K 32.1K 2.4K
                                    

Theo mengelap pinggir bibir Ruza karena ada es krim yang tertinggal di bibir itu lalu Theo mengelap tangannya dengan bungkus es krimnya tadi. "Udah gede, kalo makan jangan belepotan lagi."

Ruza menatap Theo dan mengelap bibirnya dengan lengan bajunya.

Theo yang melihat itu menghela napas. Bocah satu itu sangat susah di atur. Bukan mengelap dengan tisu tapi malah dengan baju. "Udah, makan aja. Gapapa belepotan. Daripada lo lap sama baju gitu," ucap Theo, kembali membersihkan bibir Ruza dengan tangannya dengan bungkus es krim.

Ruza ganti menghela napas. "Kalo nggak pakek baju pakek apaaa kakkkk, kan gaada tisu."

"Terserah lo Za."

"Terserah, ya terserah."
Ruza lanjut membuka es krim satunya. Ruza kini membuka rasa strawberry, kalau tadi Ruza makan rasa coklat, sama seperti Theo.

"Kamu adalah bukti, dari cantiknya paras dan hati," nyanyi gadis itu sambil menikmati es krimnya.

Lagi-lagi Theo menghela napas. Cowok itu jadi merasa rindu dengan Ruza saat masih SD. Sekarang Ruza terlalu bar-bar, berbeda dengan saat Ruza SD yang sedikit kalem dan mudah di suruh-suruh. Apalagi sekarang Ruza sering kali tidak jelas, menyanyi seperti sekarang contohnya.

"Kau jadi harmoni saatku bernyanyi-"

"-EH KAK NIL," teriak Ruza sambil menunjuk ke arah jalan.

Theo langsung menarik Ruza masuk toko dan membekap mulut Ruza. Beberapa orang memperhatikan mereka dengan aneh.

Berkali-kali Theo mengumpat dalam hati. Ia tidak habis pikir kenapa bocah satu ini gampang sekali asal ceplos. Masalahnya Nil tidak mengenal Ruza, tapi kenapa Ruza sok kenal.

Nil yang merasa ada yang memanggilnya menengok ke kanan dan ke kiri. Karena tidak ada orang cowok itu lalu melanjutkan perjalanannya.

Theo langsung menggandeng Ruza masuk ke mobil. "Zaa, gue bilang apa? Gaada yang tau kalo lo itu kenal gue dan deket sama gue. Dan gaada yang tau kalo lo itu adik Hades. Jadi jangan asal manggil orang kalo lagi sama gue, paham kan?"

"Iya kak, kan keceplosan."

Sudah berapa kali Theo hari ini menghela napas karena gadis di sampingnya.

Theo menutup mobilnya lalu tidur di pangkuan Ruza. "Besok langsung sekolah apa libur dulu?" tanya Theo.

"Libur dulu."

Cowok itu menyilangkan tangannya, menutupi matanya dari silau matahari. "Kalo libur dulu besok ikut gue kuliah mau? Habis itu belanja. Apa mau di rumah sendirian?"

"Rumahnya kayak gimana dulu?"

"Bukan rumah, apartemen. Kayak biasalah."

"Ruza kan ga pernah dimana-mana selain rumah Ruza. Jadi besok ikut kakak dulu. Takut ga betah. Kan Ruza belum tau daerah sana."

Theo mengangguk-angguk. "Kalo udah satu jam bangunin."

Ruza lanjut memakan es krimnya. Gadis itu bermain ponselnya dan memotret Theo yang sedang tidur.

Ruza melepas karet yang tadi ia tali di rambut Theo. Gara-gara karetnya kini rambut Theo menjadi sedikit keriting. Ruza ingin tertawa saat melihat penampilan Theo.

Dalam hati Ruza ingin selalu mengucapkan rasa terima kasihnya pada Theo dan rasa minta maafnya. Saat kecil dulu ia pernah sangat marah pada Theo karena kakaknya tak kunjung bangun. Sampai akhirnya ia tau bahwa kakaknya koma. Koma yang berarti kakaknya terus tertidur bagai putri tidur. Kakaknya menunggu keajaiban sampai bisa bangun kembali. Setiap ia pergi ke tempat kakaknya dirawat, pasti ia mencium kening kakaknya, ia berharap bahwa ketulusan hati dapat membangunkan sang kakak.

Namun itu hanyalah khayalan anak kecil. Sampai saat ini harapannya agar kakaknya bangun kian menipis.

"Bangun kak, udah satu jam." Ruza menyingkirkan tangan Theo yang menutupi mata cowok itu.

"Hmm."

"Satu jam kakkk, kaki Ruza cepek ga bisa gerak."

"Iyaa, Ruzaa."

Theo bangun dan duduk di tempatnya. "Ambilin air minum," suruh Theo sambil menunjuk kantong plastik di belakang.

Ruza mengambil air kemasan dan memberikannya pada Theo. Mata gadis itu memperhatikan Theo yang minum sambil sedikit mendongak.

"Jakun kakak kelihatan," ucap Ruza sambil menyentuh lehernya sendiri.

Theo menatap Ruza sedikit aneh. Theo menutup air minum itu lalu memberikannya pada Ruza. "Emang biasanya nggak kelihatan?" tanya Theo.

"Kelihatan sih kayaknya. Tapi Ruza baru sadar."

"Oooo."

"Kalo anak kecil gitu gaada jakunnya kan kak?"

"Hmm." Yah, seperti inilah Ruza akhir-akhir ini. Bocah itu jadi sering membahas hal random. Kadang membahas alien, kadang setan, kadang kasian pada petani yang gagal panen dan kadang ingin tau bagaimana rasanya jadi penyiar berita. Kadang juga membahas idol. Ia hanya bisa menjawab seadanya.

"Kakak tau nggak kenapa cewek gaada jakunnya."

"Gatau."

Theo menyalakan mobilnya dan mulai melajukan mobil itu.

"Soalnya kalau ada jakunnya nanti kalo bersin gak 'hacin'. Tapi Huannnnjinggg jing jing jing." Ruza tertawa keras karena guyonannya sendiri.

Sementara Theo hanya menyinggungkan senyum tipis. Itu mah kalau bersin bapak-bapak Facebook. Bersin dia kan elegan, tapi bohong. Bersin ya bersin, ia tidak tau bersin yang elegan.

"Kak," panggil Ruza.

"Hm."

"Kan kalo cowok punya jakun artinya udah gede. Kalo cewek udah gede tandanya apa?"

"Kan lo sekolah, ga di ajarin?"

"Tandanya kan menstruasi sama payudara membesar terus tumbuh bulu di ketiak gt kan?"

"Itu tau."

"Ruza kan udah menstruasi."

Theo mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Nah terus susu Ruza kok nggak tambah besar. Sama ketiak Ruza kok gaada bulunya kak?"

Theo menghela napasnya. Beginilah jika Ruza membahas hal random. Ada saja pertanyaan yang berkaitan dengan dirinya sendiri. Seperti saat membahas rasanya jadi penyiar berita. Gadis itu kekeh bahwa menjadi penyiar berita itu harus begini begitu. Ia hanya bisa mengiyakan agar topik itu berhenti. Karena Ruza itu selalu penuh rasa penasaran.

"Bukan ga nambah besar atau gaada bulunya Za. Tapi emang belum waktunya."

"Terus waktunya kapan?"

Ruza dengan mode keponya? Sama dengan tidak ada habisnya.

"Kok ga tau sih kak. Kan kakak udah gede."

"Hm."

"Kok hm sih kakkkkk."

"Kenapa banyak tanya sih Zaaa, kakak lagi nyetir." Bukan karena ia lagi menyetir, namun karena topik itu terlalu rawan dan ia tidak mempu menjelaskannya.

"Kan Ruza pengen kayak dewasa gitu lo kakkk. Ruza pengen punya badan bagus."

Theo menghela napas. "Ga bakal bagus. Kalo udah menstruasi dan gak ada perubahan jadi badan lo tetep gitu. Tinggi juga ga berubah," bohongnya. Ia malas sekali meladeni Ruza. Apalagi dengan pembahasan yang mengarah pada sesuatu yang intim. Pembahasan seperti itu bukan hal wajar walaupun dengan kakak kandung. Apalagi dia yang bukan kakak kandung Ruza. Mungkin jika Ruza masih kecil itu adalah hal yang sedikit wajar. Namun bocah itu sudah sebesar ini. Mengapa masih belum mengerti.

Mungkin juga faktor tidak memiliki teman dekat perempuan atau ibu. Ia selalu melarang Ruza membawa siapa pun ke rumah Hades. Karena ia tidak tau apakah Hades memperbolehkan hal itu. Jadi Ruza tidak pernah memiliki teman yang begitu dekat.

Salah satu tujuannya pindah adalah agar Ruza bisa lebih bebas berbaur dengan temannya. Agar gadis itu mengerti banyak hal tanpa ia jelaskan.

________
Instagram: @lilylayu.story

© THEORUZ by Lily Layu

THEORUZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang