apa ini?

1 1 0
                                    

Lalu, kita memulai kerja kelompok, kita membagi tugas, saling bantu, istirahat sebentar, hingga 3 jam terlewat. “Sudah jam 12,” ucap Putra.

“Dikit lagi selesai,” ucapku.

“Ayo, makan siang dulu,” tawar Putra.

“Silahkan, aku tidak lapar, aku juga sudah makan. Terimakasih tawarannya. Aku akan melanjutkannya,” ucapku, yang masih sibuk menggunting-gunting.

Putra mengerutkan alisnya, dia beranjak berdiri, lalu dia hendak berjalan ke depan pintunya. Namun, tebakanku salah, dia berhenti di sebelahku, dan dia memegang lenganku, pekerjaanku terhenti. “Ayo, makan siang dulu,” tegasnya.

Aku menghela nafas, berusaha menolak, Putra tetap menawarkanku untuk ikut makan siang. “Aku sudah makan Putra ... terimakasih tawarannya, ” ucapku.

“Itu makan pagi, kan?” Putra masih memegang lenganku, sesekali menarikku.

Aku menghela nafas, ada benarnya aku makan pagi, namun aku tidak lapar. Namun, karena sudah ditawar berkali-kali, apalagi aku sedang bertamu, setidaknya aku menghormati tawarannya. Sepertinya, tadi aku berlebihan. “Baiklah, ayo, terimakasih untuk makan siangnya.” Aku tersenyum.

Putra tersenyum juga, dia menarikku agar aku berdiri. Aku tersentak kaget, dia berhasil menarikku hingga berdiri. Walaupun aku kehilangan keseimbangan, dia berhasil menangkap tanganku, agar aku berdiri dengan sempurna. Sekarang, dia memegang tanganku. “Maaf... tangan mu.”

“A-ah! Maaf.” Putra melepas tanganku.

Lalu, Putra mengajakku pergi ke meja makan. Aku hanya mengikutinya. Di meja makan, terdapat Kak Grana, dengan adiknya Putra, sepertinya.

“Cya! Ayo makan bareng,” ajak Kak Grana.

“Cya siapa lagi ...” ucap Putra.

“Cya itu, Cyara, Putra.” Ucap Kak Grana.

“Oh, sejak kapan kalian akrab?” tanya Putra.

“Sejak dia datang, masa ga akrab sama calon –“ ucap Kak Grana yang terputus.

“Kak!” ketus Putra.

“Hahaha, maaf. Ayo Cya, makan,” ucap Kak Grana.

Aku sibuk mengobrol dengan Adik Putra yang menghampiriku saat Kak Grana menjelaskan Cya siapa. “Namaku, Eisa Alraja. Kak Cya sangat cantik!” ucapnya.

“Hahaha, terimakasih! Eisa juga cantik, kok,” jawabku. Aku menyentuh pipi Eisa menggunakan jari telunjukku, dia sangat menggemaskan.

“Eis, ajak Cyara supaya dia mau makan. Sungguh, dia susah di ajak makan,” sindir Putra.

Aku sangat ingin menimpuk Putra dengan barang yang ada di sekitar, namun, aku sedang dirumahnya, akan masalah jika aku menimpuknya beneran.

“Makan aja Cya, ambil yang kamu suka, mau nambah juga boleh,” ajak Kak Grana.

“Ayo, Kak Cya, makan bareng,” ajak Eisa.

Sekarang, aku tidak ada alasan lagi untuk menolak. Putra memberikanku piring, dan menyuruhku ambil nasi dan lauk yang tersedia, sendiri. “Terimakasih.” Aku tersenyum.

“Sungguh, Cya kamu sangat manis,” puji Kak Grana.

Aku sedikit tersipu dengan pujian Kak Grana. Bahkan, Eisa ikut memujiku. Aku tersipu malu, lagi.

“Oh iya ... mana ayah dan bunda?” tanya Putra, ke Kak Grana.

“Mereka bilang, akan datang sebentar lagi untuk makan siang bersama.”

Eh ... tunggu? Makan siang bersama? Harusnya aku menolak tadi ... ini makan siang keluarga, kenapa aku ikut ....

“Tenang saja Cya, mereka juga mengajakmu untuk makan siang bersama,” ucap Kak Grana, yang mengetahui apa yang aku pikirkan.

C(y)traTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang