Dulu, Cyara adalah orang yang sangat ramah. Keramahannya membuat orang-orang nyaman ketika bersamanya. Dia tau, waktu serius dan tau waktu bercanda. Orang tuanya selalu mengajarkan untuk ramah kepada seseorang, walaupun dengan orang yang dibenci.
Keluarganya sangat harmonis, kadang orang-orang iri melihat mereka. Cyara tidak pernah membahas keluarganya di depan teman-temannya. Dia hanya akan membahas jika abangnya menyebalkan.
Cyara sangat suka berbagi, hingga banyak yang memanfaatkannya. Tapi dia tidak peduli jika ada yang memanfaatkannya. “Selagi bisa bermanfaat, kenapa tidak?” itu yang akan dijawab olehnya jika ada yang bertanya. Entah karena kepolosannya, atau dia sengaja.Cyara juga orang yang bertanggung jawab, dia memiliki jiwa pemimpin. Saat dijenjang SMP, dia menjabat menjadi ketua OSIS. Banyak hasil yang dia dapat saat menjadi ketua OSIS. Kedisiplinan, kreativitas, kepercayaan diri murid di sekolahnya. Sehingga, saat Cyara menjadi ketua OSIS, guru-guru menyebutnya ‘Masa Emas’.
Saat dia lulus, dia melanjutkan ke jenjang SMA yang dia duduki sekarang. Namun, sifatnya berubah 180* saat kelas 10 semester 2. Perubahannya itu, banyak yang mempercayai bahwa dia ‘sengaja’ melakukan hipnotis dengan dukun agar merubah sifatnya, dan ingatannya demi mencari perhatian laki-laki. Banyak yang bilang bahwa dia kalah saing saat di SMA.
“Aku sebagai teman dari SD-nya tidak percaya kalau Cyara akan melakukan itu,” ucap Farel.
“Jadi begitu, ya?” Putra menghela nafas. “Aku yakin, ada yang terjadi dengan keluarganya.”
“Tidak mungkin, temannya kali.” Farel memegang dagunya.
Putra menggelengkan kepala. “Saat itu, aku bertanya kepadanya. Dia tinggal dengan siapa di rumah. Dia menjawab, ibu dan abang. Saat aku tanya ayahnya, dia tidak menjawab, melainkan keringat bercucuran di mukanya, dan tubuhunya gemeteran.”
Farel hanya diam. Tidak menyangka bahwa itu akan terjadi. Setelah sekian lama diam, dia akhirnya berbicara. “Bisa jadi, ya .... Aku merasa menyesal menjauhinya. Aku selalu kira jika dia tidak mau diganggu.”
“Kalau dulu, benar sekali dia tidak mau diganggu. Sekali aku mengobrol dengannya, sangat singkat jawabannya. Entah kenapa dia berubah. Kesambet petir kali,” ucap Putra.
“Tapi baguslah jika dia berubah.” Farel mengacungkan jempol. “Jangan-jangan Cyara suka sama kamu, Put?”
“Ga, ga, ga. Dia selalu suka menimpukku.” Muka Putra menakutkan. “Oiya... kamu bilang bahwa kamu menyesal, kan? Kenapa kamu tidak mau meminta maaf kepadanya?"
“Aku takut, dia malah membenciku. Aku sangat tidak mau itu terjadi. Lebih baik menjadi orang asing.” Farel menundukkan kepalanya.
“Cyara ... mengalami lupa ingatan, Farel.” Putra memandang Farel serius.
Farel tersentak, mengangkat kepalanya, mukanya marah. “Bohong!” teriaknya. “Dia sengaja menjauhkan semua orang, kan? Dia sengaja mencari perhatian, kan?”
Saat itu, kondisi kelas masih hanya ada mereka berdua. Jadi Farel bebas untuk berteriak. “Hei, Putra! Jangan mengarang!”
“Aku serius. Dia tidak ingat apa-apa. Saat pertama kali duduk dengannya, lomba mewarnai menjadi salah satu buktinya. Dia tidak ingat apa-apa. Kedua, saat aku bertanya tentang pin yang selalu dia pakai di rambutnya. Ketiga, saat tempo hari aku menanyai tentang ayahnya.” Putra memegang lehernya, berharap Farel tidak teriak lagi.
“Bodohnya aku ...” bisik Farel.
“Seharusnya aku membantu Cyara saat itu ... setidaknya dia ingat aku sebagai teman dekat dari SD-nya, bukan teman baru di SMA-nya .... Andai ....” Farel menundukkan kepalanya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
C(y)tra
Short StoryCyara Devilyna. Saat mengejar apa yang dia impikan, pasti ada kesedihan, kebahagiaan, kelumpuhan, kebangkitan, kelupaan, dan cinta.