"Ruza ga kuat begadang, jadi Ruza gamau malam pertama. Kalo udah nikah gausah ada malam pertama ya?" tawar gadis itu sambil mendongakkan kepala menatap Theo.
"Gajadi malam pertama deh. Lo sih pakek bilang begadang, hahaha." Janu tertawa puas mendengar ucapan Ruza. Mengerjai Theo selalu saja terasa seru. Theo itu memiliki ekspresi yang berbeda dengan orang lain. Membuat Janu selalu menggebu-gebu untuk mengerjai Theo.
Saira ikut tertawa mendengar ucapan Ruza, tidak menyangka ada yang lebih polos dari dirinya.
"Jangan bilang kamu ke inget malam pertama kita?" tanya Nil dengan berbisik pada Saira, menggoda wanitanya.
Saira menyinggungkan senyum tipis lalu mencubit paha Nil.
Sementara Theo terdiam, cowok itu tidak menanggapi tawa teman-temannya. Fokusnya terarah pada ucapan Ruza kalo udah nikah. Rasanya senang mendengar Ruza mengatakan itu.
"Kak," panggil Ruza karena Theo terus terdiam.
Janu, Gavin, Nil dan Saira kini hanya diam. Menunggu respon Theo. Keempat orang itu merasa sedang menonton pertunjukkan.
"Iya sayang, terserah kamu," ucap Theo membalas pertaanyaan Ruza tadi. Theo tidak memedulikan Ruza mau malam pertama atau tidak. Toh ia bisa membodohi gadis itu. Tinggal ganti istilah saja. Contohnya malam penuh... Yah intinya begitu.
Janu yang mendengar jawaban Theo mengangkat sebelah alisnya. Cowok itu tidak percaya jika Theo asal mengiyakan, pastinya ada sesuatu yang Theo rencanakan.
Untuk sejenak ruangan itu sepi. Mata Ruza memperhatikan Nil yang tangannya terus mengelus perut Saira.
"Kak Saira hamil berapa bulan?" tanya Ruza.
"Ada topik lagi nih, gaslah," bisik Gavin di telinga Janu sambil tersenyum puas.
Janu ganti berbisik di telinga Gavin. "Liat dua temen kelimpungan ngadepin cewek seru banget. Komporin terus njir. Sampek meledak." Jomblo sepertinya dan Gavin mana mungkin mau datang ke tempat Theo yang statusnya tidak jomblo apalagi ada Nil yang membawa istri. Ia dan Gavin datang hanya untuk mencari hiburan.
Theo yang melihat Gavin dan Janu saling berbisik hanya bisa memutar menghela napas sambil mendekap erat Ruza. Temannya itu memang tidak beres. Entah mereka berdua berbisik-bisik tentang apa.
"Udah tiga bulan," jawab Saira, tersenyum pada Ruza.
Janu kembali berbisik pada Gavin. "Istrinya Nil kagak peka. Harusnya tanya kenapa tanya? Mau hamil? Kan seru kalo tanya gitu."
"Gue aja, gue aja yang tanya," balas Gavin dengan berbisik pada Janu.
Janu memberikan jempol pada Gavin. Cowok satu itu tersenyum ke arah Theo.
"Kenapa tanya hamil? Ruza mau hamil?" tanya Gavin dengan sedikit menahan tawa.
Nil langsung menatap Gavin dan Janu, Cowok itu ikut menahan tawa mendengar pertanyaan dari Gavin. Teman-temannya memang peka dengan kondisi Theo.
Theo menggenggam erat tangannya. "Awas lo pada!!" ancam cowok itu dengan tidak bersuara.
Ia sudah berusaha mati-matian untuk tidak menyentuh Ruza atau tidak berpikiran yang tidak-tidak. Namun teman-temannya malah terus memancing Ruza.
Mata Ruza menatap Gavin yang berbicara lalu beralih menatap Saira. "Emm, pengen sih hamil, kalo punya anak bisa didandanin dan bisa main sama anaknya kak Saira. Tapi Ruza gabisa bikinnya."
Janu dan Gavin tersenyum puas mendengar jawaban Ruza. Sementara Theo kini hanya bisa pasrah dan menatap kakinya yang ia ayun-ayunkan. Ia sudah tau jelas bagaimana kelanjutan percakapan itu. Pasti dirinya akan kena lagi. Entah ia bisa menahan sampai menikah atau tidak. Teman-temannya benar-benar laknat.
"Tunangan lo bisa tuh. Bikin 10 juga dia bisa. Bikin sama dia aja," ucap Gavin.
Nil yang mendengar ucapan Gavin mendekatkan wajahnya pada Saira. "Kita habis ini bikin lagi yuk, 10."
Theo menggigit bibirnya dengan keras saat melihat Nil dan Saira. Andaikan ia dan Ruza sudah menikah! Bangsat memang, Nil sukanya memanas-manasi saja.
"Bikin yuk kak," ajak Ruza. Jika memiliki anak ia bisa mengajak anaknya untuk bermain bersama, memasak bersama dan beberapa hal bersama lainnya. Dan juga membuat rumah besar Theo tidak lagi sepi.
"Kalo kamu hamil sekolah kamu gimana sayang, gausah pengen aneh-aneh. Lulus dulu aja."
"Ohh iya, hamil bisa bikin dikeluarin dari sekolah. Anak kelas sebelah ada yang hamil. Terus di keluarin deh. Kasian sih."
Theo mencium puncak kepala Ruza dan mengarahkan kepala Ruza agar bersandar padanya.
"Nah. Hamil itu kalo udah nikah sayang. Hamil di luar nikah itu ga boleh."
"Iya, Ruza juga tau. Kalo di luar nikah anaknya jadi anak haram." Ruza menempelkan kakinya pada kaki Theo dan jari kakinya memainkan jari kaki Theo. Sesekali gadis itu tersenyum.
"Ga boleh bilang gitu sayang. Semua anak sama. Gaada anak haram." Theo menatap kakinya dan Ruza. Cowok itu membalas permainan dari jari kaki Ruza.
"Terus kenapa mereka bilangnya anak haram?"
"Mereka yang bilang gitu kurang pemahaman."
Saira tersenyum mendengar penuturan Theo, tidak menyangka Theo sabar pada Ruza juga memberi tau gadis itu tentang hal yang boleh atau tidak boleh. Ia kira Theo orang yang tidak peduli dan semaunya. Memang benar kata Nil. Theo itu sudah yang terbaik dalam mencintai, versi orang yang kurang mengenal cinta dan kurang merasakan sayang.
Ruza mengangguk-anggukan kepalanya menanggapi Theo. Gadis itu terus memainkan jari kaki Theo dengan jarinya.
"Rencana habis ini perusahaan lo yang satunya lo apain Yo?" tanya Janu mengingat perusahaan yang Theo dirikan sendiri saat ini sedang di pegang oleh Daniel dari PGG dulu.
Theo terkekeh mengingat perusahaan itu. "Gue apain? Biarin ajalah. Modal bersama, terserah mau diapain. Toh bukan perusahaan besar. Istilahnya perusahaan percobaan sebelum ngurus perusahaan ini."
"Theo," panggil Saira.
Theo menatap Saira seolah bertanya mengapa wanita itu memanggilnya. Saira tersenyum dan menunjuk Ruza.
"Udah tidur," ucap Saira sedikit pelan.
Theo memegang kepala Ruza dan mengelus kepala gadis itu.
"Gue sama Saira pulang dulu, dah malem, kasian sih baby dalam perut. Mamanya kurang tidur terus," ucap Nil berpamitan.
"Kita juga ikut pulang dulu," pamit Janu.
"Lo berdua yakin pulang? Palingan ke club," ucap Nil.
"Jomblo, wajarin." Janu menghampiri Theo dan menepuk bahu Theo. "Pamit dulu gue, bocil lo jangan di gas dulu."
Theo menonjok lengan Janu. "Pergi, pergi sana!" usir cowok itu dengan pelan, takut Ruza terbangun.
Setelah teman-temannya pergi Theo mengangkat Ruza dan membawa Ruza ke lantai dua, tepatnya ke kamar gadis itu
Cowok itu menidurkan Ruza di kamar gadis itu. Lalu menyelimuti tubuh Ruza.
"Untung kamu tidur sayang, kalau kamu masih belum tidur, aku ga jamin lagi." Theo mengecup dahi Ruza dan membelai wajah Ruza.
Cowok itu melangkah pergi ke kamar mandi di kamarnya. Berendam di kamar mandi sambil tersenyum, ia masih memikirkan perkataan Ruza tadi kalau udah nikah.
Shitt. Ruza seakan mengundangnya untuk segera menikahi gadis itu.
Padahal ia mati-matian mengikat Ruza hanya sebatas tunangan. Tidak lebih.
Inginnya sih segera menikah. Namun sayang, gadisnya itu masih sekolah. Dan juga ia masih disuruh kuliah lagi oleh kakeknya.
__________
Instagram: @lilylayu.story© THEORUZ by Lily Layu
KAMU SEDANG MEMBACA
THEORUZ
Teen Fiction- Devinisi jagain jodoh sendiri - "Gue kira jagain bocil biasa, eh ternyata jagain jodoh sendiri. Ternyata gini rasanya jagain jodoh sendiri, seru juga" __________ Antheo Killian, cowok yang sudah berulang kali dikeluarkan dari sekolah dan pindah ke...