Perkara Rumah

1 1 0
                                    

“Baiklah, mau kerjakan di rumah siapa?” tanyanya.

Lantas hening. Dan kita tidak menduga menjawab kompak, “Rumahmu saja.”

Eh? Tunggu, kalau di rumahku, pasti Abang berniat mengganggu ku. Aku mulai bertanya, apakah dia mempunyai saudara kandung atau tidak.

“Kamu punya kakak?” tanyaku.

“Aku punya kakak, dan adik,” jawabnya.

“Adik mu umur berapa?”

“Kenapa sampai tanya umur?” herannya. “Adikku masih umur 5 tahun, dia masih kecil.”

“Begitu ... kalau begitu, kerja kelompoknya di rumahmu saja.” Keputusanku sudah bulat.

“Eh? Kenapa tidak di rumahmu saja?!” Putra masih terheran, apa hubungan kerja kelompok ini dengan adiknya.

“Aku punya Abang, dia pasti nanti mengangguku, dan dia akan memberi tau Ibuku yang engga-engga walaupun pada akhirnya Ibuku tidak percaya. Selama ini Abang mengetahuiku aku berteman dengan perempuan, walaupun aku sudah menjelaskan ini hanya kerja kelompok, dia tidak akan percaya, apalagi kamu laki-laki dan kita hanya berdua.”

Putra menaruh tangan nya di dagu nya, dan mulai berfikir. Dia menatapku. Tiba-tiba saja dia menjadi lesu.

“Eh? Ada apa Putra?” tanyaku.

“Aku juga punya kakak ... dia juga perempuan ....”

Aku langsung mengerti. Aku menghela nafas, ternyata kita senasib mempunyai kakak yang suka menggoda atau mengganggu adik nya. Ini aja masih membahas tentang rumah, belum yang lainya. Aku memikirkan suatu tempat yang cocok untuk kerja kelompok, mungkin di Cafe? Aku hendak menyusulkan ide itu, namun Putra sudah memutuskan.

“Baiklah, di rumahku aja, anggap saja untuk mengganti uang yang kamu selipkan di buku catatanku itu.” Putra memutuskan, keputusan nya sudah bulat.

“Eh? Aku kan ikhlas mengganti uang muitu,” selaku.

“Aku juga ikhlas memberikanmu roti lapis. Aku sudah bilang anggap saja itu ucapan terimakasih karena sudah bekerja kelas menulis materi yang banyak di papan tulis, bahkan rela tidak istirahat demi mengejar yang ketinggalan,” ketusnya. Walaupun Putra berketus, dia mengucapkannya dengan suara yang lembut.

Aku ingin menyela lagi, tetapi sepertinya dari hati nya Putra sudah berkata lembut seperti itu, baiklah, aku akan menurut. Aku tersenyum.

“Baiklah kalau begitu,” jawabku.

Putra berhore ria karena aku setuju dengan keputusannya. Putra sedang memikirkan apa yang harus dia lakukan untuk mengganti uang yang aku selipkan di buku catatannya. Sedangkan aku memikirkan kalau ganti-mengganti ini akan berjalan terus karena sifat ga enakanku. Lalu, kami melanjutkan berdiskusi apa yang harus kita buat dan bawa hingga bel istirahat kedua berbunyi.

                                    ***

Ini sudah hari Jum’at. Aku dan Putra sudah membahas apa yang harus kita lakukan di kerja kelompok hari Sabtu besok. Namun, aku belum menanyakan alamat rumahnya Putra. Bel sudah berbunyi, menandakan sudah pulang. Aku masih belum berberes, aku mengeluarkan buku kecil dan satu pulpen, lalu aku menyodorkannya ke Putra, dia kebingungan tidak mengerti.

“Aku belum tau alamat rumah mu,” ucapku.

“Oh ... ku kira apa,” ucap nya.

Putra mengambil buku kecil dan pulpen yang aku sodorkan, dia hendak menulis alamat nya, tapi dia berfikir untuk menulis angka saja. Aku kebingungan kenapa dia menulis angka, apa alamat rumah nya memang berangka gitu? Atau dia memberi kode untuk alamat rumahnya dan membuatku harus mencarinya sendiri?

“Ini nomer hp ku, kamu punya aplikasi Messenger? Kalau ada, chat aja nomer ku itu, nanti aku share alamat ku,” ucap Putra.
Aku sedikit kaget, tapi kenapa aku harus kaget? Mungkin karena ini pertama kalinya aku punya nomor teman, karena aku hanya mempunyai nomer Ibu, Abang, dan keluarga besar di aplikasi Messenger. Baiklah, aku menutup buku itu dan berberes, karena kelas tinggal aku dan Putra saja.

“Jangan lupa di chat, kalau kamu engga chat, kamu tidak akan tau alamat rumahku,” ucapnya.

“Iya,” jawabku. “Aku duluan ya, sampai jumpa.”

“Hati-hati.”

Aku berjalan menuju rumah, menikmati cerah nya siang ini. Sesampainya di rumah, aku memberikan salam, Abang dan Ibu menjawab salamku, Ibu sudah kembali. Aku mengganti baju ku dengan segera, lalu menuju ruang TV untuk berkumpul bersama, mungkin akan menonton film atau berita yang disiarkan di TV hari ini. Aku juga akan meminta izin untuk kerja kelompok besok.

“Cy, tadi Abang bikin apa untuk bekalmu?” tanya Ibu.

“Abang buat mie goreng,” jawabku.

“Dengan telur setengah matang kesukaan Cy!” Abang melanjutkan.

Ibu menghela nafas, namun Ibu bersyukur kalau aku sudah makan di sekolah, Ibu jarang membuatkanku mie untuk bekal sekolah, jadi aku sedikit senang karena Abang membuatkan ku mie.

“Oiya ... besok Cy ada kerja kelompok.” Aku memegang leherku.

“Oh ... sama siapa?” tanya Ibu.

Aku ragu untuk menjawabnya, takut Ibu salah paham. Aku berharap, Ibu tidak salah paham.

“Namanya, Putra,” jawabku terang.

Abang yang sedang meminum minuman favoritnya, tersedak saat aku menyebutkan namanya. Abang tersenyum dengan maksud menggoda. Aku ingin sekali memukulnya.

“Putra? Siapa tuh?” ucap Abang menggoda.

“Teman sebangkuku,” jawabku.

[Messenger : aplikasi chat/komunikasi]
                              
“Boleh, jam berapa?” sela Ibu.

Aku terharu dengan jawaban Ibu, aku kira, aku akan di interogasi lebih dalam.

“Jamnya belum ditentukan, nanti aku akan chat dia,” ucapku.

“Oke, Ibu izinkan.” Ibu sudah memutuskan. “Besok Abang yang anterin, bisa?” tanya Ibu.

“Abang pasti mau anterin, karena pengen tau siapa Putra. Tapi, maaf ya Cy, Abang tidak bisa anterin, Abang besok sibuk,” ucapnya sedih.

“Tak apa ... besok aku bisa naik angkot,” tuturku.

“Ibu anterin aja ya?” tawar Ibu.

“Gausah Bu, takutnya Ibu besok ada urusan lagi.”

“Iya juga ya ... Ibu lupa besok ada janji.”

Lalu, kami menghentikan topik tentang kerja kelompok ini, aku sudah dapat izin. Abang mengalihkan topik tentang apa yang terjadi di kampusnya. Setelah itu, kami menuju kamar masing-masing untuk melanjutkan tugas-tugas. Aku baru mengingat, aku belum meng-chat Putra. Aku mengambil handphone dan buku kecilku, lalu memasukkan nomernya, dan mulai meng-chatnya.

 Aku mengambil handphone dan buku kecilku, lalu memasukkan nomernya, dan mulai meng-chatnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
C(y)traTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang