Kriing kriing
Menandakan bel masuk, dan kegiatan hari ini dilanjutkan.
“Oiya ... kita belum menentukan siapa ketua kelas, wakil kelas, sekertaris, dan bendahara,“ ucap Bu Diah.
“Oh ... iya ...“ ucap kompak satu kelas.
“Baiklah, siapa yang ingin menjadi ketua kelas angkat tangan!“ ucap Bu Diah bersemangat.
Satu, dua, tiga yang mengangkat tangan, yaitu, Sakira, Iwan, dan Sintyas.
“Waduh, kalau Iwan jadi ketua kelas sepertinya bakalan kacau kelas ini,“ guyon Bu Diah.
“Wah, kalau begitu ayo vote Iwan teman-teman, siapa tau kita bebas!“ Dimas berseru.
Beberapa orang berhore ria saat mendengar seruan Dimas.
“Eitss, ga boleh gitu dong, ketua kelas harus bertanggung jawab,“ ucap Bu Diah.
“Huuuuuu,“ satu kelas berseru, kepada Dimas.
“Tapi, Iwan akan tetap Bu Diah tulis ya .... Baiklah, yang pilih Sakira angkat tangan!“
Satu, dua, tiga belas orang mengangkat tangan.
“Sakira tiga belas orang, baiklah yang milih Iwan!“
Satu, dua, lima orang mengangkat tangan, tentu saja circle nya, Iwan.
“Iwan 5 orang, yang milih, Sintyas!“
Satu, dua, tujuh orang angkat tangan.
“Sintyas 7 orang. Baiklah, sebelum itu, Cyara! Kenapa kamu tidak ada memilih satu dari temanmu?“
“Karena mereka semua bukan teman ku,“ dalam hatiku.
“Saya ikut-ikut saja,“ ucapku.
“Kalau kamu seperti itu, kamu berarti tidak bisa memilih jalan yang benar loh, nanti di tanya apa cita-citanya, masa kamu jawab ‘saya ikut-ikut saja.’ Begitu? “ ketus Bu Diah.
“Cita-cita saya jadi psikolog,“ dalam hatiku.
Aku hanya diam saja, tidak berani menjawab pernyataan dari Bu Diah.
“Hahaha, dia kan emang mengikuti jalan yang sesat bu,“ salah satu murid kelas ku berseru.
Satu kelas pun pada tertawa, kecuali Putra dan Bu Diah.
“Hei, sudah-sudah. Berarti sudah di putuskan ketua kelas nya Sakira, wakil nya Sintyas, sekertaris nya ... hm ... siapa yang tulisan nya bagus? ‘’ tanya Bu Diah.
“Sebenarnya kalau tulisan, Cyara bagus bu,“ ucap Sakira.
Lamunanku terhenti, refleks menoleh ke arah Sakira. Aku?
“Baiklah, Cyara sekertaris nya,“ ucap Bu Diah yang setuju dengan perkataan Sakira.
“E-eh? B-baik bu!“ ucapku gugup.
“Bendaharanya, hm ...“ pikir Bu Diah sambil melihat murid-murid kelas.
“Aisha saja.“ Bu Diah melihat Aisha cocok menjadi bendahara.
“Baik bu!“ ucap Aisha dengan semangat.
“Baiklah, pengurus kelas sudah di tentukan. Bu Diah mau mengasi pesan, buat semua dan pengurus kelas, untuk selalu bertanggung jawab, dan jadilah pemimpin yang baik, oke?“ pesan Bu Diah.
“Baik bu!“ seru murid-murid kelas.
“Apakah aku akan ada perubahan di kelas ini?” pikirku.
Lalu, kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah di lanjutkan, hingga bel pulang berbunyi.
Setelah bel pulang berbunyi, aku segera membereskan alat-alat yang ada di atas meja dan memasukkannya ke dalam tas ku. Tanpa basa-basi, aku segera keluar kelas. Namun langkahku terhenti karena ada yang memanggilku.
“Cyara!“
Aku menghentikan langkahku, suara ini aku sangat mengenalnya, Sakira. Namun aku bingung mengapa dia memanggilku Cyara. Tidak seperti biasanya.
“I-iya?“ ucapku.
“Maaf tadi aku menyebutmu untuk menjadi sekertaris. Jujur tulisan mu sangat bagus, jadi aku mengusulkannya,“ ucap Sakira.
“Oh, itu tak apa,“ ucapku singkat.
“Baiklah, mohon kerja sama nya ke depan! Kita pengurus kelas loh, jadi tanggung jawab nya juga lumayan.” Sakira tersenyum.
“E-eh? Iya!“ ucapku gugup dan heran.
Lalu Sakira jalan duluan. Aku masih diam di tempat, baru pertama kalinya setelah 3 tahun aku disenyumkan orang, bahkan memanggil namaku. Lalu aku segera berjalan lagi untuk keluar gedung sekolah dan menuju rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
C(y)tra
Short StoryCyara Devilyna. Saat mengejar apa yang dia impikan, pasti ada kesedihan, kebahagiaan, kelumpuhan, kebangkitan, kelupaan, dan cinta.