Keesokannya, sesuai perjanjian dengan Sintyas, aku berangkat, dan sampai tepat waktu. Aku melihat Sintyas yang sudah berada di titik kumpul perjanjian kita. “Sisi!” teriakku.
Sintyas yang melihat HP, mendengar teriakanku, menoleh ke arahku. Dia tersenyum, melambaikan tangannya. “Halo, Cyaraaa!” dia menjawab sapaku. “Langsung aja ga si? Kita mau ke mana dulu?”
Kami sekarang berada di Mall Kota, di sini sangat luas. Aku melihat-lihat sekeliling, mencari tempat yang enak untuk dikunjungi. Sampai kami melihat tempat yang seru untuk dikunjungi. “Ke sana!” seru kami berbarengan, dan menunjuk arah yang sama. Kami tertawa, langsung menuju tempat yang kami tunjuk, yaitu tempat bermain. Di sana, kami harus membeli kartu, untungnya Sintyas punya, kami hanya perlu mengisinya. Kami berpatungan. Setelah terisi, kami langsung bermain. Yang pertama kami mainin adalah ... bola basket kecil. Aku menggunakan cara curang, aku mengeluarkan-masukkan bola kecil ke ring kecilnya secara cepat, agar poinnya menambah. Sintyas tidak kepikiran akan hal itu, dia tertawa, mengikuti caraku. Poin kami sudah banyak, ribuan, dan kami mendapatkan tiket yang panjang untuk ditukar nanti.
Yang kedua, kami bermain bola basket yang besar. Ini rumit, memasukkan ke dalam ringnya sangat susah. Kami hanya mendapat 10 poin, dan mendapatkan tiket yang pendek. Kami memang tidak berbakat di sini.
Yang ketiga, kami bermain tembak-tembakan. Kami menembak monster yang memiliki nyawa yang besar, pistol-pistolnya bergetar, seperti menembak asli. Kami menang, tapi kali ini, tidak dapat tiket.
Dan yang terakhir, kami memutuskan untuk foto di Photo Box. Kami mengambil foto sebanyak 2 kali gesekan kartu, agar kami mendapatkan foto bersama masing-masing. Selesai main-bermainnya. Aku menatap foto yang aku pegang, ini lucu, aku cantik. Eh, Sintyas juga cantik, kok.“Hei, Cyara! Ayo kita berfoto di HP-ku, nanti aku kirimkan, agar ada kenangan.” Sintyas mengangkat lengannya.
Aku mengangguk, berfoto, menggunakan pose jari 2. Aku memang mati gaya.
“Oke, terima kasih. Foto ini harus kamu simpan, ini menjadi bukti bahwa kita pernah berteman!” Sintyas tersenyum lebar.
Aku membalasnya, benar, ini bukti bahwa kami berteman. Saat di masa depan, mungkin foto ini menjadi bukti, bahwa kami pernah berteman.
Selanjutnya, kami berkeliling. Bingung mau pergi ke mana. Lagi, kami melihat suatu tempat berbarengan. “Toko buku!” seru kami berbarengan. Kami tertawa lagi, sepertinya otak kita sedang berkomunikasi. Kami langsung pergi ke sana.
Aku melihat-lihat novel, bagus-bagus. Aku ingin membelinya .... Namun, aku harus izin ke ibu. Untuk sekarang, belum boleh, karena belum genap 1 bulan aku membeli novel. Aku menghela nafas, semoga bulan depan, buku ini masih ada. Aku melirik ke Sintyas, dia juga menatap buku kecewa. Dia melirikku, aku bertanya kepadanya, apa yang membuatnya kecewa.
“Aku ingin membeli novel ini, namun ... minggu lalu aku baru saja membeli novel di online.” Sintyas menunjuk novel yang ingin dia beli. Ternyata kita bernasib sama. “Aku juga, Sisi.” Kami tertawa, lagi-lagi sama.
Pada akhirnya, kami keluar toko buku, karena rasa ingin membeli akan meningkat. Kami berkeliling lagi, mencari tempat yang cocok untuk dikunjungi. Sampai akhirnya, Sintyas salah fokus ke store jam. Dia mengambil tanganku, melihat nama yang terdapat di dalam jamnya. “Alraja .... Cyaraaa?! Kamu orang kaya, ya?”
“Eh, engga.” Aku menggeleng dengan tegas. “I-ini ... diberi seseorang!”
“Oh, pasti Putra, ya? Aku waktu itu menguping si, kalian mempeributkan jam tangan.” Sintyas menyengir. “Hei, lihat, di dalam sana ada Putra, mau menghampiri?”
Ada Putra? Aku langsung melihat ke dalam store, benar sekali! Ada Putra. Apa yang dilakukannya di sini? Aku menggeleng, tidak setuju. Takut kami akan menganggunya, di dalam sana, banyak pelanggan. Namun, Putra sudah melihat kami. Dia mengangkat tangannya, bermaksud menyapa. Sintyas merasa kami benar-benar menganggu, kami hanya orang sederhana, aku ditarik, meninggalkan store itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
C(y)tra
Short StoryCyara Devilyna. Saat mengejar apa yang dia impikan, pasti ada kesedihan, kebahagiaan, kelumpuhan, kebangkitan, kelupaan, dan cinta.