5 menit kemudian, bel berbunyi, dan upacara dimulai. Tim Paskibra sudah menempatkan dirinya di masing-masing bagian. Aku berbaris di tengah, dari barisan perempuan kelasku. Aku memperhatikan upacara dari pembuka dan penutup. Upacara berjalan lancar, hingga akhir. Di saat tim Paskibra hendak membubarkan barisan, bu Diah menahan kita untuk tidak bubar. Kami di persilahkan untuk duduk di tanah lapangan. Kepala sekolah datang dan memberi salam, lalu di lanjutkan dengan penjelasan.
“Jadi, karena hari Jum’at kemarin di adakan nya lomba mewarnai untuk semua angkatan. Maka hari ini akan diumumkan, siapa saja pemenangnya. Mau siapa yang menang, siapa yang kalah, tetaplah untuk terus berkarya untuk masa depan kalian!” Kepala sekolah memberikan mic untuk Kepala Kesiswaan, Pak Lukman.
“Baiklah! Siap mendengar nama kalian di panggil?” semangat pak Lukman.
“Siap!” satu sekolah berseru ria.
Lalu, Pak Lukman memanggil satu-persatu nama dari harapan 3. “Harapan 3 diraih oleh, Gabrin Terya, kelas 11 IPA 1. Harapan 2 diraih oleh, Fahattirya dari 12 IPS 1. Harapan 1 diraih oleh Adimaska, kelas 11 IPA 2!” seru pak Lukman. Nama-nama yang dipanggil menuju ke depan lapangan. Pak Lukman berhenti sebentar, lalu melanjutkan pengumuman nya.
“Juara 3 diraih oleh, Haybra Ance, kelas 10 IPS 2. Juara 2 diraih oleh Cyara Devilyna, kelas 12 IPS 2. Juara 1 diraih oleh, Putra Alraja, kelas 12 IPS 2!” seru pak Lukman.
‘Eh? Aku?’ pikirku. Aku masi terlamun, namaku benar di panggil? Lantas aku menghentikan lamunanku, dan menuju ke depan lapangan. Aku senang, aku menang. Aku bisa menunjukkan nya kepada abang dan ibu, jika aku bisa. Dan tentu saja aku tidak sabar untuk di traktir abang. Namun masih banyak yang bertanggapan negatif tentangku. Banyak yang berbisik-bisik, menatapku. ‘ah.. . seharusnya aku tidak dapat juara.’ Lebih baik aku kalah, dari pada banyak yang bertanggapan negatif tentang ku, dan mungkin itu akan menyebar ke adik kelas baru.
“Wah... kelas 12 IPS 2 memborong 2 piala sekaligus, dan masuk Big Three lagi! Hahaha!” seru pak Lukman. Aku dan Putra hanya tersenyum, mengangguk-ngangguk. Kepala sekolah sudah tiba di hadapanku, untuk memberikan penghargaan. ‘cepat sekali,’ pikirku. Seberapa lama aku melamun tentang aku menang dan kalah, sehingga tidak menyadari jika Kepala sekolah sudah ada di depanku? Aku langsung membuang pikiran itu, dan menerima penghargaan dari Kepala sekolah. aku tersenyum. “Terimakasih.” Hadiah nya simpel,pertama sertifikat, kedua terdapat alat tulis di dalam plastik berhias cartoon, seperti pensil, pulpen, buku tulis,buku gambar, penghapus, dan stipo. Ini sangat bermanfaat untukku.
Selesai memberi penghargaan untuk murid-murid yang menang, kami berfoto untuk dokumentasi. Setelah itu, Pak Lukman berkata “Selamat buat para pemenang, untuk semuanya, teruslah berkarya! Kalian pasti bisa! Terus bersemangat! Sampai jumpa di acara lomba selanjutnya! Semoga nama kalian bisa dan selalu di sebut di setiap pengumuman lomba! Semuanya! Balik kanan jalan... bubar!” seru pak Lukman. Murid-murid sekolah pun bubar, menuju kelas masing-masing.
“Aku pantas tidak si mendapatkan penghargaan ini?” Aku masih berada di lapangan. Di tangga murid-murid berdesakan. Aku berfikir untuk menunggu sampai sepi.
Aku menuju tempat sampah yang berada di ujung lapangan, hendak membuang penghargaan ini dengan tatapan kosong. Saat hendak melepas nya, pergerakan ku di tahan seseorang.
“Hei, apa kamu berfikir tidak pantas mendapat penghargaan ini?”
Suara ini lagi, Putra. “Aku berfikir masih ada yang pantas mendapat ini dari pada aku,” ucapku.
“Perjuangan ini mahal loh, Cyara,” tutur nya. “Orang tua mu pasti senang jika kau mendapat ini.” Putra menarik tangan ku, agar tidak berada di atas tempat sampah.
Lantas aku tersadar, ada yang lebih senang jika aku mendapat penghargaan ini. Ibu dan Abang, pasti senang. Aku melupakan tujuan awalku jika aku menang.
“Maaf,” ucap ku ke Putra. Dia sangat banyak menyadariku, dia seperti mengatakan, jika ada sisi negatif, pasti ada sisi positif.
“Itu tak masalah, lebih baik kau membuang pin rambutmu, dari pada membuang penghargaan ini,” canda nya.
Lantas aku memelotot kepadanya, enak saja dia ngomong seperti itu. Aku sudah kesal dengan kata-katanya. Kesal ku sampai mengeluarkan kata-kata yang tidak ku sadari.“Heh! Enak saja! Lebih baik aku membuang penghargaan mu, dari pada pin ku,” ketus ku.
“Hee... kau bisa marah ternyata,” ucapnya yang sedikit tidak percaya.
“Tentu aku bisa marah! Aku juga manusia yang mempunyai emosi,” tegasku.
“Hahaha, maaf-maaf, aku tidak bermaksud mengejek pin mu, aku hanya sedikit membalas saat kau bilang hatiku murah,” tawa nya.
“Tau ah! Aku duluan.” Tangga sudah lumayan sepi, aku memutuskan untuk naik tangga segera, atau tidak aku bisa ketinggalan jam pertama.
“Hei! Aku ditinggal! Tunggu!” Putra berlarian mengejarku. Lari nya sangat cepat, hanya beberapa detik dia sudah menyamakan dengan langkahku.
“Kau belum ada bilang terimakasih karna aku mencegah mu membuang penghargaan itu,” kesalnya.
Aku melupakan itu, padahal aku ingin bilang terimakasih kepada nya, tapi keburu kesal karna dia bilang lebih baik pin ku dibuang.
“Maaf karna sudah bilang hati mu murah, aku tidak bermaksud. Maaf juga, aku marah kepadamu. Dan terimakasih sudah mencegah ku. Kamu menyadari ku akan lupa nya aku dengan Ibu dan Abang,” ucapku lembut. Lantas aku tersenyum.
“Sama-sama,” ucap nya. “Yah... bagus lah, jika kamu mengucapkan perkataan itu tanpa gugup. Selama ini kamu berbicara gugup denganku. Padahal muka ku tidak seseram itu,” ucapnya.
“Pfftt...” aku menahan tawaku. “Hahaha, maaf, dari dulu aku memang seperti itu kalau di sekolah. kalau di rumah, aku kebanyakan ngomong. Ini baru pertama kali nya aku berbicara kepada seseorang tanpa gugup.” Aku tidak bisa menahan tawaku. Padahal aku memandang Putra tidak seseram yang dia pikirkan.
“Begitu...” gumam nya.
Cepat nya, kami sudah sampai di depan kelas. Untung guru belum ada yang masuk. Aku segera membuka pintu kelasku, dan menuju tempatku. Tempat favorit yang pernah ada. Aku duduk di dekat jendela. Aku kira aku akan sendirian disini satu tahun penuh. Tetapi ada orang yang sekarang menduduki tempat itu. Semoga aku akan baik-baik saja. Selama aku tidak membuat masalah.
Pulang nya, aku di jemput Abang lagi. Aku berfikir, jika ini kesempatan emas untuk menunjukkan jika aku menang. Agar dia tidak lupa dengan taruhannya.
“Halo, Abang! Lihat ini!” semangatku.
“Wah.. kamu berhasil!” ucap nya senang.
“Tenang, Abang sengaja menjemputmu untuk melunasi taruhan itu, Abang tentu saja ga lupa, ini kan untuk adik tercinta,” ucapnya yang agak menggelikan.
“Iya-in aja deh,” ucapku kesal.
“Hahaha, ada-ada aja adik nya Aksa ni,” ucapnya.
Aku hendak memukul helm yang di kenakan Abang. Tapi aku urungkan, karna aku melihat Abang tertawa senang kepadaku.
“Abang emang yang terbaik,” tuturku.
“Abang juga sudah memesan Pizza di rumah. Nanti kita makan bareng-bareng ya!” seru Abang.
Lantas aku bersenyum-ria, bersemangat. Aku segera menaiki motor. Dan tentu saja, Abang ngebut menuju supermarket. Sesampai nya, aku mengambil keranjang, dan menaruh jajan, minuman favoritku disana. Abang menghela nafas, karna yang aku ambil lumayan banyak. Namun dia tersenyum, senyum nya seperti mengartikan, ‘yang penting Cy senang.’ Lalu abang membayar belanjaanku. Lalu kita menuju rumah, Ibu berada di dapur sedang memasak air. Aku menunjukkan penghargaan yang aku dapat. Ibu senang sekali mendengarnya. Dia bahkan bilang, “Kamu memang hebat, lanjutkan.” Ibu bilang juga, dia memasak makanan favorit aku, dan abang. Sungguh bahagia yang sederhana ku dapatkan. Walaupun aku kalah, Abang dan Ibu tetap akan menyemangatiku. Karna gagal itu, wajar. Mungkin jika bukan Putra, alur nya akan berbeda lagi.
Eh? Kok?
KAMU SEDANG MEMBACA
C(y)tra
Short StoryCyara Devilyna. Saat mengejar apa yang dia impikan, pasti ada kesedihan, kebahagiaan, kelumpuhan, kebangkitan, kelupaan, dan cinta.